"Maaf Bapak, saya ada di sini atas perintah ibu saya untuk menggantinya sampai beliau sembuh. Kalau Bapak ber ...."
"Hust! Apa-apaan kamu berani bicara panjang lebar begitu sama saya? Saya ini majikanmu." Abi melihat ke sekitar.
"Dengarkan apa kata saya, jaga sikapmu. Lupakan kejadian semalam. Tidak ada apa-apa yang terjadi. Katakan saja berapa maumu, aku akan membayarnya cash!" kata Abi dengan sikap sombongnya.
Amanda kembali duduk di kursi kecilnya dan melanjutkan pekerjaannya. Ia fokus memotong bawang merah dan menitikkan air mata. Harga dirinya terluka setiap kali Abimana memintanya menyebutkan harga.
"Aku bukan pelacur. Simpan saja uang Bapak. Aku juga sudah meminum obat untuk menghilangkannya. Jadi Bapak tenang saja. Aku akan melupakannya dan tidak akan mengingatnya," kata Amanda dengan dingin.
Abimana yang mendapatkan sikap acuh dari Amanda itu pun meradang. Namun dia tidak ada pilihan lain selain pergi. Dia tidak mau terpancing hanya dengan perkataan Amanda yang dinilainya tidak penting.
Setelah Abimana pergi kembali ke kamar, barulah air mata Amanda tumpah ruah. Bandungan air mata itu jebol dan membuatnya berlinang membanjiri kedua pipi chubby-nya.
Perawakan Amanda itu bukanlah yang tinggi semampai. Akan tetapi dia agak pendek dan mempunyai buah dada besar juga dengan pipinya yang sedikit tembem. Dengan penampilannya yang seperti itu, tak jarang banyak orang yang salah menerka usianya. Dia masih sangat pantas bila menjadi anak SMP. Padahal dia sudah kuliah sembari kerja.
"Sial! Aku harus memastikan apa dia benar-benar membersihkan benihku dari dalam rahimnya. Tidak, aku tidak bisa percaya begitu saja dengannya. Bagaimana bila dia berencana untuk memerasku saat anak itu lahir?" Abimana terus saja memikirkan hal-hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi.
"Novan, apa aku bisa bicara dengannya tentang hal ini? Ah tidak. Bagaimana kalau di membocorkannya dengan Cla? Oh sebaiknya aku memang diam dan memastikan Amanda sudah meminum obat peluruh itu," kata Abi sembari memakai dasinya.
20 menit berselang, Abi kembali turun sudah dengan penampilan rapi. Dia menenteng tas kerja dan berjalan begitu saja tanpa menatap keberadaan Amanda di dekat meja makan. Perasaan malu itu membuatnya tidak berkutik.
Sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya, Abi merasa bersalah akan apa yang terjadi malam itu. Namun ia merasa gengsi untuk mengakui, terlebih lagi dengan posisinya yang sudah beristri.
"Ibu memintaku untuk membuat makanan, tetapi Pak Abi bahkan tidak mau untuk meliriknya," kata Amanda dengan lirih dan menutupnya dengan sebuah senyuman kecut.
"Iya, aku sadar dan aku sangat yakin sekarang bila dia memang sangat jijik denganku. Dia tidak berbohong akan kata-katanya malam itu. Tapi ... dia juga yang mulai melakukan itu terhadapku. Oh, bodohnya aku. Malam itu dia bau alkohol, dia pasti mabuk. Seharusnya aku melaporkan ini kepada kepolisian. tapi ... Ibuku pasti akan jatuh sakit dan kami, kami tidak punya uang untuk membayar tagihan rumah sakit," kata Amanda seorang diri.
Selesai dengan masakan, Amanda lalu menuju ke ruangan cuci baju. Amanda berdiri mematung saat melihat bercak merah di seprai tersebut. Suatu bercak yang menandakan bahwa segel miliknya masih terjaga dengan sangat baik.
Tidak kuat dengan pemandangan yang begitu menyiksa, Amanda lalu pergi begitu saja tanpa mencuci seprei tersebut.
---***---
Sementara itu di sebuah kantor, Abimana tidak fokus saat mengikuti rapat dan bertemu dengan klien. Hingga makan siang pun ia lewatkan. Ada begitu masalah yang menimpanya termasuk dengan kemarahan sang istri.
Abimana terduduk dan ia menengadah ke atas. Ia menatap langit-langit ruangan tersebut dan sekilas kejadian menjijikkan itu kembali. Jauh di dalam lubuh hatinya, Abi menyesali perbuatannya.
"Kenapa aku sampai khilaf begitu? Oh aku harus terus mendesaknya supaya dia mau meminum peluruh tersebut. Aku tidak mau dimanfaatkan oleh orang miskin sepertinya," ucap Abimana seorang diri.
"Ada apa? Aku perhatikan kamu itu dari masuk tadi sudah kusut wajahnya. Ada apa? Apa kalian bertengkar lagi? tanya Novan yang baru saja meletakkan berkas laporannya.
Abi menatap kedua manik Novan dan dia menggeleng. "Enggak, aku hanya lelah saja. Mungkin juga sisa alkoholnya masih ada sampai aku masih loyo."
Abimana jelas beralasan. Dia sama sekali tidak menunjukkan atau bahkan ingin membuka fakta itu. Baginya, kerahasiaan hal itu sangatlah penting.
"Oh iya, aku mau pamit ya, mau pulang dulu. Ada acara keluarga di rumah. Semua pekerjaan sudah beres dan aku harus membantu orang rumah."
"Silahkan sana, aku juga mau pulang setelah ini. Ada banyak pekerjaan di rumah." ujar Abimana seraya berdiri menenteng tas kerjanya.
Sesampainya di rumah, Abi dikejutkan dengan adanya rumah yang berantakan. Bercak darah itu juga minta untuk segera dibersihkan. Seprei itu menjadi saksi keganasan seorang Abimana Dipta.
Abimana mencuci dan membereskan rumah tersebut. Lantaran terlalu lelah, Abi sampai tertidur di lantai rumahnya. Dia seperti anak kecil yang tidur sambil bersembunyi.
----***----
"Aku harus bagaimana Bu, aku tidak bisa bekerja di sana!" kata Amanda penuh dengan penekanan. Dia sampai meremas kuat gelas minumannya dengan matanya yang berkaca-kaca.
Amanda baru saja pulang dan tiba di rumah. Namun Clarissa rupanya telah menghubungi bibik Ninik untuk menjaga rumah itu karena sebulan ini Clarissa tidak akan pulang. Dia mempunyai pekerjaan penting dan beberapa kontrak.
"Ya kamu harus menggantikan ibu sementara Manda. Apa kamu lupa kita punya hutang dengan tuan Abi? Saat adikmu sakit dan membutuhkan penanganan operasi hanya dia yang mau membantu kita. Sekarang ibu hanya memintamu untuk pindah tidur di sana dan kamu keberatan? Oh, ibu tidak percaya ini," kata bibik Ninik penuh sesal. Ia menunduk dan menitikkan air mata.
"Ibu malu Manda, kalau hanya dimintai tolong begini saja tidak bisa. Ibu malu," kata bibik Ninik.
"Ah iya, bagaimana aku bisa lupa akan hari itu. Aku memang harus kembali bertemu dengannya. Iya, aku harus bekerja menggantikan ibu. Mau bagaimana lagi, aku tidak ada pilihan," kata hati Amanda.
Pada akhirnya, Amanda tetap kembali ke rumah besar Abimana. Dia sampai kembali dan mendongak menatap pagar yang tinggi menjulang. Satpam yang berjaga pun segera mendekatinya, agak aneh saja melihat Amanda kembali dengan membawa tas besar.
"Manda, kok kamu? Ibumu ke mana, apa dia belum sembuh?" tanya Satpam.
Amanda menggeleng pelan. "Belum, dia belum bisa berjalan. Dia mengeluhkan pinggangnya yang sakit. Jadi aku yang menggantikannya sebagai pembantu di rumah ini."
"Iya, kamu anak yang baik. Oh iya di malam itu kamu pulang jam berapa? Kenapa aku tidak melihatmu?" tanya Satpam yang justru mengingatkan akan malam mengerikan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments