"Sebaiknya kita rajam saja mereka!" ucap salah satu warga desa yang lantas membuat bola mata Alvaro membulat dengan seketika begitu mendengar perkataan dari salah satu warga desa.
Inara yang mendengar seruan warga tersebut tentu saja terkejut sekaligus takut, hingga tanpa sadar Inara menggenggam kemeja Alvaro dengan begitu eratnya, membuat Alvaro langsung menoleh dengan seketika ke arah Inara saat ini. Ditengah riuhnya para warga yang meneriaki dan meminta mereka untuk di rajam. Alvaro menatap dengan intens ke arah Inara yang saat ini tengah memejamkan matanya sambil memegang kemeja Alvaro dengan erat.
"Kamu tidak perlu khawatir semua akan baik-baik saja." ucap Alvaro dengan nada yang lirih tepat di telinga Inara, membuat Inara langsung menoleh dengan seketika begitu mendengar bisikan dari Alvaro barusan.
Manik mata keduanya bertemu dalam sepersekian detik di tengah banyaknya warga yang meminta mereka berdua untuk di hukum rajam. Sampai kemudian suara yang tak asing di pendengaran Inara, lantas membuatnya langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Inara.... Maafkan putri saya, ini pasti salah paham... Maafkan putri saya." ucap Ratih dari arah tak jauh terlihat berlarian mendekat ke arah dimana kerumunan tersebut berada.
"Ibu..." ucap Inara dengan nada yang lirih.
Melihat putrinya seperti itu membuat Ratih lantas berlari menyibak kerumunan dan memeluk putrinya dengan erat sambil menangis. Ratih bahkan tidak pernah bisa membayangkan jika putrinya tiba-tiba di arak oleh warga seperti ini.
"Aku tidak melakukannya Bu sungguh..." ucap Inara dengan air mata yang berlinang.
Entah bagaimana lagi Inara harus menjelaskan kepada para warga jika ia dan juga Alvaro tidak melakukan apa-apa di hutan. Inara hanya tertidur sebentar di kala rintik hujan, namun ketika ia bangun keadaannya benar-benar kacau dan berakhir dengan di arak oleh para warga hingga ke sini.
"Tenang ya nak, Ibu percaya kepadamu..." ucap Ratih sambil menghapus air mata putrinya.
"Halah mana ada maling yang ngaku, sudahlah terlalu lama mending kita rajam mereka!" ucap salah satu warga yang lantas membuat Inara menggeleng dengan keras.
"Tenang semua... Sebaiknya kita cari jalan tengah terbaik di sini, jangan apa-apa main hakim sendiri." ucap Banyu mencoba untuk meredam emosi warga agar tidak terlalu tersurut amarah dan menyesal nantinya.
"Lalu apa yang akan kita lakukan pada mereka berdua?" ucap salah satu warga dengan nada yang meninggi.
"Sebaiknya kita nikahkan saja keduanya setelah itu kita usir keduanya dari sini!" ucap sebuah suara di tengah keributan yang terjadi.
Mendengar sebuah suara dengan tiba-tiba tentu saja membuat semua orang langsung menoleh ke arah sumber suara. Dari arah tak jauh dari mereka semua berada, Mawar nampak melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana mereka berada dan menatap penuh seringai ke arah keduanya.
"Bukankah hal itu sama saja? Daripada kalian merajam mereka dan berakhir di penjara, lagi pula tidak ada untungnya bukan jika kalian tersulut emosi atas perilaku biadab mereka." ucap Mawar dengan nada yang meremehkan sambil menunjuk ke arah Inara dan juga Alvaro.
Mendengar perkataan tersebut membuat Ratih bangkit dari sisi Inara kemudian melangkah ke arah kerumunan warga.
"Jika memang itu yang terbaik saya sebagai Ibunya akan menyetujui hal tersebut. Tapi saya mohon jangan rajam anak saya.. Saya mohon..." ucap Ratih sambil mengatupkan kedua tangannya memohon kepada para warga desa.
"Sepertinya ini adalah jalan terbaik untuk saat ini, jadi mari kita dinginkan kepala dan cari solusi terbaiknya." ucap Banyu kembali yang lantas membuat semua warga terdiam.
"Bagus sekali, setidaknya aku bukan hanya akan menyingkirkan Inara dari hati Damar melainkan juga menyingkirkan Inara dari desa ini, bukankah ini luar biasa?" ucap Mawar pada diri sendiri.
Di saat semuanya tengah sibuk mencari jalan keluar yang terbaik, lain halnya dengan Alvaro yang nampak terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Pikiran Alvaro benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini, bayangan bagaimana segala hal yang telah ia lewati lantas langsung berputar di kepalanya membentuk sebuah hubungan yang sama sekali tidak bisa Alvaro hindari.
Alvaro melirik sekilas ke arah Inara yang saat ini tengah menangis dengan sesenggukan di sebelahnya kemudian menghela napasnya dengan panjang.
"Mungkinkah dia gadis yang cocok untuk ku Kikan? Apa kamu akan marah jika aku membawanya pulang?" ucap Alvaro dalam hati bertanya-tanya pada diri sendiri.
Banyu dan juga Ratih bersama dengan warga desa nampak sudah membuat keputusan, yang lantas membuat Banyu mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Alvaro dan Inara berada saat ini.
"Kami minta maaf nak Alvaro, hanya saja desa kami memiliki aturan yang tidak bisa di langgar oleh setiap orang. Kami tahu kehidupan di kota begitu bebas, namun kami berbeda dengan kalian jadi setelah apa yang terjadi kepada kamu dan juga Inara kami semua memutuskan untuk menikahkan kalian berdua, bagaimana menurut mu nak?" tanya Banyu dengan nada yang lebih rendah karena Banyu tahu keduanya pasti tengah syok saat ini dengan apa yang terjadi.
"Mas katakan sesuatu, katakan kepada mereka jika kita tidak melakukan apapun, mas..." ucap Inara dengan air mata yang berlinang.
Melihat tangisan Inara benar-benar membuat Alvaro tidak tega sehingga perlahan-lahan mulai menoleh ke arah Banyu dan yang lainnya.
"Lakukan apapun sesuai adat di desa ini pak, saya akan menerima segala konsekuensinya." ucap Alvaro pada akhirnya yang lantas membuat Inara terkejut dengan seketika.
"Mas..." panggil Inara dengan nada yang lirih.
.
.
.
.
"Saya terima nikah dan kawinnya Inara Alfaria Jasmine binti Hendrawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat di bayar tunai." ucap Alvaro dengan nada yang tegas.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya seorang penghulu sambil menatap para saksi di sekitaran balai desa.
"Sah..."
Sebuah kata sah yang menggema di telinga Inara lantas membuat Inara meneteskan air matanya. Sebuah penyesalan dan juga amarah nampak berkumpul di hati Inara menjadi satu. Inara sungguh tidak pernah menyangka jika hidupnya akan berakhir seperti ini. Menikah dengan seseorang yang baru saja ia kenali tentu bukanlah sebuah hal yang di inginkan oleh Inara sebelumnya. Sambil mulai menolehkan kepalanya Inara mengambil tangan Alvaro dan menciumnya dengan khidmat. Hingga tanpa terasa air matanya menetes dan membasahi punggung tangan Alvaro saat itu.
"Aku pasrahkan segala urusan ku, jika Alvaro adalah imam yang baik bagi ku, maka aku akan menyerahkan hidup ku sepenuhnya kepada sosok pria yang saat ini menjadi imam ku." ucap Inara dalam hati sambil mencium punggung tangan Alvaro cukup lama.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments