Dengan arahan dari mafioso yang tadi membantu Vanka mengambil pelana kuda, kini Vanka telah berada di dalam ruangan milik Felix.
"Boy, kau keluar" ucap Felix.
Tanpa membantah, Boy pun keluar. Saat dirinya berpapasan dengan Vanka, dirinya sempat berhenti dan menatap Vanka. Vanka yang di tatap pun menatap balik Boy dengan wajah penuh tanda tanya.
"Bocah, kau duduk!" titah Felix.
Dengan cepat mata Vanka yang sedang menatap Boy langsung beralih, matanya membola lucu.
"Tuan, siapa yang kau panggil 'bocah' itu?" tanya Vanka.
"Menurut mu?" ~Felix.
Vanka hanya mendengus kasar, berusaha memendam kekesalan nya. Sungguh pandai Tuan nya ini membuat dirinya naik darah.
Cukup lama suasana di ruangan Felix terasa hening, baik Felix ataupun Vanka tidak ada yang mengeluarkan suara. Felix hanya diam menatap penuh tanda tanya pada perempuan yang berdiri di depan nya.
"Aku tanya, siapa kau sebenarnya?" tanya Felix.
Deg...
Jantung Vanka seakan berhenti sejenak, namun sebisa mungkin ia menormalkan dirinya. Pertanyaan Felix kali ini bukan lagi membuat nya emosi, tapi malah membuat nya jantungan.
"Anj*r apa dia udah tau? tapi gak mungkin! bodoh, Lo bodoh Vanka!" maki Vanka pada dirinya sendiri dalam hati.
"Bisa nya Lo tanpa sadar udah nonjolin diri Lo sendiri" lanjut nya.
"Saya hanya orang yang berusaha mencari uang untuk hidup saya, Tuan" jawab Vanka.
"Masih mau mengelak?" ~Felix.
Kali ini suara nya lebih berat dan terkesan sangat menyeramkan. Ekspresi nya pun bertambah dingin. Sungguh Vanka merinding dan seakan membeku di tempat.
"Seseorang yang bisa dengan mudah menjinakkan kuda liar. Mengendarai mobil begitu lihai, padahal itu adalah mobil yang terbilang limited edition. Untuk kau yang hanya berasal dari kalangan biasa, sangat menakjubkan bisa mengendarai mobil itu dengan lihai" ucap Felix.
Vanka terdiam meruntuki kebodohan nya selama ini, tapi dia bersyukur ia hanya menunjukan dua saja. Jika saja dia lebih ceroboh lebih dari itu, sia-sia saja dia jauh-jauh datang ke negara ini.
"Ohhh itu karena aku pernah melakukan nya dulu saat masih di Indonesia, Tuan. Asal Tuan tau, dulu aku melakukan apapun asal bisa menghasilkan uang untuk membeli susu adik ku. Aku pernah menjadi penjaga kuda, ya walaupun sebentar. Tapi dari sana aku mendapat banyak pengetahuan"
"Tak hanya itu, aku pernah menjadi pemulung, jasa angkat di pasar, dan masih banyak lagi" ucap Vanka tak sepenuhnya salah.
"Lalu mobil itu?" ~Felix.
"Ahh itu karena memang aku suka mencari di internet tentang mobil-mobil seperti itu. Dulu aku pernah menjadi pembantu dan mempunyai majikan yang seumuran. Walaupun kita masih kecil saat itu, dia sudah bisa mengendarai mobil dan dia mengajarkan pada ku secara suka rela. Mulai saat itu lah aku menyukai mobil dan mulai mencari di internet" jelas Vanka.
"Oh, kau bisa keluar. Jika ada Bryan, suruh dia segera masuk" ucap Felix.
"Baik Tuan" jawab Vanka berlalu setelah membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.
Bagai habis mengikuti ujian akhir yang menentukan hidup dan matinya, kini Vanka berada di kamar mandi mencoba menenangkan dirinya. Entahlah, perasaan nya sangat terasa campur aduk, otak cerdasnya tidak bekerja maksimal saat ini, seakan menghilang di saat dia membutuhkan nya.
"Sial!!" umpat Vanka.
...°•°•°•°...
Felix masih termenung di depan jendela. Ia terus memikirkan perkataan demi perkataan yang Vanka lontarkan. Entah mana yang benar dia pun tidak tau.
Ditambah lagi orang yang selalu menelfon nya untuk mendapatkan pelayan yang sekarang ini membuat dirinya pusing seperti tengah menyimpan sesuatu yang bisa berdampak besar baginya.
Masalah tentang mafia dan beberapa perusahaan nya pun ikut bercampur di otak Felix membentuk benang-benang yang saling mengikat tidak jelas. Seperti nya dia butuh menenangkan pikiran serta tubuh nya sejenak.
"Tuan"
Saking fokus nya Felix dengan segala pikiran nya, dia sampai tidak mendengar panggilan Bryan yang sendari tadi berdiri di sampingnya.
"Tuan!" ucap Bryan sedikit meninggikan volume suaranya.
Felix langsung tersadar dan menatap Bryan dengan tatapan tajam.
"Maaf Tuan, saya sudah memanggil anda berulang kali, tapi anda tetap termenung. Jadi saya meninggikan suara saya" sesal Bryan.
"Sudahlah, bacakan untuk ku" ucap Felix tau maksud dengan kehadiran Bryan.
"Tuan, dia hanya orang biasa seperti yang kita ketahui. Dia memang mempunyai adik laki-laki yang terpaut lima tahun, dan pernah keluar masuk rumah sakit. Tempat tinggal mereka pun tidak menetap" ~Bryan.
"Di mana adik nya sekarang?" tanya Felix.
"I-itu saya tidak tau, Tuan. Saya tidak menemukan informasi apapun tentang adik nya. Hanya sekedar tau, Nona Vanka memiliki adik, maafkan ketidakbecusan saya Tuan" ucap Bryan menyesal.
Dia sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi apa? hasilnya tetap nihil. Padahal dia sudah menaruh orang kepercayaan nya ke Indonesia langsung, tapi tetap saja. Seakan ada sesuatu yang sangat kuat melindungi privasi kakak beradik itu, hingga dia saja tidak bisa membobol sedikit saja informasi.
"Tuan, apa anda menaruh curiga dengan nya?" tanya Bryan.
"Tidak, hanya ingin tau. Kau bisa kembali mengurus perusahaan" jawab Felix.
"Sudahlah mungkin memang perasaan ku saja" monolog Felix.
Tak mau bertambah pusing, Felix membiarkan saja dan lebih memilih untuk kembali fokus pada pekerjaan nya.
...°•°•°•°...
Kini Vanka tengah berada di sebuah ruangan sambil menonton tv. Dia hanya bisa menghela nafas bosan, hanya duduk menonton tv membuat badan nya terasa pegal dan kaku. Dia tak hanya fokus pada tv di depan nya namun sesekali ia terlihat mengambil ponselnya dan seakan sedang saling kirim pesan dengan seseorang.
"Sial, kalo gini ceritanya gue bisa mati kelaparan anjir" gerutu Vanka.
"Nona, anda hendak kemana?" tanya Boy yang tiba-tiba muncul.
"Ah Tuan Boy, saya hanya ingin memesan makanan, saya lapar hehe" jawab Vanka.
"Panggil saja Boy, tidak masalah. Oh iya disini kamu tidak boleh memesan makanan, jika mau aku bisa memasaknya untuk mu" ~Boy.
"Tapi Tuan, saya hanya seorang pelayan, tidak sopan jika hanya memanggil anda dengan nama" ~Vanka.
"Tidak jauh berbeda dengan ku, aku juga hanya bawahan Tuan Felix. Jadi kita sama, sudahlah aku tidak menerima penolakan. Ayo kita ke dapur" ajak Boy.
Mereka berdua berjalan ke arah dapur dengan Boy yang menarik lembut tangan Vanka. Vanka yang dasarnya sudah lapar pun tak menolak.
"Kau tunggu saja di sini, aku akan memasak" ~Boy.
"Wahh Tuan kau bisa memasak?" ~Vanka.
"Kau meragukan ku, Nona? dan satu lagi jangan panggil aku Tuan paham?" ~Boy.
"Ah baiklah kalau begitu kau juga bisa memanggil ku Vanka. Untuk kau bisa memasak, aku terkejut memang karena dilihat dari latar belakang mu, sangat jarang yang bisa memegang urusan dapur seperti ini" ~Vanka.
"Aku sudah terbiasa dari kecil" ~Boy.
"Tapi Tua- ah maksud ku Bo-boy. Aku bisa memasak sendiri, kau tidak perlu repot-repot, jika kau ingin, aku bisa memasaknya untuk mu juga" ~Vanka.
"Bagaimana kalau memasak bersama saja? kebetulan aku sedang senggang" tawar Boy yang sudah siap bertempur di dapur dengan celemek yang sudah melekat di tubuh nya.
"Menarik" jawab Vanka.
Mereka berdua larut dalam kebersamaan. Saling berbagi resep makanan dari negara masing-masing, teknik memasak, dan lainnya. Dari wajah mereka memancarkan cahaya kebahagiaan, tak jarang pula mereka tertawa bersama dengan hal-hal yang sepele.
Setelah menyantap hasil masakan mereka, kedua nya pun dilanjutkan dengan meminum kopi bersama.
"Vanka, maaf telah lancang" ucap Boy, keduanya sudah mulai akrab sejak kejadian di dapur itu.
"Tidak masalah, justru aku yang merasa tidak enak karena sudah mengganggu waktu sibuk mu. Hanya untuk menemani ku yang kesepian" ucap Vanka.
"Itu juga tidak masalah bagi ku, em bagaimana kalau sekarang kita berteman?" tanya Boy ragu, sebab mereka baru saja bertemu tapi dia sudah berani mengajak perempuan di depan nya untuk berteman.
"Teman? bagus aku mau, semenjak datang ke negara ini, aku tidak memiliki teman. Dan akhirnya sekarang aku punya" senang Vanka.
"Baguslah" ~Boy.
"Kalian...!
...°•°•°•°...
...to be continue...
...jangan lupa like nya ya see youuu and makasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments