Sejak menghabiskan waktu di pantai hari itu, Anggi semakin mantap untuk melangkah maju. Makin mantap untuk mendekati Dito dan mendapatkannya. Anggi sudah terjatuh begitu dalam dan tidak ingin bangkit kalau bukan Dito yang merengkuhnya. Yang Anggi inginkan hanya satu, menjadikan Dito miliknya dan ia menjadi milik Dito sepenuhnya.
Dan sejak hari itu pula, Anggi dan Dito mulai sering bertemu dan berjalan bersama. Bahkan di luar urusan dan jam kerja. Terkadang Dito akan mengajak Anggi berjalan-jalan di malam minggu. Menyusuri kota Ambon dan menyantap hidangan bersama. Terkadang Anggi yang mengajak Dito berpetualang menjelajahi keindahan alam Ambon. Melihat pantai, mengelilingi perkebunan, dan bahkan menghirup kopi di dekat hutan pinus.
Mereka berdua benar-benar dimabuk cinta. Anggi yang semakin terbius pesona Dito. Dan Dito yang menemukan sosok baru di kota yang asing ini. Dito seakan-akan lupa dengan seorang wanita yang sudah dilamarnya. Yang dengan sabar menunggu hari pernikahannya datang.
Anggi dan Dito selalu terlihat bersama-sama. Entah apa nama hubungan mereka tapi mereka selalu terlihat menempel satu dan lainnya. Seusai kerja, Dito akan menjemput Anggi dan berjalan berdua meskipun hanya untuk membeli segelas boba dan menyantap sate. Dan Anggi akan mampir ke rumah Dito setiap hari Minggu. Membawakan makanan yang dibuatnya sendiri khusus untuk Dito.
Semuanya bergerak dalam ritme yang pelan tapi pasti. Dimana Dito yang memegang tali kekangnya. Dito mengira semuanya ada di bawah kendalinya. Tidak akan melebihi hubungan cinta sesaat. Tapi entah darimana kesalahan itu bermula. Semuanya menjadi lepas kendali dalam satu malam.
...****************...
Hari itu, Anggi dan Dito kembali bertemu untuk melakukan perjalanan dinas ke Kabupaten Buru. Meninjau proyek yang mereka tugaskan bersama. Semuanya berjalan seperti biasa. 2 hingga 3 jam mereka habiskan untuk survei proyek. Hingga tiba saatnya mereka untuk pulang.
Dito melihat ke arah langit yang mulai mendung. Ia khawatir tidak akan ada lagi kapal yang akan mengantar mereka. Seingatnya pekan ini, ombak di laut sedang tinggi sehingga banyak kapal yang menurunkan sauhnya dan enggan berlayar. Cuaca memang seperti takdir. Tidak bisa diprediksi kemana arahnya.
Dengan menggunakan mobil Dito, mereka berdua melaju menuju pelabuhan. Berusaha mengejar kapal terakhir yang akan membawa mereka pulang ke Ambon. Tapi mungkin Dewi Fortuna pun sedang malas memainkan kartunya. Kapal terakhir sudah berangkat 3 jam yang lalu.
"Jadi ga ada kapal yang berangkat ke Ambon lagi Pak?" Tanya Anggi pada petugas pelabuhan.
"Tidak ada Bu. Ombak sedang tinggi-tingginya, jadi kapal-kapal juga cepat berangkat. Nelayan-nelayan pun semua tidak ingin melaut." Ucap petugas pelabuhan sembari membereskan perlengkapannya. Tampaknya ia juga mau bergegas pulang.
Anggi dan Dito terduduk lemas. Keduanya bingung harus bagaimana.
"Kita nginep dulu aja ya malem ini? Kita cari penginapan yang dekat?" Usul Dito.
Awalnya Anggi ragu mengiyakannya, karena besok ia masih harus bekerja. Menginap di Pulau Buru bukan sebuah pilihan yang terdengar baik. Tapi mau bagaimana lagi? Tampaknya hanya inilah satu-satunya solusi yang masuk akal.
