Langit mengkhianati keluh kesah dalam dirinya lagi. Cuaca siang ini terlihat sangat terik nan cerah, cakrawala biru membentang sepanjang mata memandang tanpa adanya awan sebagai penghias.
Sang raja duduk di singgasananya dengan nyaman menebarkan cahaya sangat menyilaukan.
Di tengah indahnya suasana siang, ada awan kelabu menempati sepasang jelaga di sebuah bangunan megah milik keluarga Reynold.
Sedari tadi ia terus duduk diam di sofa panjang mewah di ruang tamu. Bola matanya bergulir ke sana kemari melihat-lihat furniture berharga fantastis di sana.
Ia tahu harga satu guci yang terletak di bawah tangga bisa membeli kehidupannya. Ia merinding ngilu membayangkan jika sampai dirinya memecahkan salah satu dari mereka.
Sedari tadi para pelayan yang biasa bekerja terus hilir mudik menatapnya dengan sorot mata nyalang. Ia sadar keberadaannya di sana tidak pantas dan tidak lebih berbeda dari asisten rumah tangga.
Namun, ada alasan kenapa ia harus diam di rumah mewah tersebut. Kesepakatan antara dirinya dan wanita itu di rumah sakit telah terjalin.
Ia harus melakukan apa yang sudah ditugaskan padanya. Sebagai seseorang bertanggungjawab ia akan melaksanakan apa pun, terutama bagi orang yang telah menyelamatkan nyawanya.
"Kamu sudah menunggu lama?"
Suara halus seorang wanita turun dari lantai dua mengejutkan. Ia beralih ke sana melihatnya terus berjalan mendekat.
"Sebentar lagi dia pulang, anak itu memang tidak pernah bisa betah di rumah," celotehnya duduk di samping Cahaya.
"Em," gumamnya menjawab perkataan Naura.
Wanita berambut sebahu itu melipat tangan dan kaki seraya tersenyum penuh arti. Tidak ada lagi sepatah kata pun keluar dari mereka.
Baik Cahaya maupun Naura sama-sama bungkam membiarkan detik kan jam mengambil alih. Pesona yang tercipta di dalam bangunan mewah membuat pandangan wanita berhijab di sana teralihkan.
Cahaya tidak pernah menduga jika dirinya bisa duduk di tempat elegan seperti ini. Terlebih keluarga Reynold adalah sebuah keluarga konglomerat, pemilik perusahaan berbasis perhiasan.
Berlian, emas, permata, semua ditampung di sana untuk dijadikan berbagai macam perhiasan. Harganya pun sangat fantastis tidak sebanding dengan pakaian yang saat ini tengah Cahaya kenakan.
Ia bagaikan kerikil kecil yang menggelinding di tanah, tidak ada artinya sama sekali.
Di tengah lamunan yang semakin larut, pintu ruang depan dibuka lebar oleh seseorang. Suara sepatu pantofel mahal bergema di ruangan.
Para maid mengangguk melihat kedatangan sang tuan muda. Pria kharismatik dengan aroma maskulin hadir menemui keduanya.
Aroma mint pun menelisik indera penciuman membuat Cahaya sedikit melirik ke arahnya.
"Jadi, apa yang Tante katakan semalam itu benar?" tanyanya duduk begitu saja di sofa tunggal dan mengangkat sebelah kaki, pongah.
"Itu benar, Zaydan. Semalam orang tuamu sudah sepakat membicarakan masalah ini, juga... kamu tidak bisa menolaknya begitu saja," jelas Naura.
Zaydan, pria berjas formal itu berdecih kasar membuang muka ke samping singkat.
"Apa kita hidup di zaman dulu yang menikah dengan cara dijodohkan seperti ini? Lagi... wanita ini yang akan menjadi istriku di masa depan? Yang benar saja?" Zaydan mengusap wajah gusar berkali-kali masih tidak menyangka mendengar berita semalam seraya menunjuk Cahaya begitu saja.
Naura, adik dari ayahnya mengabarkan jika hari ini ia akan diperkenalkan dengan seorang wanita. Pertemuan itu dimaksudkan untuk membuat mereka saling mengenal satu sama lain.
Sang tante juga mengatakan jika ia akan dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Namun, meskipun begitu Zaydan tidak bisa menolak ataupun menyalahi keputusan yang telah disepakati mereka.
"Itu benar, Zaydan. Wanita ini bernama Cahaya Jelita Jaharah, dia anak-"
"Anak dari selingkuhan ayah, bukan?" Potong Zaydan cepat.
Ia melirik pada Cahaya yang sedari tadi diam membisu. Dahi tegasnya mengerut singkat kala tidak mendapati respon apa pun dari wanita yang hendak dijodohkan dengannya.
"Iya itu benar, Cahaya adalah anak kandung dari Pelangi. Dia sudah hidup sebatang kara selama dua tahun, kamu tahu sendiri jika ibunya pergi begitu saja setelah perselingkuhan itu terungkap. Lalu-"
"Apa tujuan ayah menjodohkannya denganku? Apa dia mau mempermalukan keluarga ini lagi? Atau... dia mau menutupi kebusukannya itu dari media? Apa aku hanya kambing hitamnya saja?" cerocos Zaydan tidak habis pikir.
Naura diam beberapa saat, ingatannya berputar pada hari itu di mana sang kakak mengatakan untuk menjodohkan Cahaya dengan Zaydan.
Ia sempat menolak, dengan mengatakan permintaan kakaknya begitu konyol. Bagiamana bisa anak selingkuhan dijodohkan dengan putra kandungnya sendiri? Pemikiran seperti itulah yang sempat mendiami Naura.
Namun, selepas mendengar alasannya ia tidak bisa berkata tidak. Pembelaannya untuk sang keponakan berbalik menjadi menyetujui ide sang kakak.
"Tidak seperti itu Zaydan. Bagaimanapun juga kamu harus menerima Cahaya sebagai istrimu," jelas Naura lagi.
Zaydan kembali membuang napas kasar dan sepenuhnya menatap Cahaya. Ia kembali menautkan kedua alis, tidak mengerti apa yang tengah dipikirkan wanita itu.
Sedari tadi Cahaya hanya diam tanpa berekspresi apa pun. Tidak ada rasa terkejut ataupun tidak suka di wajah cantiknya, seolah ia sudah tahu mengenai perjodohan mereka.
"Ada apa dengan wanita ini? Apa dia patung? Kenapa dari tadi diam terus?" tanya Zaydan buka suara mengatakan rasa penasaran.
Naura memandang lekat Cahaya yang terus menatap lurus ke depan. Ia tidak peduli apa yang tengah dibicarakan tante dan keponakan di sana, sama sekali tidak tertarik.
Wajahnya tanpa emosi, datar se-datar-datarnya. Zaydan masih tidak tahu apa yang terjadi pada wanita bernama Cahaya ini.
"Cahaya memang sudah seperti itu, sejak ayahnya meninggal dua tahun lalu," jelas Naura, sang keponakan beralih padanya lagi.
"Lalu? Memang berat kehilangan orang berharga, tapi... apa harus sedingin ini?" tanya Zaydan kemudian.
Kini giliran Naura menghela napas seraya menyandarkan punggung ke kepala sofa melirik Cahaya sekilas lalu menengadah melihat langit-langit ruangan.
"Tuan Arkana tidak meninggal begitu saja, tetapi beliau... mengakhiri hidupnya sendiri dengan gantung diri tepat di depan kamar Cahaya."
"Setelah ayahnya meregang nyawa sendiri, Cahaya tidak punya tempat ke mana ia harus pergi. Ia pun tinggal berhari-hari bersama jenazah ayahnya yang tergantung di rumah sederhana itu. Kamu-"
"APA? Be-berhari-hari dengan jenazah ayahnya yang tergantung?" pekik Zaydan terkejut.
Naura menolehkan kepalanya pada sang keponakan melihat raut terkejut begitu dalam. Zaydan pun memperhatikan Cahaya yang masih diam, bak patung.
Padahal di sana sang tante terang-terangan tengah membicarakan masa lalunya.
"Itu benar. Berhari-hari, sampai kondisi ayahnya membengkak serta mengeluarkan bau tidak sedap. Ia terus tinggal di sana, sampai pada akhirnya tetangga pun mencium bau itu dan merasa tidak nyaman."
"Mereka mulai mencari tahu dan betapa terkejutnya saat mendapati Tuan Arkana dalam kondisi mengenaskan. Dari sana kawasan desa tempat mereka tinggal digegerkan atas jenazah Tuan Arkana."
"Cahaya tidak melakukan apa pun, sebab... dirinya tidak punya kekuatan apa-apa untuk mengatakan semuanya pada semua orang. Sejak kecil Cahaya selalu tertutup dan lebih memendam masalahnya sendiri. Para tetangga pun tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapai wanita ini."
"Cahaya... tidak seperti namanya... di dalam kehidupannya hanya ada kegelapan," ungkap Naura lagi.
Zaydan gamang, kepalanya tidak bisa berpikir jernih setelah mendengar sebagian kisah mengenai Cahaya. Wanita itu masih diam tidak menunjukkan tanda-tanda akan menambahkan cerita tentangnya di masa lalu.
Ada rasa kasihan mencuat di relung terdalam. Namun, ia kembali menepisnya jauh-jauh untuk tidak terlalu terbawa suasana.
"Kamu tahu, alasan kenapa Tuan Arkana mengakhiri hidup?"
Pertanyaan yang keluar dari celah bibir semerah tomat sang tante mengejutkan Zaydan. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba saja memburu hebat.
"Alasannya adalah... Tuan Arkana mengetahui perselingkuhan istrinya tepat di belakang Cahaya."
"Ma-maksud Tante?"
"Iya, Cahaya yang lebih dulu melihat sendiri bagaimana ibunya melakukan hubungan badan dengan pria lain tepat di depan mata kepalanya sendiri."
"Cahaya yang waktu itu baru pulang kuliah menoleh ke belakang dengan senyum serta linangan air mata mendapati sosok sang ayah."
Kedua manik Zaydan melebar, masih tidak percaya mendengar kisah memilukan wanita yang hendak dijodohkan dengannya ini.
Cahaya masih saja bungkam, tidak tertarik ikut berbicara bersama mereka. Ia hanya membiarkan Naura mengatakan mengenai kehidupannya selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
MakBarudakh
Waah ternyata cukup rumit hidup Cahaya...
2024-03-28
0
💖SEKAR💖
waaaowww....awal yg bagus 👍👍
2023-11-26
1