MATI RASA
Bau disinfektan begitu menyengat menyapa indera penciuman. Aroma obat-obatan menyebar di ruangan dengan dinginnya AC menyapa kuat.
Kamar dengan nuansa putih bersih tertangkap pandangan yang sudah tidak asing lagi dalam pandangan.
Satu objek yang sama sedari tadi terus menjadi pusat perhatian seorang wanita berbaring di atas ranjang. Denyutan rasa sakit di pergelangan tangan serta pusing di dalam kepala menyapa begitu kuat.
Kain kasa melilit pergelangan tangan sebelah kiri menjadi saksi seperti apa kejadian yang pernah terjadi. Semua beban hidup yang menumpuk terlihat jelas dari sorot mata menyayat dari sepasang jelaga di sana.
Kedipan demi kedipan mata dilakukan berulang kali tanpa adanya ekspresi berarti.
Ini bukan pertama kali kejadian mengerikan itu dilakukan. Seolah sudah terbiasa ia tidak merasakan apa pun lagi.
Tidak lama berselang pintu ruang inap dibuka perlahan. Seorang wanita berambut sebahu dengan anting menjuntai di kedua telinga masuk ke dalam.
Suara heels dari kaki jenjang mengalun dan bergema di sana. Tanpa ada minat, sang pasien hanya terus memandang langit-langit tidak mengindahkan keberadaan orang lain.
"Apa yang sudah kamu lakukan lagi kali ini? Bagaimana bisa kamu melakukan hal sama untuk kedua kali?" tanya wanita tadi duduk tepat di samping ranjang.
"Aku Naura, adik dari tuan ayahmu, apa kamu lupa? Cahaya, apa yang-"
Wanita bernama Naura tadi menghentikan ucapannya seraya berpaling ke samping sekilas. Ia menghela napas kasar dan melipat tangan di depan dada.
Kejadian yang sama terus terulang, selama ini ia menjadi penanggungjawab seorang Cahaya. Ia tidak tahu apa sedang dipikirkan wanita lebih muda darinya ini.
Namun, yang jelas Naura sadar kehidupan kelam menjadi satu-satunya alasan.
"Aku tahu apa yang terjadi di keluargamu, untuk itu... aku datang ke sini ingin membicarakan sesuatu. Kamu tahukan putra bungsu keluarga Reynold? Mereka ingin kamu-"
"Tidak, terima kasih. Aku sama sekali tidak ingin terlibat dalam hubungan apa pun dengan siapa pun," potong Cahaya cepat.
Cahaya Jelita Jaharah, wanita berusia dua puluh lima tahun itu menatap kosong langit-langit rumah sakit. Ini kedua kali dalam setahun ia terdampar di sana dalam kasus yang sama.
Pergelangan sebelah kiri yang terlilit kain kasa dengan obat merah sebagai pertanda ada jahitan luka di sana menjadi saksi bisu.
Tanpa rasa bersalah ataupun menyesal, Cahaya melakukan itu dua kali berturut-turut. Dokter yang menanganinya sampai menggelengkan kepala, sudah terlalu banyak jahitan luka baik fisik maupun batin dideritanya.
Peristiwa demi peristiwa terus hadir menghantam hidupnya yang semula baik-baik saja.
Cahaya adalah seorang anak dari pasangan Pelangi dan Arkana, sebuah keluarga sederhana yang hidup berdampingan saling mengasihi.
Namun, kehidupan keluarga cemara mereka hancur berantakan saat badai menerpa. Hujan, kilat, petir, saling menyambar bersahut-sahutan.
Kapal yang berlayar di lautan lepas seketika tersapu ombak ganas hingga mengakibatkan semuanya luluh lantak.
Di dalam keluarga itu hanya Cahaya satu-satunya sebagai pelengkap juga korban keegoisan. Terlalu banyak lika-liku yang tejadi padanya, hingga membuat ia memilih untuk menghilang dari dunia.
Luka yang teramat besar di relung hati memberikan kegelapan tiada akhir sampai menutupi rasa simpati.
Sudah dua tahun Cahaya hidup dengan bayang-bayang kelam. Masih segar dalam ingatan bagaimana kejadian-kejadian tidak diharapkan menimpa ayah dan ibu menerjang begitu kuat.
Masih jelas bagaimana rasanya hidup bersama seorang ayah yang sudah kehilangan nyawa. Ia hanya bisa bertahan dalam kengerian.
"Kamu tahu Cahaya, siapa orang yang selama ini memberikan pasongan untukmu bisa terus bertahan hidup? Aku... aku yang sudah membiayai mu selama ini. Tidakkah kamu berterima kasih?" tutur Naura menyadarkan.
"Aku tidak pernah meminta siapa pun untuk membiayai hidupku. Karena aku berharap hidup ini selesai selamanya." Cahaya pun menutup mata enggan melihat terangnya lampu di ruang inap itu.
Naura terkesiap, tersadar jika terlalu banyak luka yang tumbuh di jurang kehidupan seorang Cahaya. Wanita yang biasanya memberikan senyum terbaik kini redup tidak tersisa apa pun.
"Kamu... benar-benar sudah mati rasa, Cahaya," kata Naura lagi.
Cahaya hanya diam tidak menanggap perkataan Naura, tetapi mengiyakan ucapan wanita di sampingnya dalam keheningan.
"Apa kamu tidak ingin melihat kebenarannya?"
Cahaya tegang beberapa saat memikirkan apa yang baru saja dikatakan sang lawan bicara.
...***...
Ibu kota masih dipadati dengan segudang aktivitas. Orang-orang terus melakukan pekerjaannya guna mencapai kesuksesan.
Banyak kendaraan mewah berlalu lalang di jalanan. Semua orang sibuk dengan segala kegiatan yang menguras energi.
Indahnya kehidupan kota, kebebasannya yang semakin marak, serta kelamnya dunia malam, menjadi ciri khas tersendiri.
Di salah satu hotel mewah terletak di tengah-tengah kota, dua insan tengah memadu kasih bersama.
Mereka tiduran di atas kasur dengan hanya dihalangi oleh selimut tebal. Pria menawan dengan wajah tampan bak pangeran tengah memeluk erat tubuh semampai seorang wanita cantik.
Keduanya sama-sama polos tanpa mengenakan sehelai benang pun. Punggung tegap sang pria bersandar di kepala ranjang dengan wanita itu tiduran di dada bidangnya.
Elusan demi elusan lembut di rambut panjang menjuntai nya membuat sang wanita nyaman. Kelopak mata yang semula menutup perlahan terbuka menampilkan sepasang iris kebiruan bening memandangi rahang tegasnya.
"Jadi, kapan Mas akan menikahi ku? Apa Mas cukup hanya dengan hubungan seperti ini? Apa Mas tidak menginginkan aku lebih dari ini?" tanyanya terus menerus.
"Hei... Sayang, tidak seperti itu. Kamu tahu, Fiona... tidak ada siapa pun di hatiku selain kamu. Jadi, jangan berpikir berlebihan, aku hanya... menunggu waktu yang tepat saja," balasnya masih mengelus puncak kepalanya sayang.
"Tapi Mas Zaydan-" Fiona bangkit dari berbaring menghadap langsung pria bernama Zaydan, kekasihnya.
Mereka sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Meskipun keduanya telah saling terbuka dalam segala hal, tetapi hubungan itu masih berjalan di tempat.
Fiona menginginkan hal lebih dari kekasih tercintanya, mengingat teman-teman sebaya sudah banyak yang menikah, ia terkadang iri dan menginginkan sebuah keseriusan dari pria tercinta.
"Shut, jika waktunya sudah tiba, aku pasti melamar mu. Kamu sendiri kan yang menginginkan menikah di sebuah pulau? Aku sedang mencarinya sekarang dan... aku akan memberikan kejutan yang tak terlupakan untukmu," jelas Zaydan mengelus pelan pipi sebelah kanannya lembut.
Manik Fiona melebar mendengar penuturan tersebut. Wajahnya pun merona tidak sabar menunggu kejutan yang hendak diberikan sang pujaan kepadanya.
"Benarkah? Kalau begitu aku akan menunggunya dengan sabar." Ia kembali melemparkan diri memeluk erat tubuh kekar Zaydan.
Pria itu kembali membalasnya erat dan memberikan kecupan hangat di puncak kepalanya.
Malam semakin larut, selepas melakukan aktivitas melelahkan, mereka pun menyelami mimpi masing-masing.
Namun, sebelum kesadarannya hilang, ponsel di atas nakas bergetar. Zaydan menggapai-gapainya pelan dan menemukan benda pintar dan membawanya.
Di sana tertera nama adik dari sang ayah, dengan malas ia menerima panggilan telepon itu.
"Em, iya ada ada tan?" tanyanya langsung.
".........................."
Mendengar penjelasan dari orang di seberang sana sontak membuat Zaydan bangkit dari tidur. Kedua mata kelamnya melebar sempurna, tidak percaya.
"Apa tante bilang? Benarkah itu? Bagaimana bisa?"
Wanita yang berada di balik ponsel menjelaskan segala sesuatunya. Zaydan berang dan meremas ponselnya dengan kuat.
Tidak lama kemudian panggilan pun terputus, ia menoleh ke samping kiri melihat Fiona tengah terlelap. Ia lalu mengusap wajahnya gusar, tidak menyangka bisa mendapatkan kejadian tidak terduga seperti itu.
"Bagaimana mungkin? Apa pria tua itu tidak punya rasa bersalah? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Dua tahun lalu... apakah tidak cukup?" racau nya seraya berdecak sebal.
Ia melemparkan ponsel ke atas nakas lagi dan berusaha untuk kembali tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
SᴏᴏBɪɴ🎐ᵇᵃˢᵉ
Mampir kakak😊😊
2023-11-27
1
Alkenzie
semangat cahaya, demi ayah mu yang telah berkalang tanah. Aku mampir kak, singgah di cerita ku ya 💖
2023-06-13
0
Mety Nailla
masih misteri..🤔
2023-05-28
0