Piu Piu

Perjalanan setelah bertarung dengan rubah terasa lebih melelahkan dari sebelumnya. Mereka memutuskan untuk tidak terbang lagi karena terlalu menguras tenaga, Neo bilang mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungan, terbang tidak membuat mereka mengenal Hutan Roh Penasaran lebih baik.

Danau dan akademi itu terletak di tepi Hutan Roh Penasaran, dan berbatasan langsung dengan padang kapas yang sebelumnya mereka lewati.

"Menurutmu, para kurcaci itu ke mana?" Rui memperhatikan sekitar, selain desa kecil yang mereka lewati sebelum tiba di Hutan Roh Penasaran, tidak ada lagi manusia di sepanjang perjalanan mereka.

Dunia ini lebih senyap, tidak ada kota besar selain Kota Pubu, mungkinkah penduduknya memang sedikit?

"Kurcaci itu penduduk asli padang kapas, Rui. Mereka pasti kembali ke tempat mereka lagi." Neo melihat petanya, "Aku justru curiga akademi di depan sana bukan akademi biasa."

"Kenapa?" Jian dan Rui bertanya bersamaan.

"Lihat ini," Neo menunjukkan petanya kepada mereka, "Waktu itu aku muncul di Hutan Gumpalan Kuning," Neo menunjuk gambar pepohonan rimbun yang berada di sisi kanan peta, "Dan kalian muncul di Padang Kapas," Neo menunjuk gambar padang kapas yang berada di antara Hutan Roh Penasaran dan Hutan Gumpalan Kuning.

"Lalu kita bertemu kurcaci, di perbatasan keduanya," Neo menunjuk tengah antara Padang Kapas dan Hutan Gumpalan Kuning, "Mereka membawa kita ke Akademi Hudie," Neo membuat garis panjang dari perbatasan Padang Kapas dan Hutan Gumpalan Kuning menuju Akademi Hudie yang terletak di pojok peta.

"Jika akademi yang di tengah ini adalah tujuan kita, dia sangat dekat dengan padang kapas, kenapa kurcaci tidak membawa kita ke akademi yang dekat ini? Kenapa harus membawa kita jauh sekali menuju Akademi Hudie?" tanya Neo.

"Mungkin saja mereka hanya mengenal Akademi Hudie, Neo. Kan tuan mereka adalah Ratu Hudie, mereka rakyat Kota Pubu, dan ratu mereka tinggal di Akademi Hudie." Jian menjawab asal namun tetap masuk akal.

"Mungkin karena lokasinya dekat dengan Hutan Roh Penasaran, mereka mungkin takut." Rui menjawab tidak masuk akal.

Neo menatap kedua temannya jijik, "Jawaban apa itu ?" Neo terlihat geram.

"Lalu, apa kamu punya ide?" Rui bertanya lagi.

"Tentu saja. Kalian harusnya menyadari, peta ini adalah wilayah Kota Pubu, Bahkan jika ada akademi lain, itu adalah akademi-akademi kecil yang tidak masuk ke dalam peta. Dan kita sudah melihatnya satu, di tepi sungai yang kita lewati kemarin itu. Dan akademi yang di depan sana, lokasinya terdaftar dalam peta. Pasti bukan akademi biasa." Penjelasan Neo menggantung.

"Lalu, apakah akademi itu sudah berada di kota lain? Lihat, ada namanya di peta. Itu Akademi Dixia. Mungkinkah itu nama kota juga? Seperti akademi di pojok kiri itu, dia berada di Kota Luse." Jian menunjuk satu akademi lagi di Kota Luse.

"Bukan, Jian. Akademi Dixia ini, masih di Kota Pubu. Namun, peradaban Kota Pubu ada di selatan Akademi Hudie, di wilayah utara, tidak ada perkotaan, hanya ada beberapa desa kecil seperti permukiman para kurcaci di padang kapas. Dan bukankah aneh, sebuah akademi besar berdiri di tengah hutan gersang yang bernama Hutan Roh Penasaran. Kalian tidak curiga itu sengaja ditampilkan Ratu Hudie agar kita mudah mencari pusat kehidupan para arwah yang kita cari?" Neo menatap keduanya bergantian.

"Tunggu, Neo. Bisakah tidak perlu menjelaskan dengan berbelit-belit? Jelaskan saja dengan kalimat paling sederhana, aku dan Jian sulit memahaminya." Rui protes karena Neo menjelaskan terlalu bercabang.

Neo menepuk dahi, "Maksudku adalah, kemungkinan besar akademi ini adalah akademi gaib, Rui. Alias tempat tinggal para arwah penasaran yang tinggal di hutan ini. Itu saja kamu tidak mengerti?" ujarnya gemas.

"Kami mana mengerti, kamu tidak menyebutkan apapun tetang tempat tinggal arwah penasaran." Jian mengangkat bahu, kembali berjalan.

Mereka berhenti sejenak karena mendiskusikan tentang keberadaan akademi yang dianggap aneh itu.

"Baiklah. Yang penting kalian sudah mengerti. Lebih baik kita segera melanjutkan perjalanan kita, kita harus tiba di tepi danau sebelum gelap, lebih baik kita tiba di akademi sebelum matahari terbenam. Hutan seperti ini, pasti berhantu di malam hari." Neo mengusap lengannya yang merinding.

Jian berdecih, "Aku terjaga semalaman demi melindungi kalian yang tertidur lama sekali. Dan hutan ini tidak semenyeramkan namanya."

Neo menggaruk tengkuk, "Anu, Jian. Kupikir kamu tidak benar-benar terjaga sepanjang malam. Aku bangun ketika matahari baru terbit, kamu tertidur sambil duduk di depan api unggun, di sebelahmu ada kucing hitam itu. Dia yang sudah menjagamu semalaman, kamu pasti tertidur di tengah berjaga."

Jian terdiam, "Jika diingat-ingat, aku juga lupa kapan aku tertidur. Aku juga tidak tahu kapan kucing ini ada di sebelahku," Jian mengusap-usap kepala kucing yang terus berada di pelukannya. Dia memutuskan untuk membawanya.

...----------------...

Mereka tiba di tepi danau pukul empat sore. Mereka beristirahat sejenak di tepi danau itu, Neo berpikir untuk menangkap ikan untuk menu makan kali ini.

"Danau ini sangat besar, Neo. Ikan pasti hidup jauh dari tepian danau. Kamu mau menangkapnya sampai ke tengah danau?" Rui menyarankan agar makan apa yang mereka bawa dari akademi saja.

"Kamu tidak bosan makan makanan kering, Rui? Lagipula itu tidak mengenyangkan. Tadi saat istirahat siang, kita sudah makan makanan kering, sekarang saatnya makan makanan yang sebenarnya." Neo melepas jaketnya, kemudian bersiap hendak turun ke air mencari ikan.

Tapi kucing hitam yang dibawa Jian melompat lebih dulu, kucing itu terjun ke dalam air setelah mengeong panjang.

"Hei, kau!" Jian berdiri dengan panik.

"Apa yang mau dilakukan kucing itu?" Neo juga terlihat panik.

"Eh, dia tidak takut air? Kenapa berenang begitu cepat?" Rui menunjuk ke depan.

"Kamu benar, Rui. Dia tidak terlihat seperti kucing normal." Neo menyipitkan mata, kucing itu berenang jauh sekali.

Setelah beberapa menit, kucing itu berbalik menuju mereka bertiga lagi. Tapi kali ini, langkah berenangnya yang sangat cepat membuatnya terlihat seperti berlari di atas air.

"Waw! Dia benar-benar keren!" Neo berseru sambil bertepuk tangan, "Dia bukan kucing biasa, jian! Pelihara saja dia, berikan dia nama, supaya mengenalimu sebagai pemiliknya."

Jian mengangkat bahu, "Entahlah, aku tidak ingin memelihara kucing. Merepotkan. Tapi jika dia bisa mengurus hidupnya sendiri, aku tidak keberatan memberikan tumpangan."

"Hei, lihat yang dia bawa!" Rui berseru heboh.

Kucing itu ternyata membawa banyak sekali ikan di belakangnya. Ikan itu seperti otomatis mengikutinya berlari. Setelah tiba di tepi danau, ikan-ikan itu melompat ke daratan dengan sendirinya, kucing hitam hanya mengambil satu ikan, lalu memakannya sendirian hingga habis.

"Waw," Neo terdiam membeku, "Ini, kebetulan atau memang sudah ditakdirkan?" dia senang sekali memiliki banyak ikan sebelum benar-benar menangkapnya sendiri.

"Ini untuk kami?" Jian mengelus kepala si kucing.

"Meong!" kucing itu mengangkat tangannya ke atas. Muncul sebuah cahaya yang menyerupai tulisan di udara.

"Aku adalah binatang spiritual, Nona Jian memakai Kalung Binatang Magis, aku mengenalimu sebagai tuanku. Nona hanya perlu memberiku nama agar terikat dengan binatang magis yang kamu keluarkan menggunakan energi sihirmu."

Begitu bunyi tulisannya. Jian mengingat kalau kalung ini pemberian Agg. Agg juga memiliki binatang magis.

"Mungkinkah kamu binatang spiritual Agg?" Jian bertanya pelan.

"Meong!" kucing itu mengangkat tangannya lagi. Tulisan yang sama kembali muncul.

"Tidak, Nona. Sebelumnya kamu menggunakan sihirmu dan mengenakan Kalung Binatang Magis, kalung itu menyerap energi sihirmu yang keluar saat bertarung, energi yang diserap itu menghasilkan sebuah entitas sihir yang sama kuatnya dengan pemilik energi asli. Kamu hanya perlu memberiku nama agar terikat dengan binatang magis yang kamu keluarkan menggunakan energi sihirmu."

Jian berpikir lagi, "Jadi, kamu keluar dengan sendirinya dari kalung ini? Karena pertarunganku semalam?"

"Meong!"

"Benar, Nona. Entitas sihir keluar tergantung seberapa besar sihir yang diserap Kalung Binatang Magis. Karena energimu keluar cukup besar karena pertarungan melawan rubah waktu itu, aku memiliki cukup banyak kemampuan yang mungkin tidak dimiliki entitas sihir lain. Kamu hanya perlu memberiku nama agar terikat dengan binatang magis yang kamu keluarkan menggunakan energi sihirmu."

"Kucing ini suka sekali mengatakan kalimat yang sama setiap bicara," Rui berbisik pada Neo.

"Jadi, hanya kamu adalah binatang spiritualku, ya?" Jian tersenyum senang, "Baiklah, aku akan menjadi tuanmu, dan kamu binatang spiritualku! Namamu adalah ...," Jian menggantung kalimatnya, bingung akan memberi nama apa.

"Bagaimana dengan Piu Piu?" Neo memotong.

Jian terkekeh, "Sebelumnya nama itu terdengar aneh, Neo. Karena memang tidak cocok menjadi nama sebuah tongkat. Tapi jika menjadi nama seekor kucing lucu, itu keren sekali! Ya! Namamu Piu Piu!" Jian tertawa kecil.

Meong!

Mereka berdua tersenyum senang dengan kehadiran anggota baru tim petualangan mereka!

Bum!

Tiba-tiba terdengar suara dentuman dari kejauhan. Dentuman itu jatuh ke dalam danau yang menyebabkan gelombang besar.

"Ikan panggangku!" Neo berseru panik sekaligus tidak terima karena ikan panggangnya tersapu ombak besar.

Meong!

Piu Piu mengeong kencang, suaranya nyaris seperti auman hewan buas, suara itu membentuk tameng besar setengah lingkaran, melindungi Jian, Rui dan Neo dari hantaman ombak besar, juga melindungi beberapa ikan yang tersisa.

"Suaranya dari arah Akademi Dixia!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!