Jika sebelumnya Jian menolak Neo di dalam kamarnya, kini Jian sendiri yang menarik Neo masuk. Mereka berkumpul dan saling diam satu sama lain.
"Entah kenapa aku berpikir dunia ini tidak sebaik yang kita kira, Neo," Jian membuka percakapan.
"Apa maksudmu, Jian?" Neo menatap Jian lebih baik.
"Mereka seakan-akan benar-benar meminta kita tetap berada di sini. Menurutmu apakah kita benar-benar harus tetap berada di sini, Neo, Rui? Mengikuti ujian bulanan, lalu mengelilingi Kota Pubu demi benda-benda itu? Dengan mempertaruhkan nyawa? Bagaimana jika salah satu dari kita mati di tengah jalan?" Jian mengeluarkan semua kekhawatirannya.
Rui dan Neo saling menatap, mereka menunduk dalam. "Tapi bagaimana jika benar-benar tidak ada cara lain? Aku memperhatikannya sama sepertimu, Jian. Dan semua orang tidak tahu ada dunia lain di alam semesta ini, hanya Ratu yang mengetahuinya. Mungkin saja kekhawatiranmu benar, dia menipu kita. Tapi apakah itu benar-benar mungkin? Setidaknya kita harus mencoba satu-satunya cara ini," Neo memberikan sarannya untuk Jian. Rui sibuk menyimak keduanya berdebat, karena dalam hal ini, dia tidak bisa memutuskan apapun dan memilih bergantung pada dua orang ini.
"Aku tahu, Neo. Aku hanya membicarakan kemungkinan buruk yang akan menimpa kita jika kita melakukan perjalanan itu. Bagaimana jika salah satu dari kita benar-benar akan mati?" Jian kembali mengulangi pertanyaannya.
"Kamu tidak boleh berbicara seperti itu, Jian! Ratu tidaklah setega itu membiarkan bocah naif seperti kita melakukan perjalanan itu tanpa persiapan apapun. Oleh karena itu, dia membiarkan kita mendaftar di akademi sihir miliknya, mengajari kita bagaimana cara melindungi diri sendiri menggunakan kekuatan magis dalam diri kita yang dia berikan suka rela. Kalau kamu khawatir tentang nyawa, aku bisa berjanji padamu akan melindungi kalian berdua hingga akhir. Aku tidak akan membiarkan kalian dalam bahaya sekecil apapun. Jika kamu memang mengkhawatirkan nyawa, aku juga tidak akan membiarkan kalian mati meski harus aku yang mati!" Neo berdiri dengan sejumlah kalimat bijaknya.
Sebagai satu-satunya laki-laki di lingkaran pertemanan ini, Neo benar-benar harus melindungi teman-temannya. Rui merasa khawatir dengan keputusan Neo yang tidak memedulikan diri sendiri, "Jian. Bisakah kamu tidak memikirkannya? Ayo kita temukan masa depan kita di tengah jalan saja. Jika ini takdir, kita juga hanya bisa mengikuti jalannya saja. Tidak baik membiarkan Neo berkorban untuk kita. Dalam hal ini, kita harus saling mempercayai dan melindungi satu sama lain," Rui menyentuh tangan Jian, berusaha menenangkannya.
"Kenapa kita tidak mencoba mencari jalan keluar kita sendiri tanpa melibatkan orang sini? Kita tidak mengenal siapapun, bagaimana bisa tahu mereka yang kita temui benar-benar baik atau hanya pura-pura? Kamu benar, Rui. Kita harus saling melindungi dan memercayai. Tapi bukan berarti memercayai orang yang baru kita temui sepanjang jalan. Dunia ini bukan tempat tinggal kita, kita harus—"
"Karena itulah, Jian. Jangan keras kepala dan memilih mencari jalan sendiri. Jalan kita sudah ditentukan melalui akademi sihir ini. Kau pikir di luar sana aman? Kamu bahkan tahu ini bukan tempat tinggal kita, bagaimana kamu begitu yakin akan meninggalkan tempat ini tanpa persiapan apapun? Tanpa tahu jalannya?" Neo tidak menyetujui kalimat Jian dan memotongnya begitu saja.
"Kalian, kumohon jangan bertengkar. Kepada siapa aku akan berpihak jika kalian saling bertentangan seperti ini?" Rui menunduk kesal.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak mengadakan pemungutan suara saja?" Jian menatap Rui yang menunduk.
"Rui, menurutmu apakah perkataannya masuk akal?" Neo bertanya pada Rui tanpa basa-basi, "Kau setuju padanya kalau kita harus meninggalkan akademi dan semua kekuatan magis kita? Menelusuri setiap sudut tanpa membawa apapun, dan mengabaikan satu-satunya cara yang sudah kita dapatkan?" Neo menatap Rui sangat serius.
Rui mengembuskan napas panjang, dia menatap Jian yang juga menatapnya dengan penuh harap. Selama ini Rui berpikir Jian sangat menyukai dunia ini, sangat antusias dengan pelajaran sihir. Rui senang jika impian Jian yang sangat ingin berada di dunia fantasi akhirnya terwujud di kondisi yang sangat tidak mungkin ini.
Rui tidak tahu kalau Jian juga menyimpan kecurigaannya pada Kota Pubu yang seperti sengaja ingin mengurung dan membuat mereka mati di dunia ini. Jian tidak ingin melakukan perjalanan ke Hutan Roh Penasaran dan Gunung Es Keabadian. Rui memahaminya, siapapun tidak akan mau melakukan perjalanan ekstrem yang menantang nyawa ini. Terlebih mereka hanya anak kelas dua SMA yang tidak sengaja terjebak di sini. Rui sangat memahaminya, dia juga tidak ingin melakukannya.
Tapi perkataan Neo jelas lebih masuk akal dan harus dipertimbangkan, meninggalkan dunia yang kemungkinan memiliki banyak bahaya ini harus memiliki persiapan. Tidak ada manusia yang tidak mengerti sihir di sini, minimal, mereka harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan orang-orang di sini.
"Maaf, Jian. Tapi sepertinya kamu juga mengetahuinya, Neo benar, kalimatnya masuk akal. Bukannya aku tidak membelamu lagi, tapi aku hanya tidak ingin membahayakan diri kita masing-masing. Lebih baik kita melakukan ujian bulanan itu dan berlatih sihir dengan sungguh-sungguh, saat waktunya tiba, kita juga tetap harus mencoba satu-satunya cara ini. Tidak perlu takut kehilangan nyawa, berjanjilah kita akan melindungi nyawa satu sama lain. Kita akan baik-baik saja," Rui tersenyum penuh arti, dia memeluk Jian yang meneteskan air mata.
"Rui, aku merindukan orang tuaku," Jian membalas pelukan Rui.
"Kamu tidak marah kan, Jian? Mari kita berlatih sihir dan mencari jalan pulang kita. Setelah itu, kita akan bertemu orang tua kita lagi," Rui terus berusaha menenangkan Jian.
Neo menghela napas, "Karena keputusan sudah seperti ini, kita tidak boleh mundur lagi. Aku sudah berjanji akan melindungi kalian bagaimanapun caranya. Mari kita mencari peruntungan kita di tengah jalan."
Neo meninggalkan kamar Jian dan Rui tanpa mengatakan apapun lagi. Rapat ini menguras emosi. Rui meminta Jian untuk segera beristirahat.
Saat tengah malam, Rui menatap Jian yang sudah tertidur lelap, dia tersenyum tipis, "Aku juga rindu kehidupan normal kita, Jian. Makan bakso di kantin, menontonmu menjelaskan di depan kelas, mengganggumu membaca komik, dan semua yang selalu kita lakukan bersama-sama. Kamu tenang saja, kita hanya butuh sedikit waktu untuk kembali pulang. Kuharap, kamu bisa menggunakan sedikit waktu itu dengan baik di dunia ini. Di tengah jalan yang masih jauh dari tujuan ini, kita masih harus bersenang-senang terlebih dahulu."
...----------------...
Semua murid kelas satu sudah berkumpul di lapangan. Ini adalah pelajaran terbang di atas tongkat sihir. Setelah melihat satu persatu wajah murid-murid yang hadir, Rui tidak melihat wajah Neo yang mencolok itu.
"Mungkinkah Neo kesal karena berdebat dengan Jian semalam?" dia bertanya dalam hati. Rui menatap Jian yang sudah tidak semangat seperti hari-hari kemarin.
"Jian, apa kamu melihat Neo?" Rui memutuskan bertanya pada Jian.
Jian hanya mengangkat bahu.
"Jian, apa kamu masih kesal karena semalam?" Rui menyentuh pundak Jian.
"Aku tidak kesal. Hanya saja tidak ingin berurusan dengan bajingan itu dulu." Jian menjawab datar.
Terlihat Sue dan Tomu mendekati mereka, "Pagi, Kawan. Kalian tidak ikut bersama Neo?" sapa Sue.
"Memangnya Neo di mana?" Rui bertanya karena Jian memilih tidak bersuara.
"Eh, jadi kalian memang tidak bersamanya?" Tomu bertanya terkejut, "Kami melihat Neo menemui Master Hudie tadi malam. Kulihat dia sedang mengambil kelas tambahan khusus bersama Master Hudie."
"Lalu dia baru kembali pukul tiga dini hari," Sue menambahkan.
"Master Hudie memanggilnya lagi pagi buta. Sekarang mereka sedang berlatih di Aula Istana. Kudengar Kelas satu A akan dibagi menjadi tiga dan dimasukkan ke masing-masing kelas satu yang lain," Tomu melanjutkan cerita Sue.
"Kenapa?" Jian bertanya.
"Jika sudah separah itu, apalagi? Master pasti sudah menerima Neo sebagai murid tunggalnya. Dia beruntung sekali." Sue melipat lengan di depan dada.
Jian dan Rui saling tatap, "Dia benar-benar belajar dengan serius, Jian. Dia melakukannya demi melindungi kita." Rui berbisik, "Kamu tidak perlu kesal padanya lagi, Jian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments