"Aku bersumpah, kalau yang aku lihat itu dia!" Sudah kali keempat Saka mengatakan hal itu di depan Bima dan Revan.
"Kau hanya berhalusinasi! Itu karena kau terlalu merindukannya. Ayolah, Saka, sudah bertahun, harusnya kau sudah melupakannya!" Bima bersikeras tidak setuju dengan pendapat Saka.
Mata Saka lalu menoleh pada Revan, mencari dukungan pada sahabatnya yang satu itu, tapi tampaknya kali ini Revan juga ada di pihak Bima.
Apa benar itu hanya halusinasinya? Terobsesi dengan pemikirannya sendiri hingga menganggap itu nyatanya? Tapi apa iya dia salah melihat orang lain? Kenapa terasa begitu jelas?
Saka memandangi gelas di depannya. Air itu tetap putih, tidak berubah jadi wine, artinya dia masih waras dan apa yang dia lihat bukan semata karena dipermainkan oleh pikirannya yang kacau.
Dia butuh Airin. Bahkan lebih dari sebelumnya. Dia merindukan gadis itu, agar bisa bertahan di dunia ini.
"Udah, kau tidak perlu lagi memikirkannya, aku akan mengajak mu ke tempat asyik, menyuguhkan surga dunia untuk menghibur mu," lanjut Bima menepuk punggung Saka, membuyarkan dari lamunannya.
"Sebaiknya kita kembali ke kantor!" jawab Saka menghindari perkataan Bima.
Ketiganya memang satu kantor. Sudah tiga tahun ini mereka memutuskan bekerja sama di luar usaha keluarga yang Saka jalankan.
Saka memiliki kesulitan untuk bersosialisasi sejak dulu, hanya kedua temannya ini yang bisa nyaman untuk dia temani. Baginya yang lain hanya mendekatinya karena nama besarnya saja.
"Kau mengajak kami ke bar, apa kau sudah mendapatkan izin dari istrimu?" tanya Revan yang membuat Bima menekuk keningnya.
Ketiganya jelas tahu bahwa Bima baru saja kembali rujuk dengan istrinya setelah tugas bulan berpisah dalam kurun pernikahan yang masih berjalan enam bulan.
Pria itu merendahkan egonya, menjemput sang istri ke rumah mertuanya dan membujuk untuk pulang. Kehidupan berumah tangga tidak segampang yang dia bayangkan. Dalam benak Bima hanya ada tetesan keringat dan lolongan panjang serta deru napas menderu di atas ranjang. Tidak hanya sebatas selang*kangan! Akan ada hal lain yang juga penting diperhatikan selain hubungan ****!
"Jangan khawatir, Dita udah jinak sekarang. Aku kan tahu cara menundukkan nya," jawab Bima tersenyum bangga.
***
Suasana gemerlap di tempat itu dengan hentakan musik yang memekakkan telinga memacu adrenalin setiap orang di dalamnya untuk melepaskan semua beban, meneguk semua kenikmatan yang bisa di dapat malam itu.
Bima dan Revan sudah melayang bersama dua bidadari yang siap menyuguhkan surga dunia bagi mereka. Tubuh meliuk bersama di lantai dansa hingga darah memanas dan siap untuk hentakan yang lebih dahsyat.
Saka hanya duduk di kursinya, memandangi kedua temannya yang begitu gembira seolah tidak ada beban hidup yang menyiksa. Saka juga ingin, tapi dia belum mampu.
Kepergian Airin seolah mengutuknya untuk tidak bisa menoleh pada gadis lain. Cintanya hanya untuk gadis itu. Memikirkan hal itu, Saka menghabiskan isi gelasnya, lalu melemparkan begitu saja ke atas meja.
Dia sudah terlalu banyak minum. Sendiri dan kesepian. Kedua temannya bukan tidak memberikan gadis untuk menemaninya tadi, tapi Saka mengusirnya.
Dari pada dia semakin merasa terbuang di tempat itu, tanpa sepengetahuan Bima dan Revan, Saka pulang.
Kalau hanya untuk kembali ke rumahnya, walau dalam keadaan mabuk, dia masih bisa tiba dengan selamat tanpa harus salah masuk rumah tetangga.
***
Dengan langkah linglung, Saka berjalan masuk ke dalam rumah. Penerangan di ruang tamu tampak redup, hanya tergolong oleh cahaya dari lampu teras rumah.
Perlahan dia membuka pintu. Naryo yang bertugas jaga malam ini menawarkan untuk mengantarkannya masuk ke rumah, tapi Saka menolak.
"Apa kau pikir aku gak bisa sendiri? Apa kau kira aku selemah itu? Kau pasti berpikir aku pria menyedihkan setelah kepergian tunangan ku? Iya, kan?!" bentaknya dengan berdiri sempoyongan.
Naryo hanya diam, dia sudah biasa melihat tuannya dalam keadaan mabuk seperti saat ini.
"Bukan begitu, Tuan," jawab Naryo berjaga-jaga, dia akan sigap kala Saka terjatuh karena untuk berdiri tegak saja, pria itu sudah tidak sanggup.
"Diam!" hardiknya lalu pergi melangkah masuk.
Satu langkah selamat memasuki rumah tanpa menyentuh guci mahal atau hiasan mahal ruang tamu milik Oma Ros.
Samar dia melihat siluet seseorang dalam pantulan cahaya minim di ruangan itu. Seketika Saka diam di depan wajah cantik Ze yang tertidur pulas dengan posisi duduk di salah satu kursi dan merebahkan kepalanya di sandaran kursi.
Penerangan yang minim itu justru membingkai wajah Ze semakin cantik. Dia bisa melihat bulu mata gadis itu yang lentik, menyapu pipinya yang seputih gading.
Dorongan untuk menunduk kian memaksa Saka mencondongkan tubuhnya. Mengamati bibir berisi gadis itu. Dia pria normal, godaan untuk mencicipi bibir itu menyeruak di dadanya.
Namun, seragam yang dikenakan Ze mengingatkan akal sehatnya bahwa yang ada di hadapannya itu adalah pelayannya.
Satu tangan terulur, dan menyentil kening gadis itu hingga terbangun.
Ze membuka matanya, melihat sosok menjulang tinggi di hadapannya. "Tuan sudah pulang?" tanya Ze berdiri tiba-tiba hingga Saka lupa untuk menarik jarak kebelakang, alhasil, wajah mereka hampir saja bertubrukan, hanya ujung hidung yang saling menyentuh.
"Oh, maaf Tuan, habisnya tuan berdiri terlalu dekat."
Aneh, Saka sendiri jadi merasa malu. Padahal harusnya dia marah karena gadis itu sudah berani menyentuh hidungnya. Eh, tapi...
"Sedang apa kau di sini?" tanya Saka mundur. Dia tidak mau lagi dekat-dekat dengan Ze. Gadis itu menimbulkan perasaan yang tidak enak soalnya.
"Tentu saja bukan menunggu suami pulang, tapi menunggu majikan, yaitu tuan. Kalau suami saya, pasti tidak mungkin pulang sepagi ini," jawab Ze asal, lalu mengutuk lidahnya. Sejak dulu, Ze tidak pernah bisa menahan lidahnya, asal mengatakan apa yang ingin dia katakan.
"Suami? Kau sudah menikah? Memangnya ada yang mau samamu?" hardik Saka lalu pergi meninggalkan Ze.
"Dih, dasar pria sombong. Kalau bukan ditugaskan Oma nunggu kau pulang, aku juga lebih memilih tidur di ranjang ku!" umpat Ze.
Satu hal lagi perkataan Saka yang dia tidak terima, mengatakan kalau tidak ada yang mau padanya, Saka tidak tahu saja, kalau ada pria yang tergila-gila padanya.
Ze mengikuti langkah Saka, tepat di belakang pria itu, begitu masuk ke dalam kamar, Ze juga ikut masuk.
"Kau mau ngapain?"
"Membantu Tuan ganti baju. Oma minta untuk mengurus Tuan, sampai tidur nyenyak," jawab Ze, mulai membereskan tempat tidur Saka.
"Gak usah aneh-aneh! Aku bisa sendiri. Kau keluar sekarang!"
Ze menimbang, tapi dia juga lagi kesal karena sikap Saka yang gak tahu diri itu, jadi memutuskan untuk keluar saja.
Tapi saat berputar, justru keseimbangan Saka yang oleng dan jatuh menimpa Ze hingga keduanya terjerembab jatuh ke ranjang dan bibir saling bersentuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments