Setelah melangkahkan kaki dengan susah payah, akhirnya Ana berhasil keluar dari gubuk derita yang menjadi tempat tinggal Naki selama ini.
Gadis itu langsung membelalak begitu melihat keadaan di luar. Suasana tampak gelap gulita dipenuhi pepohonan yang tinggi menjulang.
Juga terdengar suara hewan-hewan kecil dan burung liar yang bercampur jadi satu-membuat keadaan lebih horor dari rumah pengabdi setan yang ada di Bandung.
"Sial! Aku hampir lupa kalau aku sedang di pulau tak berpenghuni."
Ana mendongak ke atas. Tampak cahaya rembulan bersinar terang. Namun hutan lebat ini tetap bukan tandingan seorang gadis kota penakut yang tahunya hanya menyedot boba seperti Ana.
Dari balik pintu kayu, Naki keluar, berdiri dan mengejutkan Ana sampai gadis itu terlonjak kaget. "Iisk!" decak gadis itu kesal.
"Kamu tidak jadi pergi?" tanya Naki dengan tidak tahu dirinya.
Ana hanya diam membatu tanpa pergerakan. Sesekali ia mendengkus sambil matanya terus menatapi hamparan kegelapan yang ada di depannya.
Malu dan takut bercampur jadi satu. Kalau Ana lanjut, ia bisa mati ketakutan berada di dalam situasi segelap itu.
Apalagi ia tahu persis bahwa di dalam hutan ini terdapat banyak hewan liar dan buas. Jelas Ana tidak akan selamat, tapi kalau berada di sini, ia malu pada Naki yang tampak kebingungan melihat Ana tidak jalan-jalan juga.
Krukk ... Krukk ...
Suara perut Ana memecah suasana.
Cacing-cacing sialan di perut itu mulai menggema dengan tidak tahu dirinya. Berdisko ria hingga ia terpaksa menekan perutnya agar tidak berbunyi terus-menerus.
Ana tertunduk malu, namun ia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun lantaran sudah bersikap tidak baik pada Naki.
Ana tahu dan sadar akan sikapnya yang ketus, tapi semua itu bisa hadir karena rasa frustrasi akibat keadaan gila yang belum bisa Ana terima begitu saja.
"Ah, ternyata manusia bertubuh aneh ini lapar ya!" Naki tersenyum-senyum geli.
Tangannya terlipat di depan dada, matanya naik turun menertawakan tingkah Ana yang menahan malu luar biasa.
Siapa yang bertubuh Aneh? Dasar muka rata. Tidak sadarkah bahwa tubuhnya sendiri yang aneh? Isk, monster purba sialan, batin Ana.
"Ayo ikut aku." Naki menarik tangan kiri Ana, membawa gadis itu ke tempat perapian di samping rumah kayunya.
"Kamu mau ngapain? Mau bakar aku? Katanya orang cerewet kayak aku nggak enak dimakan?"
"Siapa yang mau makan kamu? Saya justru mau memberi kamu makan"
Naki menunjuk seonggok daging kelinci yang ditusuk dengan kayu--terpanggang matang dan membuat mata lapar Ana tersambar-sambar.
"Kamu belum memakan apa pun sejak kutemukan di tepi pantai. Pasti kamu sangat lapar. Ayo makan dulu," ajak Naki.
Ana hanya membalas ucapan Naki dengan senyum tipis penuh kecanggunggan.
Kemudian ia ikut duduk di depan perapian hangat tersebut. Gadis itu mulai merasa tidak enak pada Naki. Ternyata pria itu cukup baik walau kesan pertamanya sedikit menyebalkan. Dan jangan lupakan bahwa dia menyeramkan.
"Minum ini dulu, kamu pasti haus karena saya hanya memberimu sedikit tetesan air selama ini." Naki menyodorkan seonggok buah kelapa pada Ana.
"Terima kasih," balas Ana agak merasa canggung, tapi langsung meminum air kelapa itu sampai tandas. Untuk apa malu? Toh urat malunya sudah terlanjur putus, pikit gadis itu.
"Pelan-pelan."
Lagi-lagi Naki tersenyum melihat tingkah lucu Ana. Ia nampak mirip dengan hewan peliharaan.
Naki segera mengambil daging kelinci yang terpanggang di atas perapian, lalu menaruhnya di atas daun jati sambil menahan panas dengan cara meniup-niup daging tersebut. Ia memisahkan daging dari tulangnya dengan telaten sebelum diberikan pada Ana. Kemudian menyodorkannya setelah semua tulang-tulangnya bersih.
"Makanlah," ucap Naki.
"Kamu--?"
Ana menatap sungkan kepada Naki karena pria itu tidak menyisakan daging sedikit pun untuk dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
fiendry🇵🇸
ceritanya seru
2023-09-21
0
Ney Maniez
🤗🤗🤗🤗🤗
2023-06-10
1
Imam Sutoto Suro
semangat thor lanjut
2023-05-18
0