Setelah membawa Inara ke kamar mandi dan menutup pintunya dari luar. Ketika Alvaro baru saja keluar, tanpa sengaja Alvaro melihat bi Lastri yang baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat sesuatu yang mengejutkan di sprei. Sebagai orang yang berumur Lastri tentu tahu apa arti noda darah di sprei, apalagi hal ini terjadi di kamar Inara membuat Lastri terdiam di tempatnya seketika.
Alvaro yang melihat Lastri hanya diam sambil menatapi ke arah noda darah tersebut, lantas mulai mengambil langkah kakinya mendekat ke arah dimana Lastri berada dan menepuk pundak wanita paruh baya itu.
"Apa ada sesuatu Bi?" tanya Alvaro dengan raut wajah yang penasaran membuat lamunan Lastri langsung buyar seketika.
"Eh Pak maaf, saya tidak tahu jika anda ada di sini." ucap Lastri yang merasa sungkan ketika mendapati Alvaro ada di belakangnya.
Melihat wajah terkejut Lastri lantas membuat Alvaro menghela napasnya dengan panjang.
"Tak apa Bi lagi pula apa yang ada di pikiran Bibi semuanya adalah benar, Inara adalah istri kedua saya." ucap Alvaro pada akhirnya.
Sejak kedatangan Inara semua atmosfir di rumah memang nampak berbeda, namun Lastri sama sekali tidak mengetahui jika Inara adalah istri kedua Alvaro.
"Maaf jika saya lancang Pak, apakah ini atas persetujuan Ibu? Saya hanya takut jika semua ini akan menjadi awal dari sebuah keretakan." ucap Lastri dengan nada yang terdengar ragu-ragu.
Baginya Alvaro dan juga Kikan sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri, bukankah sudah kewajiban seorang Ibu untuk mengingatkan putra putrinya?
Alvaro yang mendapat pertanyaan tersebut dari Lastri, lantas tersenyum sambil mengangguk dengan perlahan seakan membuat hati Lastri sedikit melega ketika melihat jawaban tersebut dari Alvaro.
"Ini adalah keinginan Kikan Bi, saya hanya melakukan segalanya sesuai keinginannya. Saya juga tidak berdaya namun keinginan Kikan untuk memiliki momongan membuat saya terpaksa melakukannya." ucap Alvaro dengan raut wajah yang sendu.
Melihat raut wajah Alvaro yang sendu, membuat Lastri langsung mengusap punggung Alvaro secara perlahan.
"Nona Inara wanita yang baik begitu pula bu Kikan, Bibi yakin keputusan bu Kikan pasti sudah dipikirkan dengan matang, kamu tidak perlu terlalu bersedih seperti karena hal tersebut akan membuat bu Kikan bersedih." ucap Lastri lagi.
"Kamu benar Bi, terima kasih banyak karena sudah menasehati ku." ucap Alvaro dengan tersenyum.
"Tak perlu sungkan, Bibi bersihkan ini dulu dan menggantinya dengan yang baru." ucap Lastri kemudian sambil mulai melipat sprei kotor tersebut dan menggantinya yang baru.
Melihat sosok Lastri membuat Alvaro menjadi teringat akan Ibunya, Alvaro tersenyum ketika melihat sosok Lastri yang bisa menjadi asisten rumah tangga sekaligus Ibu baginya. Sampai kemudian ketika Alvaro mengingat sesuatu yang hilang, lantas membuat senyuman di wajahnya memudar dengan seketika.
"Oh ya, apa Bibi melihat Kikan pulang?" tanya Alvaro kemudian yang lantas membuat Lastri menghentikan gerakan tangannya.
"Saya tidak tahu Pak, sepertinya belum." ucap Lastri sambil mengingat-ingat.
Mendengar perkataan Lastri tentu saja membuat Alvaro menjadi khawatir akan keberadaan Kikan. Sejak semalam Kikan tidak pulang ke rumah dan pagi ini pun ia belum melihat Kikan di manapun, membuat Alvaro lantas langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar Inara saat itu. Entah ke mana perginya Kikan hingga pagi ini belum juga terlihat, membuat Alvaro mulai merasa khawatir karena Kikan tak kunjung pulang juga.
"Kemana sebenarnya kamu Ki?" ucap Alvaro sambil melangkahkan kakinya ke arah kamar utama untuk melihat apakah Kikan sudah pulang atau belum.
***
Sementara itu di salah satu bahu jalan tepatnya di dekat kompleks perumahan yang terletak di kediaman Alvaro, terlihat Kikan tengah duduk sambil termenung menatap kosong ke arah depan. Entah apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh Kikan, hingga membuatnya kembali melajukan mobilnya ketika ia sebelumnya Kikan sudah pulang ke rumah.
Kikan menundukkan kepalanya pada setir mobilnya dan terus menghela napasnya dengan panjang. Sampai kemudian deringan ponsel miliknya lantas langsung membuyarkan segala pemikiran Kikan saat itu.
Kikan mengangkat kepalanya dengan perlahan kemudian mengusap air mata yang menetes di kedua sudut matanya ketika melihat nama Alvaro tertulis dengan jelas pada layar ponsel miliknya.
"Halo.." ucap Kikan tepat setelah menggeser ikon berwarna hijau pada layar ponsel miliknya.
"Kamu dimana Ki? Ini sudah pagi, kamu bahkan semalam tidak pulang dan hanya mengabari ku akan pulang terlambat. Apa kamu baik-baik saja? Mau aku jemput sekarang?" ucap Alvaro dengan nada yang terdengar begitu khawatir, membuat setetes air mata kembali jatuh di sudut matanya, namun sebisa mungkin Kikan tahan agar tidak terisak dan terdengar oleh Alvaro di seberang sana.
"Ah aku lupa mengabari mu jika anak teman arisan ku tiba-tiba mengalami kecelakaan kemarin dan suaminya sedang tidak ada di sini, jadi aku menemaninya untuk mengurus beberapa keperluan yang ia butuhkan, mungkin agak siangan aku akan pulang." ucap Kikan berbohong.
"Benarkah? Mengapa kamu tidak mengatakannya kepadaku? Katakan dimana Rumah sakitnya aku akan berangkat sekarang juga." ucap Alvaro kemudian dengan nada yang terkejut.
"Tak perlu datang, aku hanya tinggal menunggu suami teman ku pulang sebentar lagi." ucap Kikan menolak.
"Tapi sayang..." ucap Alvaro namun langsung dipotong oleh Kikan saat itu.
"Maaf sayang, sepertinya teman ku baru saja memanggil, aku tutup dulu ya.. Love you." ucap Kikan kemudian menutup panggilan telponnya begitu saja sebelum menunggu jawaban apapun dari Alvaro barusan.
**
Yang sebenarnya terjadi ketika Kikan pulang...
Kikan yang saat itu tengah bersemangat karena mengira bahwa rencananya membiarkan Alvaro dan juga Inara berduaan di rumah berhasil, lantas membuat Kikan hendak menanyai Inara tentang segala yang terjadi semalam. Hanya saja ketika langkah kakinya tepat di ambang pintu, Kikan melihat sesuatu yang membuat hatinya begitu sakit disaat melihat pemandangan tersebut. Di mana Kikan melihat Alvaro menggendong tubuh polos Inara yang masih terbalut selimut saat itu menuju ke arah kamar mandi.
Kejadian tersebut benar-benar mengingatkan Kikan dengan bagaimana malam pertamanya dahulu, membuat Kikan lantas langsung tertegun menatap ke arah pemandangan tersebut. Kikan seakan terkejut dengan apa yang terjadi di depan matanya, ini semua memanglah permintaan dari Kikan namun ketika melihatnya secara langsung tentu saja hal tersebut tetap membuat hatinya sakit.
"Al..." panggil Kikan dengan nada yang lirih.
Kikan yang tak kuasa menahan perasaan di hatinya, lantas berbalik badan dan kembali melangkahkan kakinya pergi dari rumah untuk menenangkan hatinya.
***
Kikan mengusap air matanya dengan kasar kemudian membenarkan posisi rambutnya yang berantakan.
"Mengapa rasanya begitu sakit? Apa aku telah mengambil keputusan yang salah?" ucap Kikan dengan menahan isak tangisnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments