"Malas sekali aku ya Tuhan, harus bertemu dengan peme*kosa itu lagi. Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku biarkan ibuku menanggung hutang itu sendirian. Kalau pun aku pergi setidaknya aku sudah punya pekerjaan lain. Aku sudah ambil cuti dua bulan, sampai ibu sembuh. Selama dua bulan aku harus bisa membantunya. Tapi kenapa berat sekali rasanya hatiku ini ya Tuhan," keluh Amanda kepada sang Pencipta.
Gadis lugu itu saat ini tengah duduk seorang diri di bagian belakang kamarnya. Ruangan sempit yang hanya berisi satu kasur kecil tipis dan lemari. Malam ini, dia tidak memakai kasur, pun dengan malam-malam sebelumnya. Masih ingat ke mana kasur tipis itu pergi? Iya, Abimana membuangnya bersama dengan seprainya juga.
"Ah, beberapa malam aku tidur hanya beralaskan tikar membuat badanku jadi panas dingin begini. Apa aku meriang ya? Apa dia ada obat? Aku tidak boleh sakit. Aku harus tetap sehat supaya bisa meringankan hutang ibu," kata Amanda dengan beranjak berdiri dan kembali menuju ke dapur.
Amanda sibuk mencari obat dan seseorang yang entah dari mana datangnya tiba-tiba mengagetkannya.
"Kemari, aku mau bicara."
Suara Abi menggema dan membuat Amanda terkejut. Ia sampai terlonjak dan mengusap dadanya. Matanya menyipit menahan rasa kaget namun ia tidak bisa marah mengingat Abimana adalah majikannya.
"Iya Bapak," jawab Amanda dengan menahan rasa ingin mengutuk Abi.
"Duduk!" titah Abimana dengan raut wajah serius, tanpa seulas senyuman. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya dan menatap lekat Amanda.
"Ada apa Bapak? Saya baru saja ingin membuat makan malam. Apa Ba ...."
"Siapa yang menyuruhmu untuk banyak bicara? Saya yang majikan di sini, kenapa kamu yang cerewet?" hardik Abi dengan tatapan sinisnya.
Abi menatap lebih lekat dan mendekat pada Amanda yang duduk bersimpuh di lantai. Dia lalu mencengkeram kuat rahang Manda. Sesuatu yang terasa menyakitkan dan menusuk sampai ke relung jiwa di mana setiap sentuhan yang Abi lakukan kepadanya membuatnya teringat akan malam itu.
"Apa yang kamu ketahui lagi tentang istriku?" tanya Abi yang seketika membuat Manda menitikkan air mata, menatapnya penuh kebencian.
"Ternyata dia begitu mencintai istrinya. Dia menutup mata dan mengabaikan bukti yang sudah aku berikan. Jika begitu maka aku dalam bahaya, aku bisa dipecatnya kapan saja. Balun lagi bila hal ini sampai di telinga Bu Clarissa. Ah, aku bisa mati!" pikir Manda.
Manda kebingungan mencari sesuatu di mata Abimana, akan tetapi dia tidak mendapatkan itu. "Tidak ada, hanya itu."
"Sekali pun aku tahu, dengan caramu yang seperti ini aku tidak akan memberi tahu. Mungkin bila aku mau membuka suara lebih jauh lagi, kamu akan lebih marah dan lebih gila dari ini. Sebab, istrimu telah bermain api dengan orang yang tidak kamu sangka," pikir Manda tanpa berani mengucapkannya.
"Aku minta kepadamu, tetap jaga rahasia ini darinya. Aku tidak mau rumah tanggaku rusak tanpa sesuatu yang jelas. Aku tidak akan percaya dengan mudah kepada siapa pun. Termasuk kamu!" Abimana menghempaskan cengkraman tangannya hingga Manda tersungkur ke lantai.
"Aku bersumpah! Apa pun nanti yang terjadi terhadap diriku, aku tidak akan pernah melibatkanmu. Mulai sekarang pun jangan pernah Anda membahas hal tersebut. Sejak saat itu aku sudah melupakannya!" geram Manda dengan amarah yang memuncak dan tangannya yang hanya bisa mengepal erat.
Sejak malam itu, satu bulan berlalu dan Manda menjadi sering sakit-sakitan. Hari ini Clarissa pulang dan semuanya terlihat baik-baik saja. Pun, dengan hubungan antara Abimana dan Clarissa.
Bahkan hari-hari berlalu tanpa suatu hambatan apa pun. Sampai di bulan ketiga Manda bekerja di rumah tersebut, barulah muncul keanehan. Manda mendadak sering merasa mual-mual. Dia sering muntah di pagi hari dan secara tidak sengaja tertangkap basah oleh Abi.
Seperti pagi ini saat Abimana baru saja selesai berlari pagi, dia mendengar Manda tengah muntah-muntah di kamar mandi belakang. Sebisa mungkin Manda menahan suaranya. Akan tetapi karena keadaan yang masih begitu sunyi, Abi bisa mendengar suara itu dengan jelas.
Manda keluar dengan wajah pucat dan lemasnya. Ia tidak menyadari keberadaan Abi yang tengah berdiri di depan lemari pendingin. Abi memegang gelas setelah ia minum.
"Mau berapa lama lagi kamu buat ibu mual dan tidak bisa makan apa-apa Sayang? Jangan seperti ini, ibu harus bekerja dan membantu nenek. Setelah ini, ibu akan berhenti bekerja supaya kamu juga tidak kelelahan," ucap Manda sembari mengelus perutnya yang rata.
Pyar! Gelas terjatuh begitu saja. Suaranya begitu ramai dan menyita perhatian. Tepat bersamaan dengan itu Clarissa sedang menuruni tangga.
"Manda! Kamu memecahkan piring lagi?" bentak Clarissa tanpa dia melihat siapa yang melakukannya.
Manda bukannya menghindar dari masalah, ia justru segera mendekat dan dengan sengaja melukai jarinya dengan pecahan gelas tersebut. Manda bahkan tidak mengaduh kesakitan. Dia malah sibuk menata posisi supaya terlihat dia adalah pelakunya.
"Manda!" bentak Clarissa.
"Kamu pecahkan gelas? Ini mahal Manda! Sebenarnya kamu itu bisa bekerja tidak? Sudah sepasang gelas dan piring yang kamu pecahkan. Harganya ini mahal dan lebih mahal dari gajimu sebulan!" omel Clarissa.
Manda memunguti pecahan kaca itu dan mengatakan, "Maaf ibu, saya memang banyak bersalah. Saya sedang tidak enak badan dan tidak sengaja menjatuhkannya. Saya minta maaf Bu."
"Maaf, maaf. Segampang itu. Apa maafmu bisa membuatku mendapatkan ganti rugi?" cecar Clarissa dengan mencengkeram kerah baju Manda.
"I-ibu bisa pecat saya saja kalau begitu. Saya tidak bisa menggantinya Bu. Saya minta maaf," ucap Manda memohon kepada Clarissa dengan menitikkan air matanya.
Abimana yang tertegun dan masih terkejut dengan satu fakta bahwa gadis yang ia gauli 3 bulan lalu itu sekarang tengah mengandung. Abimana pun bingung harus bersikap seperti apa, sedangkan selama ini dia begitu menginginkan anak tapi tidak dengan wanita lain selain istrinya. Dia hanya ingin punya anak dari hubungan sah, dan bukan hubungan semacam di luar nikah.
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi Manda dan Manda terlihat pasrah. Seketika itu juga bentakan terdengar dari mulut Abimana. Pria yang banyak mengalah dari istrinya itu pun membentak sekuat tenaga.
"Cla! Jangan berlebihan, ini hanya gelas!" bentak Abi.
"Tapi ini mahal! Kamu bela dia? Dulu setiap ibunya salah, kamu juga membelanya, sekarang kamu bela dia? Bagus sekali." Clarissa menggeleng pelan dengan tatapan meremehkan.
Terjadilah pertengkaran antara suami istri tersebut karena Abi tahu bukan Manda yang melakukan tindakan tadi, tetapi dirinya. Clarissa kembali melakukan aktivitasnya setelah Abimana membayar ganti rugi kepada sang istri atas pecahnya gelas kristal tersebut. Setelahnya, ia mendekat pada Manda yang tengah membereskan pecahan kaca.
"Kenapa kamu lakukan itu?" tanya Abi sembari berjongkok.
Manda hanya diam. Dia bahkan tidak mau menatap wajah Abimana. Ada kebencian yang berkarat di dalam jiwanya.
"Kenapa kamu mengaku kalau kamu yang memecahkan gelas tadi?" tanya Abimana dengan mengguncang lengan Manda.
"Apa peduli Anda? Aku hanya ingin dipecat, itu saja."
"Termasuk melukai tanganmu sendiri?" tanya Abimana.
Manda tertawa kecil namun terlihat menyeramkan. Dia mengambil sebuah serpihan gelas dan menggenggamnya erat membuat darah menetes dari telapak tangannya. Abimana yang melihat itu pun segera menghentikannya dengan menekan kuat pergelangan tangan Manda hingga serpihan kaca itu terpental.
Dalam kesempatan byang begitu sempit, Abi menarik tangan Manda dan menyeretnya masuk ke gudang. Mereka berdua masuk ke dalam gudang yang berada di bagian paling ujung rumah Abimana. Bangunan yang paling jarang di datangi itu pun kini seperti sebuah tempat pertemuan agen rahasia. Keduanya hanya saling mendesis saat berbicara.
"Apa maksudmu melakukan ini? Jangan begini, kamu mau bunuh diri?" tanya Abimana.
"Iya, aku lebih baik mati jika aku tidak bisa pergi dari rumah ini. Kamu, kamu yang menggagalkan semua rencanaku untuk pergi dari sini. Kamu senang? Apa maksudmu mengganti rugi tadi? Bukankah akan lebih baik aku mati tersiksa tadi dari pada terus begini dan ada di sini?"
"Manda, apa kamu hamil sampai kamu putus asa begini?"
Manda tertawa kecil. "Hahaha apa urusanmu? Toh aku hamil dengan lelaki lain. Aku hamil dengan pacarku. Tenang saja, aku tidak akan merugikan siapa pun."
Jawaban dari Amanda justru membuat Abimana meyakini satu hal bahwa janin di dalam rahim gadis yang masih duduk di bangku kuliah itu adalah buah dari benihnya di malam itu. Abimana ikut tersenyum kecut. Ia lalu membuka pintu gudang dan beranjak pergi.
"Bagus, aku tahu kalau memang kamu murahan," ejeknya seraya pergi.
"Abimana Dipta! Aku berjanji, aku akan membuatmu menyesal seumur hidupmu! Aku janji, aku janji ...!" sumpah serapah Manda dari dalam hatinya. Dia menangis tanpa suara di dalam gudang.
Abimana kembali ke kamarnya dan mendapati Clarissa yang sudah berdandan cantik dan siap pergi. Istrinya itu lagi-lagi mengatakan ada keperluan modeling sampai satu Minggu. Abimana hanya mengiyakan dan memberikan izinnya.
"Sayang, aku pergi ya? Kali ini tidak akan lama dan hanya satu Minggu," pamit Clarissa pada suaminya.
"Hem, iya. Aku senang ini tidak lama. Semoga semua pekerjaanmu lancar ya," kata Abimana mendoakan istrinya.
Clarissa mencium bibir Abimana dan jemarinya mulai berdansa di bagian menonjol milik suaminya. Dia meliuk menggoda namun hanya sebatas bermain-main saja. Tatapan matanya begitu nakal dan diakhiri dengan kecupan di leher yang tentunya membuat Abimana merinding. Ia terangsang.
"I love you honey," ucap Clarissa dengan begitu lembut dan mendayu.
Clarissa pergi dan setelahnya, Abimana langsung menghubungi seseorang. Ia mengintainya dari jendela kamarnya. Senyuman licik pun ia terbitkan.
"Sayang, semoga semuanya lancar dan aku bisa menyibak semuanya."
"Halo, kamu ikuti sesuai dengan sinyal di ponselnya. Aku sudah mengirimkan kodenya kepadamu. Cepat dan laporkan segala apa pun yang terjadi," perintah Abimana terhadap orang suruhannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Ririn Mutiarini
Mulai pintar otak Abimana kl bucin hrs tetap bs berpikir jernih 😮💨/Facepalm/
2024-05-04
0
my love
satu satu ..up nya cuma satu😀 semangat y Thor
2023-05-14
0