9. Tidak Bisa Mengabaikan

"Dia pikir, bisa mengabaikan aku begitu saja?" Abimana menggumam di dalam hatinya. Dia menatap Amanda yang baru saja masuk ke dapur untuk membuat makan malam.

Amanda masuk ke dalam dapur begitu saja dengan wajah masamnya. Dia sama sekali tidak mau menggubris keberadaan Abimana yang sedari tadi duduk di ruang tengah. Dokter sudah menangani lukanya memang dan saat ini dia bersikap seperti anak kecil yang haus perhatian dari ibunya.

Bahkan, tanpa Amanda ketahui, Abimana menghubungi bibik Ninik dan mengatakan semuanya. Semua sikap dingin Amanda ia jabarkan kepada pembantunya yang sudah sangat lama mengabdi kepadanya bahkan sebelum dia menikah. Hal tersebut tentunya membuat bibik Ninik mengomeli anaknya. Itulah mengapa raut wajah Amanda menjadi masam saat ini.

"Manda!" seru Abimana dari ruang tengah. Dia sengaja memanggilnya untuk mulai mengerjai pembantunya itu.

"Iya, ada apa Pak?" Amanda menyahuti dari balik kulkas. Dia sedang memilih sayuran.

"Kalau dipanggil itu harusnya mendekati, bukan hanya menyahut seperti itu! Apa begitu cara ibumu mendidikmu?" tanya Abimana dengan maksud menyinggung mengenai pola mendidik anak.

Amanda hanya bisa menghela napasnya, dia datang dan mendekati Abimana yang tentunya dengan menjaga jarak. Berjarak 3-4 meter dia dari Abimana. Lagi-lagi hal seperti itu yang bisa menggelitik hati Abimana dan mengulum senyumnya.

Niat awal Abimana adalah untuk mengerjai Amanda dengan menyuruhnya berulang kali. Akan tetapi dia justru tertawa saat melihat itu. Dia bisa tertawa kecil hanya dengan melihat ekspresi wajah Amanda yang tidak ikhlas saat dipanggil.

"Harusnya aku tidak tertawa begini. Aku kan ingin mengerjainya. Tapi kenapa melihat ekspresi wajahnya yang begitu saja sudah bisa membuatku ingin tertawa?" pikir Abimana.

"Maaf," pelan kata terlontar dari bibir Amanda. Dia menunduk dan tidak mau melihat wajah Abimana.

Ting! Tung!

Bel pintu berbunyi, Abimana dan Amanda menoleh secara bersamaan. Mereka saling tatapa sesaat dan pada akhirnya Amanda yag tetap membukakan pintunya.

Gadis itu berjalan meski dengan langkah gontai lantaran ia malas melakukans egala sesuatu jikalau masih ada Abimana di sekitarnya. Iya, dia lebih memilih untuk mengurung diri bila Abimana berada di rumah. Tapi karena kejadian pagi tadi, dia harus lebih ekstra dalam menjaga dan melayani majikannya.

"Paket," kata Amanda dengan wajah masamnya yang masih sama saja. Dia bahkan tidak mau menatap wajah Abimana meskipun majikannya itu saat ini berada di depannya.

Abimana mendekat lalu membaca resi dari paket tersebut. Dengan terpincang ia berjalan menuju ke meja makan dan duduk di sana sesaat. Tatapan matanya seperti memindai dna entah kenapa malah tertuju kepada perut buncit Amanda yang sedikit terlihat.

"Karena aku baik hati, itu aku belikan kasur untukmu tidur. Kamu sedang hamil, jadi seharusnya mendapatkan kualitas tidur yang baik," ucap Abimana seolah bukan dia penyebab dari semua ini.

"Ah, menjengkelkan sekali. Dia selalu mempunyai cara untuk merendahkanku. Dia selalu saja bisa menghinaku dari segala sisi. Ya Allah, kapan engkau akan membuatnya memecatku?" harap Amanda dalam diamnya.

"Bilang apa kalau sudah dibelikan?" tanya Abimana seperti sedang mendidik anak kecil untuk tahu terima kasih.

"Makasih," balas Amanda yang kemudian meletakkan paket kasur itu ke lantai begitu saja.

Melihat hal tersebut tentunya membuat Abimana membeliak. Barang yang sudah ia belikan hanya teronggok begitu saja di lantai dan Amanda sama sekali tidak terlihat antusias. Gadis itu tetap saja murung dna terlihat masam.

Beberapa menit berlalu, hingga Amanda selesai memasak, mereka masih saling diam tanpa banyak melakukan interaksi. Hingga makanan tersaji di atas meja dan Amanda berniat kembali ke kamarnya. Namun Abimana dengan segera menghentikannya.

"Jangan langsung kembali ke kamar. Pekerjaanmu masih sangat banyak. Kamu tidka pernah membersihkan lemari pajangan itu? Sebentar lagi istriku pulang. Kalau lemari pajangan itu berdebu maka tamat riwayatmu," ujar Abimana dengan maskdu menakut-nakuti.

Amanda tidak menjawab barang sekecap kata pun dia hanya diam dan kemudian mulai mengambil lap dan membersihkan lemari tersebut tanpa ekspresi. Sedangkan Abimana mulai menyantap hidangan buatan Amanda yang hanya satu porsi saja tanpa sisa. Manik Abimana melongok melihat ke sekeliling dapur dan dia tidka menemukan makanan sisa yang dihidangkan di piringnya.

"Apa dia hanya memasak satu porsi saja? Terus di mana makanannya? Apa dia tidak makan?" tanya Abimana dalam hati. Tanpa dia sadari, saat ini dia selalu saja mencemaskan dan memikirkan Amanda.

Dia tidak menyadari, bahwa semenjak tangannya menyentuh perut Amanda dan bisa merasakan gerakan dari dalam sana, dia seperti terikat dengan sesuatu yang tak terlihat. Sesuatu yang membuatnya terus saja teringat akan sesuatu yang kecil yang berada di dalam perut Amanda. Dengan langkah kakinya yang pincang, dia menuju ke dapur kotor dan memeriksanya.

Amanda tidka mendapati adanya lauk yang enak di sana. Hanya ada tempe goreng dan kecap manis. Sudah hanya dia itu dna itu pun tidak terletak pada meja. Amanda seperti menyembunyikan makanannya itu di dekat tempat minyak makan dna hanya menutupnya menggunakan piring yang besar sementara wahag tempe goreng itu hanya di sebuah mangkuk kecil. Melihat hal itu, timbul rasa bersalah dalam diri Abimana.

Abimana ingat bagaimana dia yang dulu melarang Amanda untuk menggunakan dapur bersih dan juga melarang Amanda untuk makan makanan yang sama dengan majikan. Kini saat Amanda benar-benar patuh dan mengikutinya, dia justru menginginkan suoaya gadis itu melawan. Dia ingin gadis itu mengajukan protes. Tidak, Amanda bukan gadis seperti itu.

"Hanya seperti ini makanannya? Dia sedang hamil, tapi malah makan makanan seperti ini," kata Abimana dengan begitu pelan. Dia merasa kasihan terhadap Amanda. Kalau seperti itu, maka sudah jelas, kondisi janin dii dalam perutnya juga tidak baik.

"Ah, terserah. Terserah dia mau berbuat apa. Itu bayinya dan tidak ada kaitannya denganku. Bagiku yang terpenting saat ini hanyalah menangkap basah Clarissa. Aku ingin tahu bagiamana di amenjadi terbuang dna patah hati. Oh! atau ...."

Belum selesai Abimana mengatakan sesuatu tentang rencananya, Amanda sudah masuk ke dapur begitu saja. "Sudah selesai Pak. Permisi."

Amanda berjalan melewati Abimana tanpa terganggu. Dia berjalan dengan wajahnya yang terkesan acuh dan tidak peduli. Tidak seperti sebelumnya sebelum peristiwa kelam itu terjadi di mana Amanda selalu menyapa dengan hormat majikan ibunya ini.

"Kenapa semakin ke sini aku merasa semakin sakit saja ketika dia mengabaikanku?" kata Abimana lirih. Dia mulai meraba perasaannya sendiri.

----***----

Malam hari, setelah Amanda selesai menata kasur baru di kamarnya, dia barulah merasa lapar. Seperti biasa, dia akan menuju dapur untuk mengambil nasi putih dan lauk seadanya. Namun kali ini betapa terkejutnya dia saat melihat tempe goreng miliknya menghilang. Bukannya mencari, Amanda justru hanya mengambil kecap dna membubuhkan kaldu bubuk di atas nasinya lalu menyiramnya dengan air panas.

Dia pikir dia sendiri di sana, namun ternyata tidak. Ada Abimana yang mengawasinya dan terheran mengapa Amanda tidak marah karena kehilangan lauknya. Dia justru pasrah dengan keadaan yang ada.

Sikap pasrah Amanda itu juga yang membuat Abimana tersentil. Dia menjadi gemas sendiri dan ingin Amanda melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri seperti berjuang untuk hidupnya. Amanda terkesan pasrah menerima setiap apa yang Tuhannya berikan termasuk ujian.

"Kenapa hanya makan dengan seperti itu?" tanya Abimana dengan ekspresi wajahnya yeng terkesan aneh bagi Amanda. "Kenapa tidak mencari lauk di kulkas? Aku membelikanmu nugget."

Amanda hanya tersenyum kecil. Ia bangkit dari duduknya dan terlihat mengusap perutnya tanpa melihat keberadaan Abimana. Seolah di sana hanya ada dirinya dna calon buah hati.

"Buat apa mencari sesuatu yang bukan milikku. Juga aku masih ingat apa kata Bapak, aku tidak boleh menyentuh makanan dari semua yang keluar dengan uang Bapak 'kan? Aku tidak lupa dan akan terus mengingatnya." Amanda mencuci piring bekas ia makan yang ternyata juga bukan piring Abimana. bahkan gadis itu kembali membawa piring plastik kecil itu masuk ke dalam kamarnya.

"Sial! Kenapa aku tidak suka dia mengabaikanku seperti ini? Kenapa? Kenapa aku begitu peduli terhadap janin yang dikandungnya?" batin Abimana bertanya-tanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!