Ratu Hudie

"Salam, Ratu!" para kurcaci bersimpuh di depan ratu mereka, Jian dan Rui mengikuti, tapi Jian harus memukul lutut Neo terlebih dahulu agar Neo ikut berlutut bersama mereka.

Ratu menyuruh para kurcaci keluar. Tampilan ratu cantik ini sepertinya tidak sesederhana yang dilihat. Neo menatapnya tanpa berkedip selama puluhan detik.

"Apa yang kalian butuhkan hingga mencariku?" Ratu bertanya pada Jian, Rui dan Neo.

Alih-alih menjawab, Rui menyikut Neo agar segera menjelaskan situasi mereka kepada Ratu. Neo justru menyikut Jian agar menjelaskannya lebih dulu.

Jian berdecak, "Kalian tidak bisa diandalkan!"

Ratu memperhatikan anak-anak di depannya yang malah bertengkar saling melempar penjelasan. Hal itu membuatnya jengkel, tapi dia tidak bisa membuat anak-anak ini takut di hari pertama mereka bertemu dengannya. Itu akan membuatnya sedikit kehilangan kepercayaan dari segelintir rakyat kecil ini.

"Yang rambut pirang, kamu saja yang jelaskan. Apa yang membuat kalian berani mendatangi istanaku?" Ratu menunjuk Rui untuk menjelaskan.

"Eh, aku?" Rui terkejut karena dirinya ditunjuk untuk menjelaskan, "Biasanya Jian yang selalu ditunjuk untuk menjelaskan," Rui berbisik kepada Neo.

"Kali ini berbeda, Rui. Kau jelaskan saja, lagipula aku tidak tahu bagaimana kalian masuk, kan?" Neo menjawab.

Rui berdeham, "Begini, Ratu ...," Rui menceritakan semua kejadian saat mereka masih berada di perpustakaan sekolah mereka, hingga tiba-tiba berada di padang rumput kapas saat membuka pintu ruangan teater. Neo menambahkan kalau dia bahkan terjatuh di atas gumpalan kuning terang yang menjijikkan.

Ratu masih berusaha memahami cerita anak muda ini, "Tampaknya kalian tersesat jauh sekali," Ratu menatap mereka bertiga dengan tatapan iba.

"Eh, dia memahami bahasa kita tanpa memerlukan sihir atau penerjemah," Jian berbisik kepada Neo.

"Dia Ratu, Jian. Meski tidak tahu namanya dan tidak ada dalam sejarah, dia pasti lebih hebat dari Ratu yang kita pikirkan karena dia seorang penyihir," Neo balas berbisik.

"Sayangnya, aku hanya punya satu solusi untuk masalah kalian ini," Ratu berdiri, kemudian menghampiri ketiga anak itu dan menatapnya dari dekat satu-persatu.

Tangan kanannya teracung ke atas. Sebuah petir menyambar, atap ruangan luas itu terbuka, petir menerobos masuk.

Rui membulatkan mata, "Apa itu?!"

"Tahan rasa sakitnya, Anak-anak. Jika kalian ingin pulang!"

Neo segera memejamkan mata, mulutnya meringis karena rasanya benar-benar seperti tersambar petir.

Selang beberapa menit lamanya, petir itu sudah selesai menyambar mereka. Jian mengintai, "Eh, aku masih hidup?"

"Petir itu tidak akan membunuhmu, Anak Muda," Ratu menjawab celetukan Jian.

"Ini adalah identitas Akademi Sihir Hudie. Kalian akan belajar sihir selama beberapa minggu di akademi sihirku. Dengan identitas sihir ini, kalian bisa menggunakan elemen sihir kalian. Juga memiliki hewan magis sendiri," Ratu menjelaskan singkat.

Rui terlihat cemas, "Jian, bukankah ini berarti kita tidak bisa pulang? Kenapa dia memberi kita Identitas Penyihir?" Rui berbisik pelan.

"Karena hanya ini satu-satunya cara agar kalian bisa pulang. Dengan cara berlatih sihir, lalu menjelajah seluruh sudut Pubu untuk mencari tiga benda pusaka ajaib yang bisa mengirim kalian pulang," Ratu mendengar bisikan Rui, dia menjelaskan dengan sabar kepada anak-anak naif ini.

"Eh, benda pusaka apa?" Neo yang bertanya.

"Itu berupa jam pasir. Aku sendiri kurang tahu letak spesifiknya di mana. Tapi dia ada di Hutan Roh Penasaran. Arwah para penyihir yang sudah mati menjaganya. Mereka membentuk sebuah Kota Arwah yang sangat besar untuk menampung arwah-arwah penyihir yang tidak dijemput keluarganya saat mereka mati. Penyihir mati itu ditakdirkan untuk menjaga Jam Pasir selama sisa mati mereka."

Rui menyikut lengan Neo, "Biasanya selama sisa hidup kan, ya?" bisiknya.

"Arwah-arwah itu tidak lagi hidup, Rui. Mereka sudah mati tapi masih menjalani misi di dunia bahkan setelah mati, mereka melakukan tugas itu selama sisa mati mereka." Neo terus memperhatikan Ratu yang dengan sabar menjelaskan kepada mereka. Bahkan menampilkan sihir yang bisa membuat mereka melihat Hutan Roh Penasaran di depan mereka, seperti layar hologram berwarna.

"Benda kedua ada di Gunung Es Keabadian. Itu adalah tiga buah lilin keabadian yang tidak pernah padam meski dihujani salju dan badai es selama ribuan tahun. Kau harus mengambilnya setelah mengambil Jam Pasir." Ratu menampilkan Gunung Es Keabadian di depan mereka.

Rui menggigil, "Gunungnya menyeramkan, Jian."

"Setelah mengambil dua benda itu, kau harus segera menuju tempat ketiga. Yaitu puncak Gunung Es Keabadian. Di sana, ada gua gelap yang akan membuat kalian tersesat karena diri kalian sendiri. Jam Pasir dan Lilin Keabadian akan memperingatkan kalian batas waktu kalian berada di dalam gua itu. Jangan sampai pasirnya habis. Jangan sampai energi magis di dalam lilin mengecil karena aura gelap di dalam gua. Sebelum itu semua terjadi, kalian harus menemukan sebuah kunci. Jika tidak ... kalian selamanya terjebak," Ratu menampilkan Gua Gunung Es Keabadian. Juga menampilkan kunci seperti apa yang harus mereka ambil.

Rui menelan ludah. Terjebak? Itu menyeramkan sekali.

"Setelah itu, akan ada kotak kecil berwarna perak yang akan jatuh bersamaan dengan menghilangnya gua itu. Kalian perlu membukanya bersama-sama dengan kunci yang kalian temukan. Lalu antarkan benda di dalam kotak itu kepadaku, aku akan membantu kalian mengaktifkan formasi portal dimensi menggunakan Pusaka Ajaib Kota Pubu yang sudah ribuan tahun disegel."

Jian, Rui dan Neo saling menatap, "Benda itu disegel sekian lama. Akhirnya akan dibuka kembali oleh kami yang antah-berantah asalnya."

"Pergilah beristirahat, di ujung lorong sana, kalian akan menemukan portal teleportasi menuju kamar asrama kalian. Yang laki-laki di kamar terpisah!"

Jian dan Rui mengangguk, "Terima kasih atas bimbingan Ratu."

"Panggil aku Master Hudie saat di Akademi nanti. Kalian harus memakai seragam yang tersedia di asrama, jangan gunakan seragam jelek itu. Lalu datang sebelum matahari terbit."

"Jadi namanya sama dengan nama akademinya ...," Rui berbisik lagi.

...----------------...

Asrama penyihir ini sama menakjubkannya dengan ruangan besar milik Ratu Hudie. Jian dan Rui mendudukkan pantat di atas ranjang yang empuk. Mereka melihat interior kamar asrama yang menyenangkan ini.

Perkataan Neo sepertinya benar, di kamar ini tidak ada jendela, ventilasi, apalagi semacam kipas angin dan AC. hanya ada dinding transparan dari kaca raksasa di sekeliling mereka.

"Menurutmu, apakah mereka yang di luar bisa melihat kita di dalam, Rui?" Jian bertanya, dia memperhatikan murid-murid sekolah sihir yang memakai seragam keren serta memegang tongkat sihir.

"Sepertinya tidak bisa. Kau pikirkan saja, di dunia kita ada kaca yang terlihat hitam dari luar, namun dari dalam kita bisa melihat ke luar. Apalagi di dunia ini?" Rui menjawab pertanyaan Jian.

"Hei, kalimat itu seperti terdengar dari mulut Neo."

Rui nyengir lebar, "Neo memberitahuku saat kita melewati lorong-lorong panjang itu. Bukankah dindingnya sama seperti di kamar ini?"

Jian mengangguk, "Baiklah, tidak mungkin kamu mengatakannya sendiri. Tapi, di mana kamar mandinya? Kita sudah berapa hari tidak mandi? Dan hanya memakai seragam sekolah kita. Kita harus mandi dan segera istirahat. Master Hudie menyuruh kita berkumpul besok pagi, kan?" Jian menjelajah isi kamar, mencari keberadaan kamar mandi.

Terlihat pintu kecil di pojok sana. Jian membukanya, wajahnya tampak bersemangat, "Ini kamar mandi, Rui. Ada toilet juga!"

Jian segera memasuki kamar mandi. Di dalamnya ada beberapa jubah mandi. Jian keluar dengan jubah mandi itu. Saat Rui bergantian masuk ke kamar mandi, Jian mengganti pakaiannya dengan pakaian yang tersedia di kamar asrama penyihir.

Tok tok tok!

Jian membuka pintu, di depannya berdiri seorang Neo yang nyengir lebar, "Kamarku sepi sekali, Jian. Bisakah aku bergabung dengan kalian?"

Jian merekatkan giginya gemas. Lantas menutup pintu dengan begitu keras, membuat Neo nyaris kehilangan hidungnya, sekarang meskipun hidungnya selamat, dia berwarna merah dan terasa sakit.

"Jian, kamu menyakiti hidungku," Neo bergumam dari balik pintu.

"Terserah kamu! Lagian siapa yang memintamu datang? Ini kamar khusus perempuan, jika ingin masuk, setidaknya jadilah perempuan terlebih dahulu!"

Jian membaringkan tubuhnya di ranjang. "Ini sangat nyaman."

Jian merenung, dia tidak pernah berpikir akan masuk ke dalam dunia yang sering dia lihat di komik yang sering dia baca. Entah bagaimana nasib mereka di dunia ini. Tidak ada keluarga, tidak ada kerabat, hanya mengandalkan teman satu sama lain.

Terpopuler

Comments

Iyan

Iyan

wkwk ntar kaya orang flu dah

2023-07-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!