***
"Emm ... Bagaimana dengan kamu? Kenapa kamu tidak makan?" tanya Ana sungkan.
"Saya sudah makan, untuk kamu saja. Sepertinya tubuhmu kekurangan gizi."
Eh, enak aja kekurangan gizi?
Ana berdongkol ria, tapi ia memilih mengangguk dan mulai memakan daging itu dengan lahapnya.
Beruntung Ana adalah jenis mahluk omnivora yang tidak pemilih dalam hal makanan. Asal bukan daging mentah, Ana sanggup untuk memakannya.
Ia makan begitu rakus tanpa peduli pada Naki yang sedari tadi terpaku heran melihat gaya makanan Ana yang seperti orang kesetanan.
"Daging kelinci ini enak sekali, tadinya kupikir rasanya hambar, ternyata gurih dan manis. bumbu apa yang kamu tambahkan?" tanya Ana seraya mengelap bibirnya yang belepotan. Ia sudah selesai memakan daging itu. Singkat, cepat, hanya dalam waktu tiga menit saja daging itu ludes tak tersisa.
"Saya merendamnya dengan air laut dan madu yang saya cari di hutan."
"Ah, hebat sekali kamu, bisa memanfaatkan situasi dalam keadaan seperti ini."
"Tidak hebat, saya hanya sudah terbiasa mempelajari cara bertahan hidup di tempat ini. Awalnya juga saya juga bingung dan kaget seperti kamu."
"Begitu ya?" Ana melirik perapian yang ada di depannya. "Ngomong-ngomong, apa kamu belajar membuat api dengan batu yang digosok-gosok sampai menghasilkan percikan api seperti orang purba juga?" tanya Ana begitu penasaran.
Naki tertawa mendengarnya. Giginya tampak putih dan rapih walau Ana tidak yakin apakah Naki pernah gosok gigi atau tidak.
"Kok malah ketawa?"
Pria itu menjawab, "Tidaklah! saya mengambil api ini dari sumber panas yang letaknya berada di ujung hutan ini. Di sana ada api yang tidak pernah padam. Jika sumber api ini mati, saya akan pergi ke sana untuk mengambilnya. Justru saya baru tahu kalau batu bisa menghasilkan api juga. Apa kamu tahu caranya?"
Ana menggeleng. "Tidak tahu, tapi katanya bisa. lagi pula di tempatku tersedia banyak korek api, jadi aku tidak pernah mencoba tutorial versi orang susah seperti itu," ucap Ana cuek bebek.
Ternyata Naki tidak pandai seperti tarzan yang ada di otak Ana. Justru Ana jauh lebih paham soal manusia purba dibandingkan Naki.
"Ah,begitu? Tempatmu pasti sangat hebat." Naki mengangguk-anggukkan kepala, pura-pura menyanjung kesombongan Ana barusan.
Sedetik kemudian ia beralih, matanya terjutu pada luka memar di lengan Ana yang sepertinya tidak dibuat rasa oleh anak itu.
"Kemarikan tanganmu, biar saya obati luka itu dengan obat yang sudah saya siapkan. Tadi saat mau mengobati tiba-tiba kamu bangun, jadi saya belum sempat mengobati lukanya."
Ana melirik pergelangan tangannya. Ia langsung meringis begitu melihat lukanya yang cukup mencolok. "Obat apaan itu?"
"Saya tidak tahu persis nama daunnya. Saya menyebut ini daun obat karena berkasiat menyembuhkan luka," terang Naki sungguh-sungguh.
Sebenarnya itu adalah daun binahong. Tanaman yang tumbuh merayap dan bisa ditemukan di dataran tinggi mau pun rendah.
Daun binahong memiliki kandungan antiseptik yang tinggi, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Cukup ditempelkan di atas luka, maka farmakologis dan anti mikroba akan berperan aktif dan mencegah infeksi pada luka dengan sendirinya.
"Ya sudah." Ana mencoba percaya daripada menderita, ia mengulurkan tangan kirinya yang terluka itu dan langsung disambut baik oleh Naki.
Gadis itu sedikit meringis ngilu saat Naki membubuhkan tumbukan daun itu di tangan Ana. "Sakittt!"
"Tahan, ini tidak akan lama." Naki melepas tangan Ana kembali dengan hati-hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
fiendry🇵🇸
baguslah...
2023-09-21
0
Sunarty Narty
sampai kapan kalian d sana ana,jgn2 sampe punya anak 😂😂😂😂
2023-07-27
0
Ney Maniez
👍👍💪💪
2023-06-10
0