Sudah tiga hari sejak kesadarannya kembali. Namun Aruna masih setia menjadi patung dengan tatapan nya yang tampak begitu kosong. Ucapan Alister tentang Kai kini masih terbayang di kepalanya.
Tak hanya itu, bahkan setelah nya Dokter datang untuk menyampaikan keadaannya. Dan ucapan dari Dokter tersebut membuat Aruna kini merasa semakin terpuruk. Aruna masih mengingat dengan jelas bagaimana saat Dokter tersebut masuk ke ruangannya.
Dua orang Dokter laki-laki bersama dengan satu perawat kini masuk ke ruangan Aruna dengan senyumannya menyapa Casia dan Danu yang hari itu menjaga Aruna, Alister tak berada di sana karena ia harus mengurus pendaftaran untuk masuk ke jenjang SMA.
“Selamat pagi Nona Aruna,” sapa Dokter tersebut dengan begitu lembut nya. Aruna kini menatap Dokter di depannya itu dengan tatapan datar nya.
“Bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Dokter laki-laki yang menangani Aruna.
Aruna terdiam cukup lama sebelum akhirnya Aruna menjawab nya dengan terbata-bata. Kedua orang tuanya yang baru pertama kali mendengar anaknya tersebut berbincang kini membeku. Walau sebelumnya mereka sudah diberi tahu dengan keadaan dan kemungkinan yang terjadi pada Aruna namun mereka masih terkejut dan tidak bisa untuk mempercayainya.
“Ke-kepala,” ucap Aruna terbata-bata. Dokter tersebut tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Iya kepala mu mengalami pendarahan, namun pendarahan itu sudah teratasi,” jelas Dokter laki-laki tersebut yang kini tersenyum ke arah Aruna yang hanya diam saja mendengar ucapan Sang Dokter.
“Refleks dan hasil lab nya baik Dokter,” ucap seorang perawat yang berada di belakang Dokter laki-laki tersebut yang kini mulai menganggukkan kepalanya.
“Kalau begitu mulai rehabilitasi, dan buatkan surat pengajuan. Kita mulai rehabilitasi besok,” perintah Dokter tersebut pada Residen dan Perawat yang mengikuti nya. Dokter tersebut kini menganggukkan kepalanya mendengar ucapan tersebut.
“Nona Aruna mengalami cedera di area broca. Sehingga membuatnya kini sulit untuk berbicara. Ini disebut afasia broca. Dia memahami semua nya namun sulit untuk berbicara,” jelas Dokter tersebut yang kembali menjelaskan. Kedua orang tuanya yang mendengar hal tersebut memejamkan matanya. Casia kini menggenggam tangan anaknya itu dengan begitu lembut nya.
“Perlahan dia akan pulih tapi butuh waktu. Mulai rehabilitasi dan terapi bicara semua memerlukan waktu. Baik Anda maupun Nona Aruna pasti akan lelah. Namun saya harap kalian bisa melewati ini agar Nona Aruna bisa untuk seperti semula dan hidup dengan normal,” Papar sang Dokter dengan senyuman. Casia dan Danu yang mendengar ucapan Dokter tersebut kini hanya menganggukkan kepalanya.
“Maaf Dokter tapi saya berencana memindahkan anak saya ke rumah sakit lain. Karena kita harus pindah tempat tinggal,” jelas Danu. Aruna kini yang mendengar ucapan Ayah angkat nya segera menoleh ke Ayah nya dengan tatapan terkejut nya. Ia tahu jika mereka akan pindah. Namuan Aruna tak tahu jika mereka akan pindah secepat ini.
“Aruna,” suara panggilan tersebut mengalihkan perhatian Aruna, membuyarkan lamunannya saat mengingat tentang ucapan Dokter tersebut. Aruna kini segera menoleh ke arah sumber suara yang ternyata adalah Kakak nya.
“Kenapa hanya merenung? Masih mikirin tentang pacar kamu?” tanya Alister. Namun Aruna yang mendengar nya kini hanya diam saja.
“Kita pindah ke kota baru. Kita mulai semua nya dari sana, untuk kamu ngelupain cowok sialan itu hm? Kakak akan selalu menjaga dan menemani kamu hm,” ucap Alister berusaha menenangkan adiknya itu. Aruna yang mendengar nya kini tampak berkaca-kaca. Alists yang melihat nya segera memeluk adik nya itu dengan begitu erat. Berusaha untuk menjadi penenang dan bahu terbaik untuk Aruna.
Dalam pelukan kakak nya kini Aruna memejamkan matanya dengan tangis nya yang kini sudah membanjiri wajahnya. Alister kini juga memejamkan matanya dan mengeratkan pelukannya pada Aruna.
“Udah jangan sedih lagi. Ayo Kakak bantu kamu untuk ke kursi roda,” ucap Alister sambil membantu Aruna untuk naik ke kursi roda. Melihat air mata Aruna yang masih mengalir membuat Alister tersenyum lalu ia segera menghapus air mata gadis yang begitu ia sayangi tersebut dengan lembut.
Ya, tanpa ada yang tahu sebenarnya Alister menyimpan perasaan pada gadis yang kini menjadi adik angkat nya itu. Ia jelas tak berani mengatakannya. Ia terlalu takut gadis tersebut menjauhi nya hingga ia memendam sendiri perasaannya.
“Senyum dong, cantik nya hilang lo kalau gak senyum,” ucap Alister dengan senyumannya. Aruna yang mendengar nya kini mengulas senyumnya tipis. Sangat tipis malah.
“Nah gitu dong senyum,” ucap Alister dengan senyumannya sambil mengelus puncak kepala Aruna sayang.
“Kita berjuang sama-sama ya. Kita bangkuta sama-sama. Kamu harus tahu kalau kamu gak sendiri,” tegas Alister. Aruna yang mendengar ucapan Alister kini kembali menumpahkan tangisnya. Namun tangisnya kali ini karena ia merasa terharu pada kebaikan Alister dan kedua orang tua laki-laki tersebut.
Meskipun mereka bukanlah orang tua kandung Aruna. Namun mereka memperlakukan Aruna dengan begitu baik. Menjaga Aruna dan menganganggap Aruna sebagai keluarga mereka sendiri. Bahkan mereka rela harus pindah ke tempat lain untuk Aruna.
“M…makasih,” ucap Aruna yang dijawab dengan anggukan oleh Alister.
“Jangan nangis lagi. Cantik nya hilang loh. Kita lihat di luar lagi hujan. Mama sama Papa lagi urus pemindahan kamu,” ucap Alister. Aruna hanya mengangguk. Kini mereka berada di depan jendela besar ruangannya sambil melihat ke arah luar. Di mana kini hujan tengah turun dengan begitu damai nya.
“Indah kan?” tanya Alister yang dijawab dengan anggukan oleh Aruna. Indah dan menyenangkan walau membawa kerinduan. Itu lah yang kini dirasakan oleh Aruna. Ia sebenar nya begitu merindukan Kai namun mengingat ucapan Alister jika Kai meninggalkan membawa kecewa dalam diri Aruna untuk kekasih nya itu.
“Percaya, semua akan baik-baik saja. Kakak di sini menemani kamu. Setelah kamu perlahan puluh, kita bisa datang kesini jika kamu ingin datang ke makam Mama Papa kamu. Kamu tenang sana Aruna, kakak akan siap mengantar kamu kapan saja,” ucap Alister. Aruna mengangkat tangannya lalu menggenggam dan mengelus tangan Alister dengan begitu lemah. Karena sistem metorik nya yang kini masih menurun.
“Oh iya. Papa sudah memikir sekolah kamu. Agar kamu tidak menunda sekolah dan terlambat sekolah. Papa sudah menyiapkan homeschooling dan perawat yang akan menjaga kamu selama homeschooling. Tapi jika kamu merasa tidak mampu kamu bisa untuk menunda nya dan mengatakannya hm,” ucap Alister pada Aruna yang kini menganggukkan kepalanya.
“Bukan sekarang kok, jadi kamu bisa fokus dengan pemulihan kamu lebih dulu,” lanjut Alister lagi yang dijawab dengan anggukan lemas oleh Aruna.
“A…bisa,” ucap Aruna dengan terbata dan terlihat kebingungan menjawab nya. Namun Alister berusaha untuk mengerti ucapan dari gadis tersebut.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments