Ketegangan sangat jelas terlihat di wajah cantik nan rupawan wanita berusia tiga puluh delapan tahun di ruang kerjanya. Rambut panjang ikal yang terurai, serta pakaian formal melekat di tubuh semampai nya menarik perhatian. Kesan anggun nan cantik begitu pantas disandingkan dengan sosok ini.
Aroma harum dari parfum bermerek dengan harga fantastis begitu merebak ke penciuman sang lawan bicara.
Ia duduk dengan elok seraya melebarkan senyum, tetapi tidak sedikitpun menghilangkan kecemasan di wajahnya. Di dalam dadanya begitu bergemuruh takut sesuatu hal tidak diinginkan terjadi.
Naura khawatir jika tadi Cahaya bertemu dengan Zaydan dan Fiona. Kedua orang itu sudah menemuinya beberapa saat lalu meminta konsultasi mengenai hubungan mereka.
Namun, tanpa diduga keberadaan keduanya bertepatan dengan kedatangan Cahaya. Naura yang hendak menyusul mereka makan malam bersama pun mengurungkan niat.
Ia takut akan terjadi kesalahpahaman di antara pasangan suami istri tersebut, tetapi sampai detik ini keponakan iparnya masih belum mengatakan sepatah kata.
Ia bahkan juga tidak menduga jika sang keponakan masih berhubungan dengan aktor di bawah naungannya. Ia tidak habis pikir bagaimana jadinya pernikahan di atas kertas Cahaya dan Zaydan sampai diketahui Fiona, maka perang dunia kedua akan terjadi, pikirnya.
Sampai saat itu tiba, Naura berharap Zaydan sudah mengakhiri hubungannya dengan Fiona. Karena bagaimanapun juga sang kakak, tidak mengizinkan putra bungsunya sampai meninggalkan Cahaya.
"Nya... Nyonya!" Panggil Cahaya beberapa kali saat melihat wanita itu melamun.
Mendengar seruannya, sontak Naura terperanjat. Ia bangun dari alam bawah sadar dan sepenuhnya mengalihkan atensi pada Cahaya.
"Iya? Apa ada yang bisa Tante bantu? Jangan panggil Nyonya, kita sekarang sudah menjadi satu keluarga," balas Naura kembali melemparkan senyum ramah.
Kata-kata menenangkan tersebut tidak semerta-merta membuat Cahaya senang. Ia bahkan semakin tenggelam pada aura dingin. Ia sama sekali tidak ingin basa basi itu lagi.
Ia bahkan tidak mempercayai siapa pun, termasuk orang yang sudah membantunya selama ini. Kata keluarga bagaikan tabu bagi Cahaya. Ia seolah terjebak di kegelapan sulit ditemukan, dan hanya fokus pada dunianya sendiri.
Mendapati ekspresi dinginnya lagi, Naura berdehem singkat dan menarik ujung jas formalnya kuat. Ia menegakkan tubuh siap mendengarkan apa yang hendak Cahaya sampaikan.
Namun, sebelum istri dari keponakannya itu buka suara, tiba-tiba saja pintu ruangan dibuka. Naura tersentak, berpikir jika yang datang adalah keponakannya.
"Oh sekertaris Lee Mei!" ujarnya bernapas lega.
"Maaf Nyonya, saya hanya ingin menghidangkan minuman," jelas Lee Mei selaku sekertaris pribadi Naura.
Sang direktur pun mempersilakan membuat wanita itu meletakkan dua gelas teh hangat. Raksi yang menyebar dari minuman itu pun sampai ke penciuman Cahaya.
Selesai menyelesaikan tugasnya, Lee Mei kembali keluar ruangan dan hal itu tidak luput dari pandangan Cahaya.
Setelah melihat kepergian sang sekertaris, Cahaya kembali menyapukan sorot mata tegas pada Naura.
"Langsung saja, kedatanganku ke sini ingin menanyakan sesuatu," jelas Cahaya melepaskan ke-formalan.
"Apa itu? Apa-"
"Apa yang terjadi selama dua bulan saat aku diasingkan ke desa terpencil? Kenapa saat aku kembali ke ibu kota... ayahku sudah tidak bernyawa? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa Nyonya tahu sesuatu?" tanya Cahaya beruntun tidak mengindahkan kata-kata Naura untuk memanggilnya tante.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu Naura dibuat tidak berdaya. Ia sadar lambat laun Cahaya pasti menanyakan hal ini.
Namun, Naura tidak menduga jika hal tersebut bisa secepat itu datang menerjang.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Cahaya sedikit menggebrak meja menghasilkan bunyi berdentum cukup keras.
Naura terperanjat akan sikap dilayangkan Cahaya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan.
Ia mencoba tenang dan tidak terganggu akan pertanyaan Cahaya. Karena bagaimanapun juga dua bulan bukan waktu sebentar. Banyak kejadian demi kejadian datang dan pergi begitu saja.
"Jujur, Tante sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada ayahmu, Cahaya. Tante hanya disuruh mengasingkan kamu ke pedesaan terpencil dan tiba-tiba saja tuan Arkana sudah tidak bernyawa," tutur Naura begitu saja.
Mendengar pengakuan dari adik mertuanya, Cahaya menautkan alis. Ia membaca gerak-gerik wanita itu dalam diam.
Bisa dipastikan jika tidak ada kebohongan di balik manik berlensa abunya.
"Di mana keberadaan Nyonya selama dua bulan itu? Dan... siapa yang menyuruh Nyonya untuk mengasingkan aku ke pedesaan? Apa itu... Pelangi?"
Pertanyaan lain yang diajukan Cahaya seketika membuat degup jantung Naura bergemuruh. Ia terbelalak lebar serta meremas celana kain di pangkuan.
Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Cahaya kali ini dan memilih diam seribu bahasa.
"Nyonya diam, aku anggap sebagai jawaban iya. Apa yang sudah dilakukan wanita itu sampai-sampai Nyonya memenuhi permintaannya? Apa dia sangat berkuasa? Atau karena dia selingkuhan kakak Anda jadi mempunyai kekuasaan untuk membuat Nyonya tidak berdaya? Ataukah-"
"Cukup Cahaya!" Naura naik pitam, terus menerus diingatkan tentang kejadian dua tahun lalu.
Di mana dirinya juga ikut terseret arus masalah keluarga sang kakak. Awalnya ia yang pertama kali mengetahui tentang perselingkuhan Naufal dan Pelangi.
Diam-diam orang-orang itu sering keluar bersama dan menghabiskan waktu hanya berdua saja. Naura yang curiga sebab kakaknya selalu keluar saat akhir pekan pun menelusuri kejanggalan tersebut.
Siapa sangka jika ternyata Naufal mempunyai hubungan terlarang dengan istri dari tangan kanannya, Arkana.
Pria yang baik hati serta murah senyum itu pun dikhianati oleh istri dan juga tuannya sendiri. Naura bahkan merasa ikut terpukul kala mengetahui kebenaran pahit tersebut. Karena bagaimanapun juga selama ini Arkana selalu baik dan tidak segan membantunya.
Naufal yang tahu jika Naura mengetahui hubungan itu pun memberikan perhitungan. Jika sampai adiknya membicarakan tentang perselingkuhan tersebut kepada istrinya, maka segala aset yang dimiliki Naura akan segara diambil alih.
Pada saat itu Naura masih merintis karier sebagai karyawan di Berly Entertainment. Ia tidak mempunyai kekuasaan untuk naik jabatan, sebab sebagian besar saham di perusahaan itu milik kakaknya, Naufal.
Ia tidak punya kuasa apa pun dan hanya bisa menerima apa yang diberikan saja. Namun, setelah menyetujui perkataan sang kakak, Naura bisa naik jabatan dan menjadi direktur utama di sana sampai sekarang. Itu sebabnya apa pun yang dikatakan Naufal maupun selingkuhannya, Pelangi, Naura tidak bisa menolak.
"Apa banyak hal yang Anda pikirkan?" tanya Cahaya kemudian melihat kembali diamnya sang lawan bicara.
Naura beralih kembali pada keponakan iparnya dan melihat kejadian demi kejadian telah lalu tergambar jelas di sorot mata itu. Rasa sedih nan simpati menyapa perasaan terdalam.
Selama ini Naura menjadi saksi atas apa yang dialami Cahaya.
Seiring berjalannya waktu Naura iba pada seorang anak korban keegoisan orang tua. Cahaya yang seharusnya memiliki masa depan cerah, kini redup, tak tersisa apa pun.
"Tante hanya bisa... minta maaf padamu, Cahaya."
Mendengar penuturan tersebut kali ini Cahaya terbelalak. Jantungnya bertalu kencang dengan darah berdesir di sekujur tubuh.
Perlahan, kedua tangan mengepal kuat di atas pangkuan. Ia sadar ada sesuatu yang Naura sembunyikan. Selama dua tahun belakangan wanita inilah yang selalu menyuntikkan dana padanya.
"Kenapa Nyonya minta maaf? Jika Nyonya benar-benar merasa bersalah... bisakah Anda membantu saya?" tanya Cahaya kemudian.
Sikap formalnya ini menandakan jika ia sama sekali tidak menerima penolakan. Alhasil, Naura hanya bisa mengangguk mengiyakan.
"Apa itu?"
"Bisakah Anda membantu saya-"
Sedetik kemudian manik Naura kembali melebar. Ia tidak menduga atas permintaan yang baru saja dilayangkan Cahaya.
Namun, sekali lagi Naura tidak bisa mengatakan tidak pada permintaannya ini.
"Ba-baiklah, aku akan berusaha membantumu." Final Naura.
Cahaya melebarkan kedua sudut bibir, senang dan sudah merasa menang, rencana pertamanya bisa berjalan lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments