Dari arah kamarnya Inara yang sedang suntuk karena memang masih merasa asing dengan rumah ini, lantas memutuskan untuk mencari angin malam sebentar. Di ikatnya baju luaran kimono yang menutupi lingerie itu dengan erat. Untung saja baju luaran kimono lingerie itu begitu panjang jadi bisa menutupi hingga ke mata kaki Inara.
Entah apa yang membuatnya menuruti perkataan Kikan dengan memakai baju lingerie pemberian Kikan malam ini. Hanya saja raut wajah semangat Kikan, benar-benar menghantui pikiran Inara sekaligus menjadi beban berat bagi Inara.
"Setidaknya aku tidak boleh mematahkan senyuman mbak Kikan, bukan?" ucap Inara sambil membawa langkah kakinya menuruni satu persatu anak tangga.
Hanya saja di saat langkah kaki Inara sampai pada tangga terakhir, sebuah suara dari arah area kolam renang lantas membuat Inara begitu penasaran hingga memutuskan untuk membawa langkah kakinya ke sana dan mencuri dengar pembicaraan keduanya.
"Aku minta penuhi kewajiban mu sebagai seorang suami kepada Inara, aku mohon sayang..." ucap Kikan dengan nada setengah berbisik namun berhasil membuat manik mata Alvaro membulat dengan seketika begitu mendengar perkataan tersebut.
"Bagaimana bisa kamu meminta itu kepadaku Ki?" ucap Alvaro dengan raut wajah yang tidak percaya ketika mendengar permintaan Kikan yang terdengar begitu tidak masuk akal baginya.
"Apa yang salah dari hal itu Al? Kamu dan juga Inara sudah menikah, jadi berhubungan suami istri bukankah merupakan hal yang wajar?" ucap Kikan yang tidak mengerti akan amarah Alvaro yang tiba-tiba meledak.
"Aku sudah lelah ya Ki, kamu ingin aku menikah aku sudah lakukan, kamu ingin aku memiliki istri kedua untuk meneruskan keturunan aku sudah lakukan. Hanya saja aku minta kepadamu jangan memaksa ku untuk masalah ini karena aku benar-benar tidak bisa!" ucap Alvaro sambil menatap tidak suka ke arah Alvaro.
Mendengar perkataan Alvaro yang sedikit aneh itu, tentu saja langsung menatap kesal ke arah Alvaro.
"Bagaimana bisa kamu melanjutkan keturunan jika kamu tidak mau menyentuhnya? Ayolah Al kita bukan lagi anak kecil jika kamu menginginkan sebuah anak maka kamu harus melakukan pembuahan, apa begitu saja kamu tidak mengerti? Jangan memancing emosi ku Al!" ucap Kikan dengan raut wajah yang memerah menahan amarahnya.
"Kita bisa melakukannya lewat bayi tabung atau bahkan melalui proses penanaman sel indung telur ke dalam rahim Inara. Bukankah hal itu sama saja?" ucap Alvaro mencoba untuk memberikan solusi.
"Kau jangan bercanda Al!" ucap Kikan dengan nada yang meninggi.
Melihat wajah memerah Kikan saat ini membuat Alvaro semakin dibuat kesal karenanya. Ketika membahas masalah anak Kikan dan dirinya selalu saja tak pernah akur dan pada akhirnya berujung pertengkaran yang menyakitkan dan perang dingin yang tak berkesudahan. Alvaro melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Kikan berada dan menatap ke dalam manik mata Kikan dengan tatapan yang intens.
"Jika memang kamu ingin aku melakukannya maka akan aku lakukan, hanya saja jangan pernah menyesal akan keputusan yang telah kamu perbuat saat ini!" ucap Alvaro dengan tatapan yang tajam sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana.
Sementara itu Inara yang sedari tadi mendengar semua pembicaraan keduanya hanya bisa terdiam sambil menahan isak tangisnya. Inara yang melihat Alvaro hendak berlalu pergi dari sana, lantas mengambil langkah kaki seribu dan menaiki anak tangga dengan cepat, membawa langkah kakinya menuju ke arah kamar yang sudah di siapkan untuknya.
Bruk...
Sebuah suara pintu yang di tutup cukup keras, lantas menghentikan langkah kaki Alvaro yang hendak menaiki anak tangga. Ditatapnya pintu kamar Inara yang baru saja tertutup itu dengan tatapan yang bertanya.
"Apakah dia baru saja keluar dari kamarnya?" ucap Alvaro bertanya-tanya pada diri sendiri ketika mendengar suara pintu tertutup tersebut berasal dari kamar Inara.
***
Kamar Inara
Setelah pintu tertutup dengan rapat Inara nampak mulai melesot ke lantai sambil menekuk lututnya. Air matanya jatuh tanpa ia minta sama sekali, Inara tidak tahu harus bagaimana lagi saat ini?
Inara mengusap air matanya dengan kasar kemudian menatap kosong ke arah depan. Ingatan tentang bagaimana pembicaraan Kikan dan juga Alvaro benar-benar membekas di kepalanya.
"Aku tidak tahu jika dalam kebaikan mereka terselip sebuah keinginan besar dan menjadikan ku layaknya sebuah hewan peliharaan. Jika memang mereka hanya menginginkan seorang keturunan saja, bukankah mereka cukup mengatakannya tanpa perlu bersikap manis seakan-akan mereka adalah malaikat tak bersayap yang turun di antara berjuta umat manusia. Nyatanya kebaikan mereka berdua hanyalah sebuah ilusi yang membutakan diri ku, aku benar-benar lupa jika aku sama sekali tidak mengenal kepribadian mereka." ucap Inara dengan tangis yang terisak.
Inara mengusap air matanya dengan kasar kemudian menggigit bibir bagian bawahnya tanpa sadar. Sebuah kenyataan yang sulit sekali ia terima benar-benar tidak bisa hilang di pikirannya, membuat Inara tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana kepada keduanya.
Inara yang terdiam sambil termenung beberapa detik, pada akhirnya memilih untuk bangkit secara perlahan dan mulai membawa langkah kakinya menuju ke arah dimana sebuah standing mirror berada di kamarnya. Ditatapnya dirinya sendiri pada kaca yang terletak di standing mirror tersebut dengan tatapan yang kosong.
"Jika mereka menginginkan sebuah anak maka aku akan memberikan seorang anak bagi mereka, sebagai balasan karena mas Alvaro telah menolong kehormatan ku ketika di desa. Setelah keinginan mereka terpenuhi akan aku pastikan tidak akan pernah melihat wajah keduanya lagi!" ucap Inara dengan tatapan yang tajam menatap ke arah cermin yang terpajang rapi di hadapannya.
***
Tengah malam
Setelah Alvaro merenung tentang segala hal yang menimpa dirinya selama hampir dua jaman, pada akhirnya Alvaro memutuskan untuk mengikuti keinginan Kikan dan melakukan kewajibannya sebagai seorang suami kepada Inara yaitu tentang nafkah batin. Dengan mengambil langkah kaki yang perlahan Alvaro terlihat melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar Inara dengan perasaan yang ragu menyelimuti dirinya saat itu.
**
Kamar Inara
Ketika langkah kaki Alvaro sampai tepat di pintu kamar Inara, Alvaro kemudian mulai mengetuk pintu kamar Inara beberapa kali.
Ceklek...
Suara pintu yang di buka dengan sedikit, lantas membuat Alvaro mengernyit dengan tatapan yang bingung menatap ke arah Inara yang tidak membuka pintu kamarnya dengan lebar melainkan menyisakan sedikit agar Alvaro bisa membukanya sendiri.
"Ra apakah sesuatu terjadi kepadamu? Aku masuk ya..." ucap Alvaro kemudian sambil membawa langkah kakinya masuk ke dalam kamar Inara.
Dengan perasaan yang bingung dan juga bertanya Alvaro mulai membawa dirinya masuk ke dalam kamar Inara dan menutup pintu kamar Inara. Hanya saja pandangan mata Alvaro terhenti pada sosok Inara yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang dengan tatapan yang aneh dan juga riasan yang begitu tebal.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Alvaro kemudian dengan nada yang bingung.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments