Hari berganti malam, sudah waktunya mereka berdua beranjak tidur. Namun, Naki tak nampak batang hidungnya sama sekali. Ana jadi merasa bersalah pada lelaki itu. Dia ingin keluar mencarinya, tapi di luar terlalu gelap dan berbahaya.
Hutan di pulau ini cukup luas. Ana bisa tersesat jika keluar sendirian apalagi malam-malam.
"Apa aku terlalu keterlaluan pada anak itu?" Ana duduk menekuk lutut. Ia tatap penerangan cahaya kecil yang tergantung di dinding kayu.
"Maafkan aku Naki. Aku sungguh tidak bermaksud melukai perasaanmu ...."
Air mata gadis itu perlahan menetes. Kini ia mulai menyadari betapa ia sangat membutuhkan sosok Naki dalam hidupnya.
Sekujur tubuh Ana mulai gemetar ketakutan. Bagaimana jika Naki marah lalu meninggalkannya seorang diri?
Ana jelas tak mungkin mampu hidup di tempat ini.
"Naki, kamu di mana?" Isakan-isakan kecil berganti menjadi tangis. Ia beranikan diri untuk membuka pintu. Tampak cahaya rembulan menerpa wajahnya yang basah oleh air mata.
Ana berusaha mengedarkan pandangannya ke luar. Perapian di luar mulai mati. Tampak si macan galak sudah tidur pulas. Gajah juga ikut tiduran di samping macan, pertanda mereka tak bersama Naki.
Biasanya Naki selalu pergi dengan hewan-hewan buas kesayangannya. Tapi untuk kali ini dia pergi sendiri.
Akhirnya Ana kembali menutup pintu. Dia berbaring pelan-pelan dan mulai menutupkan selimut ke wajahnya. Tanpa sadar Ana mulai menutup matanya perlahan. Berusaha sekeras mungkin terpejam. Dan tentunya berharap saat ia bangun Naki sudah datang.
-
-
-
"Nakiiii ...."
Ana terbangun dari tidur sambil berteriak. Kira-kira sudah satu jam dia terlelap tanpa sadar.
Perempuan itu berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Dia baru saja mendapat mimpi buruk, di mana Naki mati karena diterkam hewan buas.
Srak ... Srakk ... Kreott ....
Pintu perlahan terbuka. Tampak tubuh besar Naki muncul dari balik pintu. Tanpa basa-basi Ana langsung beranjak dan menabrakkan tubuhnya ke arah Naki.
"Naki aku takut ...."
Dia merangkulkan kedua tangannya di pinggang Naki. Gadis itu mulai menangis berderu-deru dan membuat Naki keheranan.
"Maafkan aku Naki. Maafkan aku," isaknya penuh penyesalan. "Aku sadar kalau aku tidak bisa hidup tanpamu. Seharusnya aku tidak membuat kamu marah dan kecewa," ujarnya kemudian.
Pelan, Naki mulai membalas pelukan Ana. Rasanya memang agak beda saat dilakukan dengan cara berdiri. Tubuh Ana yang tingginya hanya seperut Naki jelas tidak seimbang.
"Aku takut banget Naki. Aku takut ditinggalin kamu. Kamu ke mana saja Naki? Kenapa sudah selarut ini tidak pulang?" Rentetan pertanyaan mulai keluar dari bibir Ana yang basah. Dia mencebik. Mendongak dan menatap Naki sambil menunggu penjelasan.
"Aku tidak marah. Tidak juga kecewa. Aku hanya tidur di atas pohon, Ana. Terus terang aku juga takut. Aku takut hilang kendali lalu memelukmu. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidur di atas pohoh supaya tidak mengganggu kamu."
"Jadi itu gara-gara soal peluk? Ya ampun Naki ...." Ana benar-benar merasa bersalah saat ini.
Tak seharusnya dia membuat Naki berpikir keras di saat lelaki itu sedang berusaha menyesuaikan diri dengannya.
"Iya, aku takut memeluk kamu secara tiba-tiba. Aku tidak mau membuatmu marah seperti tadi siang," jawab Naki jujur.
Air mata Ana yang sempat berhenti kembali mengalir lebih deras. "Naki, mulai sekarang kamu boleh meluk aku kapan pun kamu mau. Aku nggak akan marah. Asalkan kamu jangan pergi tanpa pamit kayak tadi. Aku nggak suka!" pungkasnya di akhir kalimat.
"Apakah itu artinya kamu sudah menyukaiku, Ana?"
Pertanyaan itu kembali muncul dari benak Naki. Matanya yang polos sedang menunggu jawaban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Sunarty Narty
aq sih bilang yes
2023-07-27
0
Ney maniez
🤦♀️👍🤭😂😂😂
2023-06-10
0
Imam Sutoto Suro
beneran keren thor lanjutkan
2023-05-19
0