Chapter 17 - Petugas Bar

...°•°•°•°...

Malam harinya, Vanka berdiam diri di dalam kamar. Lagi-lagi ia sedang tak mempunyai pekerjaan. Bos nya pergi entah kemana, Chesta dan Bryan pun ikut menghilang bak ditelan bumi.

Semenjak usaha Vanka berhasil untuk membuat Felix keluar dari sarangnya, kini Felix malah menjadi sering keluar, pulang larut malam, dan tanpa kabar. Sampai ia sering dibangunkan tengah malam oleh Chesta atau Bryan untuk sekedar menyiapkan air hangat dan baju untuk Felix.

Diri nya termenung sambil melihat pemandangan kota dari balkon kamar nya. Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi menampilkan pesan suara dari sang adik, yang kurang lebih berisi.

"Kak, kapan kakak pulang?"

Vanka hanya mendengarkan suara parau sang adik, ia tau pasti adiknya sedang menangis saat ini. Ia terus memantapkan hatinya untuk tidak membalas pesan tersebut. Vanka ingin sedikit melatih sang adik untuk bertingkah sedikit tegas dan mandiri, semoga saja hal yang ia lakukan ini benar dan bisa berguna untuk sang adik.

Tak lama setelah mendengar pesan tersebut ia pun menghapus nya dan beralih ke kolom chat Nyonya Lily.

"Besok saya datang sekitar pukul 7 pagi"

"Baik Nyonya" balas Vanka.

"AKHHH SIALAN... KENAPA INI TERJADI PADA KU!" teriak Vanka seakan mengeluarkan semua keluh kesah nya.

...°•°•°•°...

Pagi-pagi sekali Vanka sudah berada di dapur. Berkutat dengan segala perlengkapan serta bumbu-bumbu yang ada. Ia sengaja bangun lebih awal, karena memasak rendang pesanan Nyonya Lily membutuhkan waktu yang cukup lama, kurang lebih 4 jam agar daging terasa empuk.

Di saat waktu sudah menunjukan pukul 6, dan seperti nya belum ada tanda-tanda kepulangan sang bos. Dia pun menyempatkan waktu untuk sedikit merapihkan kamar Felix dan menyiapkan segala sesuatunya. Agar nanti saat dia pulang, semua telah tersedia.

"Kak Qiren, aku titip masakan ini ya. Aku sudah kecilkan apinya, nanti kalau sudah sedikit menyurut air nya, matikan saja kompor nya. Aku harus merapikan kamar Tuan Felix" ucap Vanka menyerahkan masakan nya pada salah satu koki yang kini menjadi teman Vanka.

"Okey, aku mengerti, kau tenang saja. Apa masih ada yang harus aku lakukan?" tanya Qiren.

"Em sementara tidak, terimakasih bantuan nya, Kak. Aku pergi dulu" ~Vanka. Ya dia memanggil Kak Qiren karena pada dasarnya Qiren lebih tua darinya, sekitar 23 tahunan.

"Huh? kemana tu mak lampir? tadi pas gue ke dapur ada tuh lagi santai-santai nya nongkrong di depan tv. Eh sekarang ngilang, apa balik ke habitat nya ya" batin Vanka.

Menghiraukan hal itu, Vanka bergegas menuju lantai lima untuk melakukan pekerjaan nya. Tak lama kemudian, ponselnya kembali berbunyi, sungguh semenjak di mension ini ponselnya menjadi aktif, selaku saja ada yang menelfon ataupun mengirim pesan, tapi dengan nomer yang itu-itu saja.

"Ya Pak ada apa?" tanya Vanka pada salah satu penjaga di depan pintu mension.

"Nona, tolong segera kemari. Ini ada petugas bar yang menanyakan anda" jawab penjaga itu.

"Hah penjaga bar? untuk apa? baiklah tunggu sebentar, saya akan segera ke sana" jawab Vanka.

Saat Vanka keluar pintu, benar saja terdapat sebuah mobil dan seseorang yang ia tebak penjaga bar tengah berdebat dengan si mak lampir alias Bianca. Merusak pemandangan saja, pikir Vanka.

"Maaf Nona, bukannya saya tidak percaya tapi saya hanya ingin Nona Vanka sendiri yang mengkonfirmasi nya. Karena keselamatan pelanggan adalah prioritas kami" kekeh petugas Bar.

"Apa kalian tidak tau siapa mereka hah?! beraninya kalian menahan mereka terus berada di dalam mobil. Tunggu saja, nyawa mu akan segera melayang" ancam Bianca yang seperti nya tidak menggoyahkan petugas bar itu.

"Ada apa ini, kenapa saya mendengar nyawa melayang?" tanya Vanka menengahi.

"Apakah anda Nona Vanka?" tanya petugas bar.

"Iya benar dia Nona Vanka yang Tuan ini maksud. Sama persis seperti di gambar" ucap petugas bar yang lainnya.

"Ya saya Vanka, ada yang bisa saya bantu?" tanya Vanka.

"Syukurlah. Saya kesini untuk mengantarkan tuan-tuan di dalam mobil itu, tolong dilihat apakah anda mengenal nya?" ~petugas bar.

Vanka pun melihat ke dalam mobil dan mendapati Felix, Bryan, dan Chesta yang terkapar di dalam kursi mobil.

"Astaga, Tuan! Pak, benar saya mengenal mereka, mereka adalah atasan saya" ucap Vanka.

"Baiklah kalau begitu, anda bisa langsung membawa nya, Nona" ~petugas bar.

"Em kalian, tolong bantu saya" ucap Vanka pada penjaga pintu.

Dua penjaga pintu itu langsung sigap membawa Bryan dan Chesta. Sedangkan Vanka mendorong kursi roda Felix, Felix sudah tak sadarkan diri di atas kursi roda

"Biar aku saja" ucap Bianca memotong jalan Vanka.

Awalnya Vanka hendak menolak, tapi tiba-tiba di depan sana dapat ia lihat Chesta tengah muntah dan gerakan Bianca yang menggeser tubuhnya yang membuat nya tersingkir. Dengan cepat Bianca membawa Felix pergi, sedangkan Vanka fokus saja pada Chesta. Dia dan penjaga pintu pun membawa Chesta ke kamar nya.

Di kamar Chesta, setelah Chesta berganti pakaian dengan dibantu oleh penjaga laki-laki tadi. Vanka masuk ke dalam kamar membawa semangkuk sup pereda mabuk. Ia juga sudah memberikan nya pada Bryan yang kini tengah di jaga oleh orang kepercayaan Bryan sendiri.

"Apa masih mual?" tanya Vanka pada penjaga.

"Seperti sudah mereda, Nona. Hanya saja masih terlalu mabuk, padahal tidak biasanya Tuan Chesta mabuk sampai seperti ini. Apalagi Tuan Felix" ~Penjaga.

"Eum... begitu ya, mungkin mereka sedang ada masalah dan ingin sedikit hiburan" argumen Vanka.

"Tapi tidak sampai seperti ini" ~Penjaga.

"Sudahlah, em biarkan saya memberikan sup ini, Tuan" ~Vanka.

"Ah silahkan" ~Penjaga lalu bangkit dan menunggu di sisi kasur lainnya.

Di saat sedang telaten menyuapi Chesta sup buatan nya, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar dan menampakkan raut wajah Felix yang terlihat sangat menyeramkan.

"KAU-" tunjuk Felix pada Vanka.

Uhukk... Uhukk...

"Berani sekali kau! kau di sini dibayar untuk mengurus ku, kenapa kau- uhukk" marah Felix memuntahkan cairan bening.

"Astaga Tuan" kata Vanka bebarengan dengan penjaga tadi.

"Nona, lebih baik anda merawat Tuan Felix. Biar saya saja yang merawat Tuan Chesta" saran penjaga.

"Em baiklah" Vanka setuju dan langsung membawa Felix ke lantai lima.

Di sana Vanka melihat Bianca yang terduduk sambil menangis dan memegangi pipinya yang memerah.

"Kau baik-baik saja?" tanya Vanka berhenti sejenak.

"Pergi kau!" balas Bianca tak bersahabat.

Niat mau berempati menanyakan keadaan nya, Vanka malah dibalas dengan sinis. Vanka pun berlalu masuk ke dalam kamar Felix dengan perasaan sedikit kesal.

"Tuan, ayo aku bantu naik ke ranjang" ucap Vanka.

Felix menurut saja, namun saat Vanka hendak mengecek suhu tubuh sang bos, tangan nya di tepis begitu saja oleh nya.

"Pergi, aku ingin sendiri" ucap Felix sudah dalam keadaan antara sadar dan tidak.

"Tapi Tuan-" ~Vanka.

"Jessika" ucap Felix sambil menatap Vanka lekat.

Tiba-tiba Felix menarik Vanka hingga Vanka yang tidak siap pun terjatuh di pelukan Felix. Pelukan itu sungguh erat hingga Vanka saja sulit untuk kabur, walaupun sudah beberapa kali mencoba kabur. Bahkan seluruh tubuhnya kini telah Felix kunci.

"Bajing*n kampr*t ba*i anj*ng setan!!!" umpat Vanka tepat di wajah Felix.

...°•°•°•°...

...siapa tu Jessica?...

...see you guys, jangan lupa like, makasihhh...

...love you ❤️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!