Chapter 20

Wajah Saka masih pucat pasi, begitu pun dengan gadis yang ada di hadapannya. Dari wajahnya terlukiskan ketakutan yang sangat nyata. Mungkin dia mengutuk kebodohannya kenapa sampai bisa bertemu dengan Saka, orang yang paling ingin dia hindari!

Benar, gadis yang saat ini sedang dipandangi oleh Saka adalah Airin, gadis yang paling cintainya dan hidup mati pria itu!

"Kau Airin!" seru Saka setelah bisa menguasai keterkejutannya.

Gadis itu hanya diam, lalu seolah menemukan akan sehatnya, buru-buru gadis itu menggeleng.

"Bukan. Anda salah orang!"

Gadis itu menarik pintu lebih lebar lagi, dan segera berlalu dari hadapan Saka, jelas dia ingin menghindar dari pria itu.

Saka Tentu saja tidak membiarkan hal itu terjadi setelah sejauh ini. Airin yang berada di depannya, itu yang dia harapkan, jadi mana mungkin Saka akan melepaskan gadis itu lagi.

Saka segera berlari mengejar Airin, menarik pergelangan tangan gadis itu hingga langkahnya terhenti.

Beberapa orang yang ingin memasuki toko itu memperhatikan mereka, mendelik ke arah Saka. Mereka hanya ingin memastikan bahwa Saka bukanlah orang jahat yang sedang mengancam keselamatan Airin, dan setelah mendengar Saka menyebut nama gadis itu, barulah orang-orang itu mengabaikan mereka dan menganggap bahwa keduanya hanya sedang bertengkar seperti pasangan pada umumnya.

"Aku tahu kau adalah Airin, kau tidak bisa menyangkalnya lagi!" pekik Saka benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan tunangannya itu.

"Aku mohon lepaskan aku," pinta Airin menarik pergelangan tangannya. Dia tidak bisa di tempat umum seperti ini dan bersama Saka, bisa bahaya hidupnya.

Tanpa mendengar permintaan Airin, Saka justru menyibak rok yang dipakai Airin sedikit di atas lutut untuk memastikan sebuah tanda yang dia ingat dimiliki oleh gadis itu.

"Apa yang kau lakukan!" pekik Airin, membenarkan letak rok lipat yang dia pakai.

"Apa kau masih menyangkal bahwa kau bukan Airin?" bentak Saga jongkok dan memperlihatkan tahi lalat yang persis ada di atas dengkul sebelah kanan kaki gadis itu.

Gadis itu terdiam, tidak ada lagi yang bisa dia katakan untuk menyangkal jati dirinya. Seketika tangisnya pecah, dadanya sesak, tidak tahu harus mengatakan apa pada pria itu.

Saka yang melihat tubuh Airin yang terguncang oleh tangisnya membuat amarah dan juga rasa kesal yang awalnya muncul ketika Airin menyangkalnya, sirna begitu saja. Saka segera memeluk Airin namun, dengan cepat gadis itu mendorong tubuh Saka.

"Aku mohon bawa aku pergi dari sini," ucap Airin dengan terisak, matanya memandang ke sekeliling, dan lagi tampak ketakutan.

Saka bergegas menarik tangan Airin dan bergegas masuk ke dalam mobilnya, memacu laju kendaraannya itu di atas jalan beraspal, membawa mereka ke suatu tempat yang sepi dan jarang didatangi oleh orang.

Saat dulu berkencan, mereka memiliki tempat favorit yang akan selalu mereka datangi, terlebih ketika mereka memiliki masalah yaitu taman yang tidak jauh dari pinggiran kota.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Ini benar-benar tidak masuk akal dengan melihatmu hidup kembali. Hatiku selalu yakin, kalau kau masih hidup. Kenapa Airin? Kenapa kau lakukan semua ini padaku?" tanya Saka menuntut penjelasan.

Airin yang sudah tidak menangis lagi menarik napas dengan berat, mencoba untuk menguatkan dirinya saat akan mulai memberitahu pada pria itu kenyataan yang ada.

Dia terima kalau Saka menyalahkannya. Dia pantas menerima hal itu, tapi satu hal yang perlu kita ketahui bahwa ini bukanlah pilihannya, bukan keinginan hatinya.

"Aku terpaksa Saka. Aku tidak mungkin menyakitimu kalau bukan karena terpaksa. Aku terima kau menyalahkan ku atas kebohongan besar ini, tapi sekali lagi aku mengatakan, aku melakukannya bukan karena keinginan hatiku!" jawab Airin yang kini sudah berani mengangkat wajahnya untuk menatap Saka.

"Kalau begitu ceritakan padaku semuanya, aku ingin mendengar sedetail mungkin, dan jangan ada yang terlewatkan!"

Airin diam. Dia mencoba berenang menyelami tatapan pria itu. Dia ingin mencari tahu ada di mana posisinya saat ini bagi Saka. Apa gunanya dia menceritakan kebenaran ini pada pria itu kalau Saka tidak lagi mencintainya seperti dulu?

"Airin!" desak Saka yang pada akhirnya membuat Airin memutuskan untuk bercerita.

"Tidak semua kabar yang kau dengar itu adalah kebohongan. Kecelakaan itu memang terjadi dan aku ada di sana, tapi Kenapa terjadi kecelakaan itu, adalah awal dari semuanya." Airin mulai bercerita. Dia berhati-hati menjaga intonasi suaranya agar alur ceritanya bisa diterima oleh Saka.

"Ayahku berhutang pada seorang rentenir. Hutang yang sangat banyak, sehingga membuat rentenir itu mengambilku untuk menjadi tebusan dari semua hutang-hutang ayahku. Aku tidak bisa berbuat apapun lagi. Saat itu dia ingin membawaku pergi dari kota ini untuk melangsungkan pernikahan kami, aku meronta, tidak terima lalu merebut setir hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu!"

"Hutang? Kenapa kau tidak minta padaku?" sambar Saka mulai masuk dalam cerita Airin.

"Aku mencintai mu, sangat mencintaimu, Saka. Aku gak mau kau beranggapan bahwa aku ingin menikah denganmu karena uang. Ini semua masalah keluargaku, tidak mungkin aku membebani mu. Lagi pula, aku merasa malu kalau kau sampai tahu bahwa ayahku adalah seorang penjudi dan memiliki banyak hutang kepada rentenir. Apa kata orang kalau sampai tahu bahwa calon istri dari Saka Mahesa adalah seorang anak dari penjudi berat? Aku gak mau kau dicemooh mereka!"

"Dasar bodoh! Aku sangat mencintaimu, mana mungkin aku akan memikirkan hal buruk tentangmu. Masalahmu adalah masalahku juga. Katakan berapa, akan aku lunasi semua hutang ayahmu beserta bunganya!"

"Tidak ada gunanya lagi, Saka. Semua sudah terjadi, aku sudah menikah dengan pria itu!"

"Apa?" tatapan Saka seolah tidak percaya. Dia mengamati wajah Airin. Hatinya hancur berkeping-keping.

Betapa dia sangat gembira telah menemukan kekasihnya yang sudah lama hilang, tapi setelah bertemu kenyataan lain justru menamparnya. Airin sudah menjadi milik pria lain!

"Setelah kecelakaan itu, Om Bram membawaku kembali ke Bandung. Kami menikah dan tinggal di sana selama satu tahun lebih. Saat ini dia sedang mengurus bisnisnya di Jakarta, hingga kami pindah ke sini," terang Airin lebih terbuka. Sudah palang tanggung membuka lembaran ceritanya setengah-setengah.

"Kau gila! Kau memilih menikah dengan pria yang lebih tua darimu, dari pada harus meminta bantuan ku?" Saka menggelengkan kepala, tidak percaya atas apa yang dia dengar.

"Aku mohon pahami keadaanku saat itu, Saka. Saat dibawa ke rumah sakit aku tidak sadarkan diri, begitu siuman, sudah ada ayah dan ibuku, juga Om Bram. Saat itu juga ayah memaksaku untuk menerima lamaran Om Bram, lantas aku bisa apa?"

"Kau bisa lari!" bentak Saka tetap tidak terima.

"Aku sudah coba. Seharu sebelum pernikahan itu, aku lari dari rumah Om Bram, tapi anak buah Om Bram berhasil menangkap ku, menyeretmu kembali ke rumah itu. Aku juga tidak bisa menghubungi mu. Bisakah kau rasakan bagaimana tersiksa dan menderitanya aku? Bahkan saat dia mengucap sumpah di hari pernikahan kami, wajahmu yang aku bayangkan, suaramu yang aku dengar saat itu? Aku meneriakkan namamu dalam hatiku, memanggil mu untuk menyelamatkan ku, tapi semua hanya sia-sia. Aku sudah sah menjadi istrinya. Setelah itu, aku tidak lagi mencoba kabur, pasrah, karena aku pasti malu bertemu denganmu!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!