Firasat Sarah

Sejak sore tadi hati Sarah merasa sangat tidak tenang. Seperti ada badai yang bergemuruh dalam hatinya namun ia tidak tahu asalnya darimana. Terlebih lagi ketika ia melihat Dito dan Anggi melenggang berdua keluar rumah. Bergandengan dengan erat. Ingin pergi makan malam berdua katanya.

Tapi Sarah merasa Anggi merencanakan sesuatu yang lebih besar dari sekedar sebuah makan malam. Dan Sarah tidak bisa menerka apa yang direncanakan Anggi. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 12 malam dan kedua orang itu tak kunjung pulang. Bagaikan tulisan besar di sebuah baliho, Sarah dapat membaca dengan jelas rencana Anggi.

"Ga mungkin kan Dito dan Anggi bermalam di hotel berdua malem ini?" Sarah bertanya pada dirinya sendiri. Meyakinkan bahwa ketakutannya tidak berdasar.

Ia bolak-balik mengecek jam di dindingnya. Namun seperti jam yang bergulir tanpa menunggu yang lain, Dito dan Anggi begitu hanyut dalam kenikmatan tanpa mempedulikan Sarah yang gelisah di rumah.

Sarah menekan nomor ponsel Dito, berusaha menghubunginya. Namun hasilnya nihil. Ponsel Dito tidak dapat dihubungi dan hanya suara operator yang menjawabnya sedari tadi. Sarah mencoba menelepon wanita yang kini tengah bersama Dito. Anggi. Jemarinya mencari kontak Anggi dan meneleponnya.

Beberapa kali nada tunggu berbunyi. Sungguh Sarah berharap Anggi akan menjawab teleponnya. Dan benar, tidak lama kemudian panggilan itu dijawab oleh si penerima telepon. Tapi tidak ada suara siapapun yang menyambut Sarah. Hanya ada suara ******* seorang wanita dan pria yang saling berpadu. Menjerit dan memanggil nama satu sama lain seolah mereka sedang mabuk dalam kenikmatan tiada tara.

Sarah membeku. Dito dan Anggi bermalam bersama? Sarah kenal betul suara kedua orang yang saling tumpang tindih ini. Hati Sarah remuk. Ia terluka dan merasa terkhianati. Tapi Anggi juga istri Dito. Bukankah Anggi juga berhak menghabiskan malamnya bersama Dito sebagaimana Sarah? Tapi mengapa hati Sarah terasa begitu sakit mendengar dan mengetahui ini semua.

Bukan lagi cemburu yang ia rasakan. Kini hatinya murni tenggelam dalam rasa kecewa dan terkhianati untuk kesekian kalinya. Dan lagi, kenapa Anggi sengaja mengangkat telepon Sarah untuk memperdengarkan ini semua? Apakah agar Sarah marah dan terbakar api cemburu? Atau agar Sarah sadar tidak ada yang bisa memuaskan Dito sebaik Anggi?

Beribu pertanyaan sesak memenuhi kepala Sarah. Mengapa Anggi tega seperti ini? Dan mengapa mengapa lainnya. Sarah hanya dapat menangis di bantalnya hingga akhirnya ia terlelap dalam rasa lelah dan kecewa.

...****************...

Sejak malam itu, Dito semakin lengket dengan Anggi. Kemana-mana berdua dan bahkan setiap malam pun dihabiskan oleh Dito bersama Anggi. Sekarang Sarah yang merasa seolah-olah ia orang ketiga di antara hubungan mereka. Dito tidak peduli lagi dengan Sarah dan hanya Anggi yang ada di mata Dito. Tatapan Dito kini berubah menjadi sedingin musuh bebuyutan yang kembali bertemu. Entah kata-kata beracun apa yang ditanamkan Anggi di dalam kepala Dito. Bahkan Dito pun tidak sedingin ini pada orang asing.

Dan Anggi tampaknya dengan sengaja memamerkan kemesraan mereka di depan wajah Sarah. Anggi yang ia kira gadis lugu dan hanya terjebak dalam kata-kata manis Dito, kini berubah menjadi wanita penuh ambisi yang selalu mendekap Dito erat-erat. Anggi enggan melepas Dito, khawatir jika ia berpaling sekejap saja, Dito akan kembali ke pelukan Sarah.

Setiap hari terasa seperti neraka bagi Sarah. Neraka yang membakarnya dalam api cemburu dan kemarahan. Suatu ketika Sarah tengah memasukki dapur untuk memasak mie dan Anggi yang melihatnya tiba-tiba saja langsung memeluk Dito dengan erat sambil mengajaknya bercanda. Menciumi rambut-rambut halus yang tumbuh di sekitar rahang Dito.

"Masss, kamu masak apa sih? Lama banget." Gerutu Anggi manja sambil bergelayutan di lengan Dito.

Dan Dito? Ia tertawa bahagia dan balas mencium Anggi. Lalu Sarah hanya akan berbalik keluar dari dapur, mengurungkan apapun niat awalnya tadi.

Setiap malam, Dito tak sedikit pun menoleh ke arah kamar Sarah, apalagi berpikir untuk menghabiskan malam bersamanya. Sehabis makan malam, ia akan langsung bergelayutan manja dengan Anggi sambil berjalan masuk ke kamar mereka. Dan Sarah hanya akan tidur sendirian di kamar sebelah mereka sembari mendengar suara jeritan Anggi dan ******* Dito yang bercinta dengan amat dahsyat semalam suntuk. Dan setiap malamnya Sarah hanya dapat dengan getir membatin.

Aku kira kamar itu bakal untuk anak kita nanti, Dit...

...****************...

Sarah melihat Anggi yang berlari lagi ke kamar mandi. Mungkin ini sudah kelima kalinya ia muntah sejak pagi. Satu hal yang terlintas di benak Sarah mungkin Anggi hamil anak Dito lagi. Anggi yang melihat Sarah tampak cuek kemudian datang menghampirinya dengan tampang tanpa dosa.

"Aduh, Mbak Sarah. Aku kok kenapa ya dari pagi mual terus?" Tanya Anggi sambil duduk di sebelah Sarah.

"Ga tau Nggi. Palingan juga kamu hamil lagi." Balas Sarah tidak peduli.

"Wah? Apa jangan-jangan iya ya? Aku ajak Mas Dito ke dokter aja kali ya, Mbak! Pasti dia seneng banget kalo tau aku hamil lagi!" Seru Anggi dengan nada bicara yang terdengar dibuat-buat.

Sarah tampak tidak peduli. Sejujurnya menyaksikan tingkah mereka setiap hari selama berbulan-bulan sudah membuatnya merasa mati rasa. Baik dengan Dito maupun dengan hubungan mereka. Rasa cemburu itu sudah Sarah buang jauh-jauh agar ia bisa tetap waras.

Melihat Sarah yang tidak bereaksi seperti perkiraannya, Anggi semakin gencar memanas-manasi Sarah. Anggi dengan cepat menelepon Dito.

"Masss... aku dari tadi pagi mual-mual terus. Ga tau deh kenapa. Kamu mau ga temenin aku periksa di dokter kandungan?" Tanya Anggi dengan suara yang sangat manja.

"Iya Mas, aku ga tau, tapi rasanya sama kaya pas hamil kemarin. Bisa kan kamu temenin aku?" Anggi kembali melancarkan bujukan mautnya.

"Sekarang? Kamu mau pulang kantor sekarang? Oh kita makan siang dulu abisnya baru langsung ke dokter? Oke deh, aku siap-siap sekarang ya." Kata Anggi kembali.

"Bye, Mas Dito sayang!" Anggi menutup teleponnya.

Dengan tanpa rasa bersalah Anggi langsung beralih ke Sarah.

"Mbak Sarah, aku siap-siap dulu ya. Mas Dito bentar lagi mau jemput aku buat ajak aku check up ke dokter. Doain kita semoga hasilnya positif ya Mbak!" Anggi pamit kepada Sarah dengan wajah tanpa dosa.

"Oke, hati-hati. Moga ngisi lagi biar itu perut ga jadi tempat buang **** doang." Ucap Sarah cuek tanpa mengalihkan pandangannya dari drama Korea yang tengah ia tonton.

Tak perlu menunggu dokter. Bahkan dengan mata telanjang dan kepala orang awam pun Sarah bisa menebak bahwa Anggi sedang mengandung. Mana mungkin Anggi tidak hamil jika setiap malam Dito selalu menggempur Anggi tanpa ampun. Setidaknya dari sekian banyak percobaan itu, pasti ada satu kali yang berhasil kan?

...****************...

Benar dugaan Sarah. Anggi tengah hamil anak Dito lagi dan kini usia kandungannya memasukki bulan kedua. Sarah melihat Dito dan Anggi yang bergandengan manja ketika pulang. Matanya melirik ke arah sebuah tas dengan berbagai kebutuhan ibu hamil dan Sarah dapat membaca dengan jelas semuanya bahkan sebelum diberi tahu.

"Mbak Sarah, makasih doanya! Aku beneran hamil nih! Udah masuk 3 bulan!" Ucap Anggi sengaja untuk memanas-manasi Sarah.

"Waw. Selamat. Haha" jawab Sarah datar

"Mas, akhirnya kita bakal punya anak lagi! Kamu senang ga, Mas?" Tanya Anggi sambil menatap Dito dengan matanya yang berbinar.

"Senang, Anggi sayang. Senang banget! Makasih ya udah mau jadi ibu anakku lagi!" Ucap Dito tampak benar-benar bahagia.

Sarah melirik kemesraan menjijikkan keduanya dari sudut matanya. Walaupun rasa yang Sarah miliki terhadap Dito sudah lama mati, tapi tetap saja hatinya meringis sakit melihat apa yang ada di hadapannya. Bukan karena ia iri dengan kehamilan Anggi. Tapi karena ia melihat binar kebahagiaan di mata Dito ketika mendengar bahwa ia akan memiliki anak. Namun kebahagiaan itu bukan Sarah yang akan memberikannya.

Hati Sarah merasa sangat sedih karena itu berarti Sarah harus mengecewakan Mamanya dan Mama Dito lagi yang tidak tahu menahu soal peliknya rumah tangga mereka. Setiap kedua Mamanya menelepon, Sarah akan berkata semuanya baik-baik saja. Dito juga bersandiwara seolah tidak ada masalah meskipun Mamanya sudah sering menodong Dito untuk meminta cucu.

"Sarah gimana, Dit? Udah ada tanda-tanda ngisi belum? Mama udah kebelet banget pengen punya cucu nih." Ucap Mama Dito di telepon suatu hari.

Panggilan itu dialihkan ke speaker oleh Dito agar Sarah juga dapat mendengarnya.

"Belum Ma, hehehe. Doain aja Sarah bisa secepatnya dapet momongan ya Ma." Jawab Sarah memalsukan tawanya. Matanya memicing sinis melihat Anggi yang bersender manja di bahu Dito sementara Sarah dan Dito berakting seperti pasangan sempurna di telepon.

"Kalian ga mau coba konsultasi ke dokter po?" Tanya Mama Dito penuh rasa khawatir.

"Iya, Ma. Nanti Dito coba jadwalin konsultasi ke dokter sama Sarah ya Ma. Dito tutup dulu ya Ma teleponnya." Ucap Dito mengakhiri panggilannya.

Begitu panggilan itu diputus, Sarah langsung beranjak pergi meninggalkan Anggi dan Dito berdua. Masuk ke kamarnya dan langsung mengunci pintu.

...****************...

Pagi itu, Sarah hendak mengambil beberapa lembar roti tawar untuk sarapan sebelum ia pergi ke kantor. Namun telinganya mendengar pembicaraan Dito dan Anggi di dalam kamar mereka.

"Mas, aku mau Mama tinggal disini boleh ga?" Tanya Anggi memelas.

"Tapi mau tidur dimana, Anggi sayang? Kan kamar disini cuma dua? Masa iya Sarah aku suruh tidur di ruang tamu?" Jawab Dito.

"Aku takut kejadian yang kemarin terulang lagi Mas. Aku ga mau kehilangan bayi aku lagi. Seenggaknya kalo ada Mama, aku bakal ngerasa tenang karena ada yang mau ngurus aku." Sambung Anggi dengan nada yang amat manja.

"Kan ada Sarah yang bisa bantu kamu, Anggi Sayang." Bujuk Dito.

"Aku ga mau Mas. Aku ga mau ngerepotin Mbak Sarah dan pasti dia ngerasa iri juga ngeliat aku hamil anak kamu lagi. Kamu ga liat mukanya kaya ga suka begitu tahu aku hamil lagi?" Anggi mulai melancarkan kata-katanya yang berlapis kebohongan.

Sarah hanya dapat mengumpat dalam hati. Dasar wanita ular sialan. Apakah ia tidak merasa puas dengan hamil anak Dito hingga kini ia juga harus memfitnah Sarah? Ah tapi sudahlah, untuk apa Sarah capek-capek membela diri kalau ujung-ujungnya Dito juga tidak akan membelanya.

Dito menghela nafas.

"Ya udah, nanti mama aku cariin kontrakan di sebelah ya. Biar bisa deket sama kamu." Dito akhirnya menyetujui permintaan Anggi.

"Yey! Makasih Mas Dito sayangku! Kamu emang yang paling pengertian!" Ucap Anggi dengan manja.

Kepala Sarah pusing mendengarnya. Setelah drama kehamilan Anggi sekarang ia harus menghadapi babak baru drama lainnya yaitu kedatangan Mama Anggi dalam kehidupan mereka. Sarah menghela nafas berat.

Mulai sekarang hidupku pasti akan jadi sepuluh kali lebih berat dari biasanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!