Mereka berdua berkeliling mencari penginapan yang ada. Banyak di antara penginapan itu tidak memiliki kamar kosong lagi. Karena saat itu sedang musim liburan, banyak penduduk Sulawesi dan turis lokal lainnya yang berlibur di Pulau Buru. Alhasil? Semua penginapan yang ada pun penuh. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah hotel bintang 3.
"Permisi, Pak. Apakah masih ada kamar yang kosong?" Tanya Dito pada resepsionis hotel itu.
Resepsionis tampak mengecek daftar tamu yang menempati hotel.
"Iya, masih ada satu Pak. Bagaimana?"
Dito dan Anggi saling pandang. Tampak ragu. Tapi waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam dan mereka sudah terlalu lelah untuk berkeliling lagi.
"Baik Pak, saya ambil kamar yang itu."
Dito langsung mengisi form check in hotel dan mengeluarkan KTPnya.
"Oh tidak perlu meninggalkan KTP Pak. Privasi tamu adalah hal penting untuk kita. Bapak cukup bayar cash saja tanpa harus meninggalkan dokumen." Ujar resepsionis itu tersenyum penuh makna.
Anggi dan Dito tersenyum canggung. Resepsionis ini pasti mengira mereka adalah pasangan muda mudi yang akan saling memadu kasih. Ah, atau mungkin semua yang ke hotel ini memang bertujuan sama sehingga ia langsung berpikir seperti itu?
Dito segera mengambil kunci kamar dan berjalan ke arah kamar yang terletak di lantai 3. Anggi mengekor di belakangnya.
"Anggi, aku mandi duluan ya?" Kata Dito begitu tiba di kamar hotel.
Anggi mengangguk. Ia tidak terlalu fokus memperhatikan sekitar. Jujur, ia sangat gugup saat ini. Ia sekamar dengan pria yang sangat ia cintai. Tapi apa yang harus dilakukannya? Diam saja atau bagaimana? Anggi takut membuat kesalahan yang akan disesalinya seumur hidup.
Lama Anggi bergulat dalam pikirannya sendiri hingga sebuah tepukan di bahu menyadarkannya.
"Eh, kenapa Mas?" Rupanya Dito yang menepuk bahunya.
Anggi melihat ke arah Dito yang baru selesai mandi. Rambutnya masih basah dan acak-acakan. Ia tidak mengenakan baju apapun dan hanya menggunakan handuk yang diikat di pinggangnya.
"Katanya mau mandi?" Dito mengingatkan Anggi.
"Eh iya iya." Anggi menjawab gugup.
Dengan kikuk Anggi melangkah ke kamar mandi. Perasaannya campur aduk. Ia mulai membuka pakaiannya satu persatu dan menyalakan shower kamar mandi. Anggi pun mulai membasuh tubuhnya dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
15 menit waktu yang ia habiskan untuk membersihkan dirinya. Anggi mengambil piyama mandi yang tergantung di dalam kamar mandi itu. Ia mengeringkan dan membungkus tubuhnya yang telanjang dengan piyama mandi tersebut. Wangi kesegaran khas setelah mandi tercium. Belum lagi aroma shampoo dan sabun yang ia gunakan, menambah manisnya bau tubuh Anggi.
Ia melangkah keluar kamar mandi. Dengan canggung ia duduk di pinggir kasur. Hanya ada satu kasur di kamar ini. Itu berarti ia harus berbagi kasur dengan Dito. Wajah Anggi memerah memikirkannya.
"Nggi? Ga tidur? Atau mau aku tidur di lantai aja?" Tanya Dito ragu.
"Eh iya, gapapa Mas. Ini aku mau tidur."
Keduanya berbaring bersebelahan di ranjang yang sama. Mungkin baik Anggi dan Dito sama-sama merasa canggung. Tidak ada satupun suara yang terdengar kecuali suara nafas keduanya. Hening. Tak ada satupun yang membuka suara.
Tapi Dito adalah pria normal yang sehat jasmaninya. Bagaimana bisa ia menahan nafsunya sementara ada seorang gadis cantik bertubuh aduhai tidur bersamanya? Dan tampaknya gadis itu pun memiliki keraguan yang sama. Apakah ia harus melintasi batasan itu atau tidak?
Dito duduk menghadap Anggi. Sontak Anggi bingung dan ikut duduk menghadapnya. Agak sedikit ragu, Dito memegang kedua wajah Anggi. Gadis itu diam saja dan tidak menolak. Merasa mendapatkan lampu hijau, tanpa ragu Dito mendaratkan bibirnya ke bibir Anggi. Menciuminya dengan lembut. Anggi membalas ciumannya dengan gerakan seirama dan melingkarkan tangannya di sekitar leher Dito.
Ciuman yang awalnya lembut, berubah menjadi buas dan lapar. Dito menghisap setiap celah bibir Anggi yang lembut dan manis. Membuka mulut Anggi dengan lidahnya dan membiarkan lidah keduanya menari bersama. Anggi mendesah lembut. Suara kecupan yang basah terdengar di udara.
Dito mendorong tubuh Anggi ke kasur secara perlahan. Bibirnya turun jengkal demi jengkal. Dari menciumi bibir, turun ke rahang, lalu ke leher, hingga akhirnya ke dada Anggi yang montok dan berisi. Jari jemari Dito dengan lihai menarik tali piyama yang mengikat Anggi. Membiarkan semuanya terbuka.
Matanya melebar melihat pemandangan di depannya. Seorang gadis yang amat cantik dengan tubuh yang amat indah. Ia sepenuh hati menyerahkan tubuhnya pada Dito malam itu. Dito mengecupi setiap jengkal dada Anggi. Satu tangan meremas yang kanan dan bibirnya sibuk menghisap yang kiri. Lidahnya bermain berputar-putar menberikan sensasi yang membuat Anggi mabuk kepayang.
Anggi mendesah panjang. Rangsangan yang diberikan Dito sangatlah hebat. Sangatlah kuat. Anggi meletakkan tangannya di kepala Dito. Meremas rambut Dito dengan jemarinya. Dito bermanuver dengan lincah di kedua dada Anggi. Mencium, menghisap, dan sesekali menggigit. Meninggalkan banyak bekas kemerahan di dada Anggi yang putih.
Saat Anggi lengah, Dito memindahkan tangannya. Satu tangannya memegang kedua pergelangan tangan Anggi, dan tangannya yang lain menjelajah bagian kewanitaan Anggi. Dito tersenyum nakal. Anggi tidak mengenakan apa-apa di bawah piyama mandinya.
"Dasar cewek nakal." Batin Dito.
Tangan Dito mengelus, menggosok, dan bermain-main dengan kewanitaan Anggi. Sungguh rasa yang sangat nikmat. Anggi hanya dapat terpejam. Kepalanya terlontar ke belakang merasakan nikmatnya permainan yang dilakukan jari jemari Dito.
Satu jari Dito masukkan ke dalam tempat yang lembab itu. Anggi terhenyak. Dua jari. Dan akhirnya tiga jari. Dito memompa jarinya keluar masuk inti Anggi yang hanya dapat dibalas dengan erangan hebat oleh Anggi. Sungguh pria ini dapat membuat Anggi bertekuk lutut hanya dengan jarinya saja.
"Mas... Diit....too.... ahh.. ah.... ah..." Anggi mendesah hebat. Sensasi kenikmatan tiada tara ia rasakan di sekujur tubuhnya.
Dito tetap memainkan jarinya dan sesekali memilin-milin bibir kewanitaan Anggi.
"Ahhhhh...."
Terus menerus Dito melakukannya hingga ia menemukan sebuah titik. Ia menyentuh dan menggelitik titik itu dengan jarinya. Anggi melenguh panjang. Mencapai puncak kenikmatannya.
"Ahhhhh.... Mas Dit......"
Dito tersenyum puas. Ia menarik jarinya yang basah keluar dan menatap Anggi dengan penuh nafsu.
"Ahhh... aku udah sampe Mas Dit..." Anggi berkata lirih di sela tarikan nafasnya.
"Tapi permainan kita belum selesai, Anggi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments