Tidak ada yang lebih buruk bagi Casia saat ia mendapatkan kabar jika Aruna mengalami kecelakaan dan saat ini anaknya tersebut harus menjalani operasi. Hancur, rasanya ia begitu hancur saat mendapatkan kabar tersebut. Casia bahkan masih tak menyangka dengan semua ini. Padahal beberapa menit yang lalu anak nya masih berbincang dengan dirinya.
Dengan langkah nya yang begitu lemas dan harus dirangkul oleh suaminya kini Casia berjalan memasuki rumah sakit. Alister kini mencari dokter yang menelpon mereka. Hingga seorang dokter kini menghampiri mereka dengan wajah nya yang begitu tegas.
“Dokter saya kakak dari pasien yang baru saja mengalami kecelakaan. Dimana adik saya sekaran?” tanya Alister dengan ketakutannya. Ia kini begitu takut terjadi sesuatu pada gadis yang begitu ia sayangi tersebut.
“Pasien sedang berada di ruang operasi. Kami tidak bisa menunggu keluarga untuk menunda operasi karena keadaan pasien yang memburuk. Namun sebelumnya kami sudah meminta persetujuan secara lisan untuk mengoperasi pasien,” ucap dokter tersebut menjelaskan. Kaki Alister kini rasanya sudah begitu lemas, helaan nafas yang begitu kasar kini terdengar dari nya.
Satu hal yang membuat nya beruntung. Rumah sakit tersebut adalah milik keluarga Aruna yang kini di pegang dan di urus oleh Papa nya sampai Aruna bisa untuk mengurusnya sendiri. Oleh karena itu mereka tak perlu untuk mengurus segala urusan yang merepotkan untuk operasi dan membuat nyawa Aruna mungkin saja terancam. Dan rumah sakit tersebut pun memiliki peraturan untuk mendahulukan keselamatan pasien terlebih dulu tanpa memikirkan tentang pembayaran juga lainnya. Karena bagi mereka keselamatan pasien adalah yang utama.
“Papa urus surat perizinan terlebih dulu, kamu jaga Mama kamu. Kamu bisa ke ruang operasi lebih dulu,” perintah Danu pada anaknya itu yang kini menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Ayah nya itu.
“Adik saya pergi dengan kekasih nya, bagaimana keadaan kekasih nya?” tanya Alister saat kii mereka tengah berjalan ke arah ruang operasi dengan terburu-buru hingga mereka harus berbincang sambil berbicara.
“Kekasih adik Anda sepertinya sudah pulang. Keadaannya tidak buruk. Hanya luka di wajah, kaki, juga tangannya saja,” jelas Dokter tersebut yang kini berhasil membuat amarah dalam diri Alister memuncak. Bagaimana laki-laki tersebut bisa pulang dengan tenang dan meninggalkan adiknya dalam keadaan seperti ini? Apa laki-laki tersebut gila?
“Apa dia sudah gila?” marah Alister dengan sedikit meninggikan suara nya. Dokter tersebut pun kini tampak terkejut melihat amarah Alister. Sorot mata nya kini bahkan sudah menampakkan amarah nya yang begitu jelas.
“Alister sudah. Kita urus itu nanti. Yang terpenting sekarang adalah keadaan Aruna. Biarkan Papa kamu dan bawahannya yang mengurus masalah lainnya,” ucap wanita tersebut berusaha menenangkan anaknya. Walau saat ini ia juga merasa begitu marah pada laki-laki tersebut.
“Bagaimana dengan polisi?” tanya Alister lagi. Ia seolah tak ingin tinggal diam. Usianya memang baru enam belas tahun, namun kecerdasan dan ketegasannya tak perlu diragukan lagi.
Baru saja dokter tersebut akan menjawab pertanyaan dari Alister namun kini Casia lebih dulu menyela ucapan anaknya itu.
“Hentikan Alister, dia adalah dokter bukan wartawan. Biarkan Papa yang mengurus semua itu. Berhenti bertanya yang tidak termasuk dari pengetahuan seorang dokter,” tegas Casia pada anaknya. Alister menghela nafas nya kasar. Kadang ia juga merutuki dirinya yang begitu banyak berbicara dan bertanya saat sedang panik seperti ini.
“Jadi apa yang terjadi pada adik saya?” tanya Alister akhirnya pada dokter tersebut.
“Pasien mengalami benturan yang begitu hebat di kepalanya. Hingga terdapat hematoma subdural akut di sebelah kiri dan garis tengah otak nya bergeser sekitar 1 cm. Cedera kepalanya cukup kuat hingga memecah pembuluh darah,” jelas dokter tersebut.
Kini mereka sudah sampai di depan ruang operasi yang masih tertutup, operasi kini masih terus berjalan.
“Motorik kiri pun melemah sekitar satu tingkatan. Dan saat ini dokter masih melakukan operasi. Kita tunggu saja hingga operasinya selesai. Dokter akan menjelaskan lebih rinci lagi nanti,” jelas sang Dokter. Alister kini menghembuskan nafas nya kasar. Ia semakin lemas mendengar ucapan dari dokter tersebut. Casia pun kini terus menangis. Ia begitu takut terjadi sesuatu pada Aruna.
“Terima kasih dok,” ucap Alister yang dijawab dengan anggukan oleh dokter tersebut yang setelah nya langsung pergi dari sana. Meninggalkan Alister juga Ibu nya yang kini masih menunggu operasi tersebut.
Hingga tak lama Ayah mereka juga datang untuk mengetahui kondisi Aruna. Namun setelah nya langsung pergi lagi karena ada hal yang harus ia urus terkait dengan kecelakaan tersebut.
Lama menunggu operasi tersebut kini akhirnya lampu yang menjadi tanda untuk operasi berubah. Melihat itu Alister segera berdiri begitu juga dengan Ibu nya. Seorang dokter laki-laki kini berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Alister juga Casia dengan segera menghampiri dokter tersebut untuk bertanya tentang keadaan Aruna saat ini.
“Dokter bagaimana anak saya? Apa operasinya lancar?” tanya Casia mewakili Anak nya itu untuk bicara. Dokter tersebut menipiskan bibir nya sebelum akhirnya menjawab pertanyaan tersebut.
“Operasinya sudah berjalan dengan baik. Tengkorak nya mengalami keretakan, terdapat pendarahan pada selaput otak nya yang lumayan parah. Pendarahan cukup sulit dihentikan hingga operasi berjalan lama, namun beruntung operasinya berjalan dengan lancar,” jelas dokter tersebut yang membuat helaan nafas lega kini terdengar. Entah harus lega atau tetap merasa sedih. Namun mendengar operasinya berjalan dengan lancar saja kini rasanya mereka begitu berterima kasih.
“Lalu apa anak saya sudah dipindahkan dari ruang operasi? Kapan kami dapat melihat nya?” tanya Casia lagi berusaha untuk menguat kan dirinya bertanya banyak hal tentang anak perempuannya itu pada sang dokter.
“Saat ini pasien masih harus berada di ruang operasi karena kami harus menutup kembali tengkorak nya, setelah ini pasien akan di pindahkan ke IGD setelah dipastikan tidak terjadi masalah dan semuanya membaik, pasien baru akan di pindah kan ke ruangannya,” jelas dokter tersebut.
Alister kini memejamkan matanya memikirkan tentang rasa sakit dan kesulitan yang dialami oleh Aruna. Pasti sulit untuk gadis kecil tersebut menghadapi semua ini.
“Kapan pasien akan sadar dok?” tanya Alister yang akhirnya membuka suara nya kembali.
“Kami tidak dapat memperkirakan itu, kami juga tidak menjamin kesadaran pasien. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah berdoa untuk pemulihan pasien dan agar pasien bisa segera sadar. Kondisi pasien sangat buruk, hingga kami tidak menjamin kesadarannya. Kami hanya mendahulukan keselamatannya saja,” jelas dokter tersebut yang kini berhasil membuat tangis Casia pecah. Alister kini hanya memejamkan matanya berusaha menahan tangisnya sambil memeluk sang Ibu yang terus saja menangis.
Jika ditanya siapa yang kini paling ingin Alister temui, maka jawabannya adalah kekasih Aruna. Ia ingin menyeret laki-laki tersebut ke hadapan Aruna agar ia bisa melihat seburuk apa kini kondisi Aruna karena kelalaiannya dalam menyetir dan ia malah tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya dan lebih memilih untuk pergi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments