Setelah menenangkan segala pikirannya, Kikan baru pulang ke rumah tepat siang harinya. Kikan yang hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam lantas menghentikan langkah kakinya sejenak. Kikan menarik napasnya dalam-dalam kemudian mencoba memasang wajah yang tersenyum agar tidak ada yang curiga jika Kikan habis menangis.
Dengan langkah kaki yang perlahan Kikan mulai membawa langkah kakinya masuk ke dalam rumah. Hanya saja ketika langkah kakinya hendak melewati area dapur, sebuah suara tawa dari dua orang yang ia kenal lantas terdengar menggema di ruangan tersebut. Kikan yang penasaran akan suara tawa itu lantas langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah sumber suara.
"Alvaro memasak? Bagaimana mungkin?" ucap Kikan dengan nada yang lirih.
Kikan benar-benar terkejut ketika mendapati pemandangan yang saat ini ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Alvaro terlihat sedang asyik membantu Inara memasak di dapur, dengan sesekali diselingi tawa keduanya nampak begitu akrab dan juga saling membantu. Tak ayal baju Alvaro sampai putih terkena tepung yang tak sengaja ia tumpahkan ketika hendak menuangnya ke dalam baskom.
Inara nampak berusaha membersihkan baju Alvaro dengan tawa yang menggema, sedangkan Alvaro hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika menyadari kelakuannya.
"Kamu benar-benar ya mas... Lakukan secara perlahan karena mubazir kalau sampai jatuh ke bawah..." ucap Inara sambil terus membersihkan baju Alvaro.
"Baiklah aku minta maaf, mari lakukan dengan perlahan, kali ini aku pasti bisa..." ucap Alvaro kemudian tak ingin menyerah begitu saja.
"Baiklah..." ucap Inara kemudian sambil tersenyum.
Sedangkan Kikan yang melihat semua itu tentu saja tidak bisa berbuat apa-apa, jangankan membuat kue atau sejenisnya memasak sebuah menu makanan saja tak bisa. Sungguh tidak mungkin jika ia memasak bersama Alvaro seperti yang sedang di lakukan oleh Inara saat ini.
"Mengapa.. Apa yang terjadi saat ini? Mengapa aku merasa semua berbalik kepadaku?" ucap Kikan sambil menatap termenung ke arah depan.
Inara dan juga Alvaro benar-benar terhanyut akan keseruan memasak bersama. Sampai kemudian Inara yang tak sengaja melihat keberadaan Kikan tak jauh dari area dapur lantas langsung terdiam seketika. Inara bahkan terkejut akan kehadiran Kikan yang tiba-tiba di sana, membuatnya menjadi merasa tidak enak kepada Kikan saat ini.
"Mbak Kikan sudah pulang?" tanya Inara dengan nada yang terdengar canggung.
Mendengar nama Kikan dipanggil tentu saja langsung membuat Alvaro menatap ke arah Inara kemudian mengikuti arah tatap Inara, dimana Kikan saat ini tengah berdiri tak jauh dari hadapannya. Alvaro yang melihat kedatangan Kikan lantas dengan spontan melangkahkan kakinya menuju ke arah dimana Kikan berada dan menyambutnya dengan hangat.
"Kamu dari mana saja tidak pulang sayang? Aku benar-benar merindukan mu.." ucap Alvaro sambil mencium kening Kikan dengan lembut.
"Kamu memasak sayang? Tumben?" ucap Kikan kemudian dengan raut wajah yang bingung.
"Bukan aku tapi Inara, Inara sedang kurang enak badan hari ini tapi dia memaksa untuk membuat cake, jadi aku memilih untuk menemaninya memasak." ucap Alvaro menjelaskan segalanya membuat Kikan lantas mengernyit ketika mendengarnya.
"Benarkah? Jika begitu mengapa kamu tidak memanggilkan dokter untuknya malah mengajaknya memasak begini? Kamu benar-benar ya..." ucap Kikan dengan nada yang kesal sambil memukul pelan lengan Alvaro saat itu.
"Bukan begitu sayang, masalahnya sakit Inara itu sakit... Em ya sakit itu pokoknya..." ucap Alvaro yang bingung harus menjelaskan bagaimana kepada Kikan.
Kikan yang mendengar penjelasan aneh dari Alvaro tentu saja bingung dan juga bertanya-tanya akan maksud dari perkataan Kikan barusan.
"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan sayang? Mengapa terdengar begitu aneh?" tanya Kikan dengan raut wajah yang penasaran.
Sedangkan Inara yang seakan mengerti bahwa Alvaro keceplosan kemudian langsung menyela pembicaraan keduanya.
"Hanya pusing biasa mbak soalnya belum terbiasa dengan ruangan ber AC, mas Alvaro hanya terlalu berlebihan saja. Oh iya, apa mbak Kikan sudah makan? Jika belum biar saya siapkan untuk mbak." ucap Inara kemudian mencoba mencari alasan.
"Benarkah? Kalian berdua tidak sedang berakting bukan?" ucap Kikan yang tidak percaya begitu saja.
"Iya sayang, aku tadi sudah menyuruh Inara ke dokter tapi dia tetap tidak mau. Apa kamu mau makan sesuatu? Aku yakin kamu belum makan, bukan?" ucap Alvaro kemudian sambil mengarahkan Kikan menuju ke arah dapur.
Namun Kikan yang seakan tahu jika ada yang tidak beres saat ini, lantas tak percaya begitu saja kepada perkataan keduanya. Alvaro terus mendorong tubuh Kikan menuju ke arah dapur sementara Kikan malah terhanyut ke dalam pemikiran yang entah kemana. Sampai kemudian ketika ingatan Kikan terhenti pada Alvaro yang menggendong tubuh Inara menuju ke arah kamar mandi, membuat hati Kikan langsung merasa seperti tercubit seketika.
Sebuah ingatan yang begitu menyakitkan baginya, lantas membuat Kikan menghentikan gerakan Alvaro dan menghempaskan tangannya begitu saja, membuat Alvaro langsung terkejut begitu mendapati sikap Kikan barusan.
"Ah jangan menyentuh ku seperti itu, noda di tangan mu akan mengotori ku!" ucap Kikan tanpa sadar dengan nada yang meninggi.
Mendengar perkataan dari Kikan barusan tentu saja langsung membuat Alvaro melepaskan genggaman tangannya dengan seketika karena terkejut akan teriakan Kikan begitu pula dengan Inara.
"Ini hanyalah noda tepung sayang, mengapa kamu sampai seheboh itu?" ucap Alvaro dengan raut wajah yang mengernyit.
"Semua noda itu sama, mereka itu kotor dan sulit untuk di bersihkan meski yang tak terlihat sekalipun!" ucap Kikan dengan nada yang tak suka sambil melirik sekilas ke arah Inara sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana meninggalkan keduanya.
Baik Inara maupun Alvaro tentu saja menjadi kebingungan akan sikap dari Kikan yang begitu marah hanya karena noda tepung yang bahkan tak mengenai bajunya sama sekali.
"Aku akan ke atas dan menyusul Kikan, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Alvaro kemudian di tengah keheningan yang terjadi tepat setelah kepergian Kikan dari area dapur.
"Aku baik-baik saja mas, kamu sebaiknya menyusul mbak Kikan naik ke atas." ucap Inara yang lantas di balas Alvaro dengan anggukan kepala.
Setelah mengatakan hal tersebut Alvaro kemudian mulai melepas celemek yang melingkar di tubuhnya, kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan area dapur dan menyusul kepergian Kikan yang terlihat naik ke lantai atas.
Sedangkan Inara setelah kepergian Alvaro terlihat menatap punggung Alvaro yang terlihat semakin menghilang ketika menaiki satu persatu anak tangga menuju ke lantai dua. Entah mengapa Inara merasa, apa yang di katakan oleh Kikan tadi bukanlah hanya sekedar noda tepung di tangan dan baju Alvaro, melainkan sesuatu hal lain yang memiliki perumpamaan yang sama namun dalam konteks yang berbeda.
"Semoga ini hanya firasat ku saja." ucap Inara sambil menatap lurus ke arah depan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments