Keesokan paginya, Abimana seperti biasa masih berada di atas hamparan kasurnya. Ini masih hari ke 4 setelah kepergian Clarissa, namun dia sudah merasa hancur karena bukti yang di dapatkan. Foto mesra antara Clarissa dan Om Markus membuat hatinya terbakar.
Semalaman dia menghabiskan banyak minuman keras sendirian di dalam kamarnya. Dia bingung dan tidak ada tempat untuk mengadu, sedangkan saat ini dia sedang berada di dalam masa pengumpulan bukti. Jadi Abimana harus menyembunyikan semuanya termasuk kesedihannya.
"Ah, aku lapar. Dia sudah masak apa belum ya?" gumam Abimana sembari berjalan menuju ke dapur.
Baru satu kakinya yang menapaki tangga, hidungnya sudah mencium wangi aroma masakan Manda. Aromanya semerbak memenuhi setiap sudut ruangan. Meskipun blower sudah dinyalakan, namun tetap saja tidak sedikit dari aroma itu yang lolos dan menerobos masuk ke indera penciuman Abimana.
"Hemh ... wanginya, masakannya sama sekali tidak pernah gagal. Selalu saja enak. Oh iya, kali ini penampilannya berbeda, mau ke mana dia?" kata Abimana pelan sembari melongok tanpa bersuara dan mengamati penampilan Amanda.
Dengan langkah lebar, Abimana segera melangkah menuju dapur dan tanpa sengaja jempolnya membentur tiang meja. Seketika itu juga dia berjingkrak kesakitan dan membuat gelas terjatuh dari tempatnya. Tanpa sengaja, kakinya justru menginjak pecahan gelas.
"Aduh!" pekik Abimana mengaduh kesakitan.
Manda yang refleks segera menghampiri Abi. Dia terkejut saat melihat darah yang keluar dari sela-sela kaki. Dengan cekatan dia segera mengambil lap meja.
"Stop! Apa-apaan mau diikat pakai itu? Itu tidak higienis!" tolak Abimana dengan nyalangnya.
Manda menghela napasnya dan pergi begitu saja. Dia lalu mengambil kotak obat dan juga tisu. Manda kembali lagi sudah dengan membawa obat-obatan.
Tanpa banyak bicara dan rasa jijik, dia langsung memegang kaki Abi. Tatapan matanya terlihat datar dan biasa saja melihat darah yang bahkan membasahi tangannya. Abimana mencoba menarik kakinya dan berusaha supaya tidak tersentuh tangan Manda, akan tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah.
"Jangan dicabut! Nanti sakit," rengek Abimana dengan berusaha untuk menghentikan Manda mencabut pecahan kaca yang masih bersarang di telapak kakinya.
"Terus? Mau ditempelkan lebih dalam?" Manda bertanya tapi dengan tangannya yang menekan lebih dalam serpihan beling.
"Aa ...! Kamu sengaja? Mau balas dendam?" tukas Abimana dengan matanya yang melotot menatap Manda yang begitu tenang dan tanpa rasa takut menatapnya.
"Iya, kenapa? Sekalian kan," kata Manda dengan entengnya.
"Sudah, jangan sentuh kakiku! Aku bisa mengobatinya sendiri!" Abimana menepis tangan Manda.
Gadis itu dengan ekspresi datarnya berdiri begitu saja dan langsung mencuci tangannya yang bersimbah darah di wastafel. Baru saja Abimana hendak mencabut serpihan beling itu, terdengar suara Manda yang muntah-muntah. Gadis yang tengah mengandung anaknya itu muntah saat mencuci tangannya. Rupanya tadi dia hanya berusaha terlihat kuat. Padahal saat melihat darah dia merasakan mual yang amat sangat.
"Kamu masih mual?" tanya Abimana sembari membereskan pecahan kaca dan mencari tempat yang nyaman untuk duduk.
"Em," jawab Manda singkat sembari mencuci mulutnya.
Abimana memerhatikan penampilan Manda yang terlihat berbeda. Perutnya yang seharusnya membuncit kini justru tidak nampak semakin besar, tidak seperti kemarin. Dia merasa bahwa pasti ada hal tidak benar yang Manda lakukan dengan janinnya.
"Perutmu terlihat rata, apa kamu sudah menggugurkannya?" tanya Abimana tanpa perasaan. Dia begitu mudah menyebutkan kata-kata itu.
Manda terdiam dan sama sekali tidak menjawabnya. Hatinya begitu sakit setiap kali orang yang sudah menghamilinya selalu saja menginginkan janin yang ada di dalam kandungannya raib. Tidak ada yang bisa Manda lakukan kecuali hanya menahan semuanya di dalam hati.
Manda pergi begitu saja dan mengabaikan pertanyaan Abimana. Baginya semakin lama berada di sana maka akan semakin membuatnya terluka. Selalu saja dia hanya bisa mengutuk perbuatan Abi di dalam hatinya.
"Mudah sekali dia berbicara seperti itu, seolah apa yang ada di dalam perutku ini hanya bangkai. Dia ini anakmu dan kamu selalu saja mengatakan hal itu. Abimana Dipta, aku pastikan kamu akan menyesali semua ini. Aku berjanji!" jerit Manda dalam hati.
"Hei! Tunggu dulu! Tunggu, kamu seharusnya mengobatiku dulu!" seru Abimana tanpa tahu malu meminta pertolongan setelah ia melukai perasaan Amanda.
"Bukankah, Pak Abi adalah manusia sempurna? Kalau begitu Bapak bisa mengobati diri Bapak sendiri. Permisi." Manda berbicara dengan datar dan dingin sama sekali tanpa ekspresi.
"Hei! Tidak sopan ya kamu!" bentak Abimana.
"Iya, aku memang tidak sopan. Aku jadi lupa caranya untuk sopan setelah diperk*sa." Amanda membalasnya dengan begitu santai dan diakhiri dengan pintu yang tertutup rapat.
Abimana hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dan menahan emosinya yang meledak-ledak. Dia dalam keadaan terpuruk saat ini. Akan tetapi takdir seolah ingin dia semakin tenggelam dalam keterpurukan.
Dalam keadaan tersebut, Abimana hanya terdiam, dia bahkan tidak mengobati kakinya. Dia memikirkan semua yang sudah dia lakukan malam itu. Juga termasuk keputusannya untuk meminta Amanda menggugurkan kandungan.
"Apa aku sudah salah?" gumam Abimana.
Dari kejadian itu sampai siang hari setelah Amanda selesai dengan kegiatan di kampusnya, barulah Abimana menunjukkan pergerakan seperti manusia hidup. seharian dia hanya berbaring di atas sofa ruang tengah.
"Dari mana saja Kamu?" tanya Abimana dengan nada yang dingin.
"Kuliah, ketemu pacar dan teman." Amanda dengan acuh menjawabnya, dia bahkan tidak mau melihat Abimana yang masih meneteskan darah dari kakinya dan hanya mengikat betisnya dengan kain lap.
"Obati kakiku!" titahnya.
"Maaf, itu diluar job desk saya. Saya bukan perawat atau Dokter. Jadi Bapak hubungi Dokter saja." Manda berbicara seringan kapas.
"Baik, kalau kamu tidak mau mengobati maka aku akan tetap seperti ini dan akan mati kehabisan darah lalu akan menghantuimu," hardiknya.
"Terserah, hidupku sudah jauh lebih menyeramkan dari pada sekedar bertemu hantu. Silahkan saja. Kehadiran hantu itu justru akan Semakin meramaikan. Cepatlah mati, aku tidak sabar melihat wujudmu menjadi hantu Pak." Manda tersenyum tipis saat mengatakannya.
"Aish! Kamu ini sekarang semakin lancang saja. Obati sekarang juga! Atau ...."
Belum selesai Abimana berbicara, Amanda sudah menyambarnya. "Atau apa? Atau kamu akan mengatakan pada Dunia bahwa aku hamil di luar nikah? Lakukan saja, lakukan. Hidupku sudah hancur sedari malam itu."
Amanda seperti tidak ambil pusing dan melenggang pergi. Ia masuk ke dalam kamarnya dan mencoba untuk memejamkan mata. Saat ini alas tidurnya masih berupa karpet lantai yang tipis dan hal itu sudah sangat biasa baginya.
"Berat sekali ini Tuhan, mau sampai kapan. Apa tidak ada orang baik yang coba Kau kirimkan? Aku lelah seperti ini," kata Amanda dalam doanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
my love
Yo yg banyak Thor...semangat
2023-05-18
0