Suasana di area meja makan begitu hening tanpa ada pembicaraan apapun. Baik Inara maupun Alvaro sama-sama terdiam dalam pemikirannya masing-masing, Alvaro yang melihat Inara tidak makan lantas melirik beberapa kali ke arah Inara, membuat Inara yang menyadari akan hal itu langsung menatap ke arah Alvaro dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Mengapa kamu tidak makan?" tanya Alvaro kemudian mencoba untuk memecah keheningan di area meja makan.
"Aku sudah makan tadi." ucap Inara singkat.
"Bersama bi Lastri?" tanya Alvaro kemudian yang lantas dibalas Inara dengan anggukan kepala.
Mengetahui tebakannya benar lantas membuat Alvaro menghela napasnya dengan panjang. Istri keduanya kali ini benar-benar berbeda, entah haruskah Alvaro bersyukur atau malah sedih? Karena dengan Inara terus menunjukkan bakti seorang istri kepadanya, hal itu malah akan menambah perbandingan besar antara Inara dan juga Kikan.
"Apakah ada sesuatu mas?" tanya Inara dengan raut wajah yang penasaran menatap ke arah Alvaro yang terus menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Tidak ada, jika kamu tidak makan pergilah tidur ini sudah larut." ucap Alvaro kemudian yang lantas di balas Inara dengan gelengan kepala, membuat Alvaro yang mendapati jawaban tersebut menatap ke arah Inara dengan tatapan yang mengernyit.
"Bagaimana aku bisa tidur? Jika suami... Eh maksudnya kamu belum tidur mas, setelah kamu menyelesaikan makan aku akan langsung pergi tidur." ucap Inara kemudian sambil memainkan kakinya karena tanpa sengaja mengucapkan kata suami.
"Ah begitu rupanya." ucap Alvaro dengan raut wajah yang kecewa.
Inara benar-benar sadar diri akan posisinya dan Inara tentu tidaklah pantas menyebut Alvaro suami karena pernikahan keduanya terjadi tanpa cinta dan secara mendadak. Sedangkan Alvaro yang mendengar Inara meralat kata suami entah mengapa malah merasa kecewa. Bukankah itu hanyalah sebuah kata wajar bagi dua orang insan yang sudah menikah? Entahlah yang jelas keduanya saat ini tengah sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
Inara yang mulai merasa canggung lantas bangkit dari tempat duduknya, membuat Alvaro bertanya-tanya apa yang sedang Inara lakukan. Sampai kemudian Inara keluar dari arah dapur dengan membawa secangkir kopi.
"Em tadi mbak Kikan berpesan untuk membuatkan kopi sebelum kamu tidur mas, apa mas sungguh akan meminumnya? Bukankah kopi membuat kita malah begadang dan tidak bisa tidur?" ucap Inara dengan raut wajah yang kebingungan.
"Memang, tapi aku meminum kopi bukan untuk tidur melainkan begadang. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan, biasanya aku akan pergi tidur tengah malam nanti." ucap Alvaro menjelaskan.
"Ah seperti itu rupanya." ucap Inara sambil mulai membereskan satu persatu makanan yang ada di meja makan.
***
Ruang kerja Alvaro
Malam ini seperti perkataannya Alvaro nampak mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Hanya saja entah mengapa mendadak Alvaro merasa tubuhnya seperti panas dan juga kegerahan. Alvaro yang benar-benar merasa kepanasan lantas meletakkan laptopnya di atas meja kemudian melirik ke arah AC yang saat itu masih menyala. Tentu saja hal itu langsung membuat Alvaro mengernyit dengan tatapan yang bingung, bukankah mustahil ketika ruangan yang dilengkapi dengan pendingin sama sekali tidak bisa membuah suhu tubuh Alvaro menurun.
"Ada apa ini? Mengapa panas sekali?" ucap Alvaro sambil mengibas-kibaskan bajunya, namun hal itu sama sekali tidak mengurangi rasa panas dalam dirinya.
Disaat perasaan kegerahan dan juga panas yang menyelimuti seluruh anggota tubuhnya, mendadak sebuah pusaka miliknya berdiri dengan tegak tanpa ada sesuatu hal yang memicunya berdiri dengan begitu tegaknya. Melihat hal itu lantas membuat Alvaro langsung terkejut dengan seketika akan penampakan tersebut.
"Ah sial? Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap Alvaro dengan raut wajah yang kesal.
Alvaro yang melihat pusakanya berdiri dengan tegak dan meronta untuk mencari pasangannya, lantas membuat Alvaro melangkahkan kakinya dengan bergegas keluar dari ruang kerjanya dan menuju ke arah kamarnya. Sepertinya malam ini Alvaro harus bermain sendiri mengingat Kikan sedang pergi keluar.
Alvaro melangkahkan kakinya menaiki satu persatu anak tangga dengan langkah kaki yang bergegas. Hingga kemudian ketika Alvaro melewati pintu kamar Inara yang terletak tepat setelah anak tangga terakhir di lantai kedua, lantas membuat Alvaro terhenti seketika.
"Bukankah Inara juga istri ku? Tidakkah melayani ku adalah kewajibannya?" ucap Alvaro kemudian.
Alvaro benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih, dalam benaknya saat ini adalah yang terpenting hasratnya tersalurkan. Alvaro yang tak lagi memikirkan segalanya kemudian mulai membawa langkah kakinya menuju ke arah pintu kamar Inara dan mengetuknya dengan cepat selama beberapa kali, berharap Inara bisa segera membuka pintu untuknya.
Tok tok tok
"Ra buka pintunya sekarang! Ra..." ucap Alvaro berulang kali sambil terus menggedor pintu kamar Inara.
Beberapa menit kemudian setelah Alvaro terus-terusan menggedor pintu kamar Inara, tak berapa lama terdengar suara pintu terbuka dimana menampilkan Inara dengan pakaian tidur setelan namun dengan panjang celana yang berada di atas lutut. Entah mengapa melihat Inara berpakaian seperti itu membuat Alvaro langsung menelan salivanya dengan kasar.
Sepertinya Alvaro benar-benar telah terangsang, membuat apapun yang di pakai oleh Inara begitu terasa menggoda dirinya. Inara yang melihat Alvaro hanya terdiam sambil menatap ke arahnya dengan aneh lantas dibuat bingung dan juga bertanya-tanya.
"Apa ada sesuatu mas?" tanya Inara dengan raut wajah yang penasaran.
Sedangkan Alvaro yang mendapat pertanyaan tersebut bukannya menjawab malah langsung mendorong tubuh Inara dan mengarahkannya ke dinding dengan cepat. Mendapati hal tersebut tentu saja membuat Inara terkejut bukan main sekaligus bingung dengan apa yang telah terjadi kepada Alvaro.
"Ada apa ini mas? Apa yang kamu lakukan?" ucap Inara dengan raut wajah yang kebingungan.
"Aku minta maaf, aku tidak tahu apa yang tengah terjadi kepadaku saat ini tapi aku benar-benar butuh bantuan mu Ra..." ucap Alvaro dengan raut wajah yang memelas membuat Inara tertegun seketika.
Raut wajah Alvaro benar-benar terasa aneh bagi Inara, apalagi ketika tubuhnya di arahkan ke tembok dan saling berdekatan, ada sesuatu yang aneh di bagian bawa yang tidak bisa Inara deskripsikan saat ini. Benar-benar mengejutkan bagi Inara apalagi ketika mengetahui jika milik Alvaro berdiri dengan tegak dan meminta sesuatu yang telah Inara jaga selama ini.
Inara terdiam dan beradu dalam pemikirannya sendiri, entah mengapa ada sedikit perasaan tak rela dalam dirinya namun juga perasaan senang karena Alvaro masih memintanya dengan baik-baik meski Alvaro begitu menginginkannya saat itu.
"Apa yang kau pikirkan Ra? Bukannya kamu ingin segera pergi dari sini? Inilah saat yang tepat! Lakukan dan selesaikan dengan baik segalanya!" ucap Inara dalam hati sambil menatap ke arah raut wajah Alvaro yang begitu menginginkannya.
"Lakukan mas.. Aku ikhlas..."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments