Mengungkapkan Perasaan

"I look forward to our next meeting... (blablabla)... It was a pleasure seeing you. Hope you have a wonderful day."

Ih, cara ngomongnya sok kegantengan banget!

"Aaaa... " cewek-cewek di kelas gue pun sontak sama-sama ngeluarin suara lemes. Mereka ga suka waktu bersama si Eengaas ini kelar.

Gue pun menaikkan sebelah bibir gue, sangking mau muntahnya. Tapi, akhirnya acara TePe-TePe alias tebar pesona Bang Eengaas selesai juga. Soalnya, sekarang jam pelajaran berganti.

Setelah guru meninggalkan kelas, cewek-cewek mulai membentuk circle kecil-kecil buat ngerumpi. Cuma gue sendiri kayanya cewek elegan di sini yang ga ngelakuin itu. Satu-satunya cewek yang menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan. Memang haram kan tu orang, kaya baabii.

Heran gue, kenapa ada fenomena alam kaya gini? Apakah ini adalah warisan budaya leluhur dari zaman abad renaissance, yang udah ga mau tahu lagi halal-haramnya sesuatu?

Jelas-jelas dia itu haram, ellaaah! Matanya yang disipit-sipitin dengan tatapan ala-ala pria punya selera, sudut bibirnya yang tipis-tipis menyimpul lengkung dan sesekali dijilat, tangannya yang sering menyeka rambut dari dahinya. Anjir, malah kebayang kan sama gue!

Apa cewek-cewek di sini ga ada yang sadar dengan karakter mesum Bang Eengaas?

Gue pun melirik ke sohib gue, Helen, yang duduk di sebelah gue. Idih, doi senyum-senyum sendiri gitu. Gue pun menaruh telapak tangan gue ke jidat doi terus setelahnya gue pegang pantaat gue.

"Eh, Kambing! Lu nyama-nyamain kepala gue sama pantaat?" protes Helen.

"Bukan. Ini cara konvensional buat menakar suhu. Kalau jidatlu sama hangatnya dengan pantaat gue, berarti lu lagi demam," kata gue.

"Teori darimana itu? Sembarangan aja lu!" balas Helen.

"Gue kan pencetus segala teori, ege. Lagian lu ngapain senyum-senyum sendiri gitu sih? Kan gue jadi khawatir, apa lu lagi sakit gitu," jelas gue.

"Ih lu peduli ternyata," kata Helen yang langsung meluk gue.

"Apa nih? Apa nih? Ada maunya nih?" ucap gue sambil agak bergeser menghindari pelukannya. Ni anak memang paling gampang asal-asal peluk. Ga tahu apa, orang tuh jadi geli kalau dikit-dikit dipeluk.

"Hihi... Jam istirahat nanti dengerin curhatan gue ya?" Helen tersenyum lebar kaya sapi lagi mamerin semua gigi-giginya.

"Ampun gue. Bener tebakan gue." Gue cuma bisa tepok jidat yang mau ga mau keinginan doi harus gue turutin. Namanya sohib sebenarnya ga masalah kalau curhat-curhatan, tapi masalahnya kalau udah pakai mukadimah kaya begini nih...

Nanti dengerin curhatan gue, katanya. Ini sebuah mukadimah yang mengawali panjangnya manuskrip yang bakal diperdengarkan dengan tanda bacanya koma semua. Kecepatan bicaranya nanti bakal 400 Knot, udah kaya pesawat jet yang lewat. Yang ada pecah gendang telinga gue ntar.

Waktu pun berganti. Jam pelajaran ke sekian telah berakhir.

KRIIIIING...

Akhirnya istirahat juga!

Eeeeeng... Gue pun ngulet setinggi-tingginya tangan gue mau menggapai cita-cita gue. Setelah ngulet gue pun lemes karena sadar kalau masa muda gue sirna. Gimana ga sirna, kan di usia gue yang secemerlang ini gue udah nikah. Sialnya lagi nikahnya sama jelmaan Jiraiya, apes gue!

Helen pun gercep banget ngajakin gue ke kantin. Setelah kami berdua duduk dan segala sesajen udah ada di atas meja, cerita pun dimulai.

Cerita dimulai dengan sejarah Helen ngejomblo sejak beberapa abad yang lalu, dan akhir cerita ujung-ujungnya...

"Kayanya Pak Bagas itu jodoh gue deh, Cel. Gue yakin banget, seyakin-yakinnya. Soalnya gue yang pertama kenalan sama dia! Jadi tadi pagi... "

"Tadi pagi lu dapat tugas dari wali kelas disuruh ngambil LJK anak-anak, terus tanpa sengaja berpapasan sama guru ganteng itu, terus kenalan. Doi memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswa magang di sini." Gue menyambar cerita Helen dengan mengulangi kata-katanya. Anjir, gue sampe hafal gini!

"Betul banget! Ih lu kok tahu? Lu anak indihome ya?" kata Helen sumringah.

"Indigo! Malah jadi indihome. Ga perlu jadi indigo, Len. Lu udah ngulang-ngulang bagian itu berapa kali? Sejak mukadimah sampe sekarang bagian itu ada mulu, gimana gue ga hafal!" kata gue.

"Hihi... Iya ya? Lupa." Helen nyengir sapi.

"Lu kan lebih jago Bahasa Inggris dibandingin gue, lu jangan nikung gue ya Cel? Pak Bagas buat gue aja," bujuk Helen.

"Gue? Nikung elu? Ngerebut orang itu dari lu? Hahaha... Lu becanda? Enggak bakal lah! Ambil aja buat elu, gue ogah," jawab gue.

"Justru dengan kekuranganlu di Bahasa Inggris bisa lu manfaatin buat ngedeketin doi, Len," lanjut gue.

"Ha? Gimana? Gimana?" Helen belum paham.

"Ya, lu kan ga jago Bahasa Inggris nih. Lu deketin aja tu orang buat ngajarin lu lebih intens. Bilang aja, nanti kalau lu ga diajarin sama doi, nilai lu yang jatuh bisa bikin pencapaian ngajarnya doi rendah," jelas gue.

"Ih beneeer! Gue pake cara lu. Yess!" Segitu senengnya Helen, ya ampun. Si Eengaas pakai pelet apa sih? Heran gue.

Ga lama dari itu, tiba-tiba mata gue menangkap sesosok makhluk dari surga. Aduh, rasanya sekarang gue meleleh kaya es krim corn yang muncung tegak dan lama-lama longsor. Ngoeeeeek...

Gue menjepit kedua pipi gue dengan telapak tangan gue sambil ngelihatin tu makhluk lewat. Sekeliling gue mendadak bergerak lambat, angin berhembus membelai-belai poni yang ada di keningnya. Nah, kepalanya gerak buat ngibasin rambutnya. Aaaa... lemes gue.

Helen pun melambai-lambaikan tangannya di depan muka gue. "Hem, lu naksir sama doi ya? Sadar diri napa, Cel! Lu siapa? Lu ga takut jadi musuh abadi seluruh cewek di sekolahan kita ini?"

Bener, ucapan Helen bener banget. Gue siapa? Seleb, bukan. Juara olimpiade, bukan. Leader geng, bukan. Boro-boro leader, punya geng pun enggak.

Ta-tapi, dia menghampiri gue! Oke, kalau doi nembak gue, gue akan menelan semua konsekuensi meskipun gue berpredikat sebagai musuh abadi cewe-cewek di sekolah ini!

"Hai, Celine..." Anjir, nama gue disebut! Tapi, wajar sih, soalnya pasti dia udah tahu nama gue. Waktu kelas sepuluh kan kami pernah sekelas. Sebagaimana gue mengenal dia, cowok bernama Brian dan kami hanya sebatas teman sekelas yang ga akrab.

"Cel!" panggil Helen yang menyadarkan gue dari lamunan gue.

"Eh, sorry sorry. Hihi." Bisa-bisanya gue bengong di depan dia. Anjiir, kalau gue kelihatan beego tadi gimana dong?

"Hai, Len."

"Hai, Brian."

Kayanya barusan Brian ngebuang lirikannya deh, kaya nyuruh Helen pergi.

"Cel, gue tinggal dulu ya? Gue kebelet," kata Helen. Nah, bener kan apa kata gue.

"Eeeh... Lu jangan kabur, sesajen lu belum lu bayar!" Sebenarnya gue ga mempermasalahkan makanan yang belum dia bayar, tapi gue grogi kalau ditinggal berduaan sama Brian.

"Tenang napa, ege! Ntar gue balik lagi, oke?" balas Helen.

"Oke, " jawab gue.

"Emh, Celine...". Brian memulai obrolan. Aduh! Jantung gue mau meledak! Jangan tembak gue di sini sekarang! Gue belum siap! Siapapun, tolong gue. Toloooong!

Terpopuler

Comments

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

bisa pingsan klau di tembak dari ayang Bagas🤣

2023-06-19

0

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

🐊⃝⃟ ⃟🍒⁰¹

seketika Langsung Blang ya 😂😀

2023-06-19

0

☠ᵏᵋᶜᶟ 𝑪𝒐є"s

☠ᵏᵋᶜᶟ 𝑪𝒐є"s

heleeeehhh.... sok te'uuuuu loe celine..... dah ngeh aku z si brian mo nmbak loe... 🤣🤣🤣🤣

2023-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!