Rizal pergi keluar rumah pagi pagi sekali padahal ini adalah wekeend, kantornya libur namun pria itu tidak ada niatan untuk berada dirumah.
Selama 6 bulan pernikahan, Rizal belum sekalipun berada dirumah saat libur bekerja.
Faris baru saja selesai joging keluar, saat Ia masuk rumah, bau nasi goreng sudah menembus hidungnya membuatnya segera menuju ke dapur.
"Sarapan dulu den." tawar Bik Sri yang tengah menyiapkan nasi goreng buatan Vanes dimeja makan sementara Vanes masih menggoreng telur mata sapi untuk pelengkap nasi goreng.
Faris sempat mencium bau tubuhnya setelah dirasa aman, Ia akhirnya duduk dimeja makan. Ia akan sarapan lebih dulu setelah itu mencuci mobil dan barulah Faris pergi mandi karena tak baik jika mandi saat tubuhnya berkeringat setelah olahraga.
"Lho cuma berdua? Nggak nungguin mas Rizal?" tanya Faris saat Vanes mengambil secentong nasi goreng lalu diletakan ke piring Faris.
"Mas Rizal udah pergi subuh tadi."
Faris melongo tak percaya, bisa bisanya Mas Rizal pergi sepagi itu padahal ini hari libur.
"Mas Rizal kalau libur nggak pernah dirumah." ungkap Vanes.
Faris menelan ludahnya, rasanya Ia menyesal sudah menanyakan tentang Rizal apalagi melihat raut wajah Vanes yang berubah murung.
"Nasi gorengnya enak mbak." puji Faris mengalihkan topik karena tak ingin Vanes sedih.
Vanes tersenyum, "Syukur deh kalau suka jadi nanti ada yang bisa habisin."
"Ck, kalau cuma masalah habisin tenang aja mbak, perutku siap nampung kok."
Vanes kembali mengulas senyum, terlihat sangat cantik dimata Faris. Sungguh jika Vanes bukan Kakak iparnya, mungkin Faris sudah menyatakan cinta pada Vanes saat ini juga.
"Non, persediaan dikulkas sudah habis," adu Bik Sri disela sela Vanes sedang makan.
"Nanti aku belanja Bik, tapi tolong pesenin taksi ya soalnya lagi males nyetir sendiri." pinta Vanes.
"Eh, biar aku antar aja nggak apa apa mbak." tawar Faris.
"Beneran Den mau ngantar?" tanya Bik Sri memastikan.
Faris mengangguk, "Iya biar nanti ku antar saja nggak apa apa kalau mbak Vanes mau."
"Emang kamu nggak sibuk hari ini?" tanya Vanes.
"Enggak kok mbak, sibuk ngapain orang aku juga bingung mau nyari kegiatan." ungkap Faris lalu tertawa diikuti oleh Vanes.
Tepat pukul 10 pagi, Faris dan Vanes pergi belanja menggunakan mobil sedan milik Vanes.
Beruntung dulu saat kuliah, Faris sempat belajar menyetir mobil, meskipun Ia tidak memiliki mobil setidaknya ilmunya berguna saat dibutuhkan seperti ini.
"Kamu nggak mau nganterin aku belanja?" tanya Vanes saat Faris ikut masuk ke swalayan tempat Ia belanja kebutuhan dapur.
"Enggak kok mbak, dulu aku juga suka nganterin Ibu ke pasar."
Vanes mengulas senyum lalu berjalan mendahului Faris.
Faris membantu mendorong trolinya agar Vanes bisa lebih leluansa memilih bahan yang akan dibelinya.
"Orang kaya mah kalau beli langsung dimasukin gitu aja ya, nggak pakai lihat harganya." cibir Faris.
Vanes tertawa, "Aku pernah kok kalau beli sesuatu harus lihat harganya tapi itu dulu waktu masih kuliah tapi sekarang, suamiku kaya jadi aku manfaatkan kekayaan suamiku dengan belanja sepuasnya tanpa mikir harga." ungkap Vanes.
Faris tak mengatakan apapun, Ia mengacungkan jempolnya dan membenarkan apa yang dilakukan oleh Vanes.
Dari pada sakit hati melihat suami brengsek seperti Rizal memang lebih baik memanfaatkan harta Rizal dengan berbelanja sepuasnya tanpa melihat harga, Faris tak menyangka jika Vanes secerdas itu.
"Kok ngasih jempol? Maksudnya apa nih?" tanya Vanes.
"Aku dukung Mbak Vanes, kalau perlu aku anterin Mbak Vanes pergi ke mall buat beli barang barang branded yang lebih mahal dari pada ini."
"Setuju." ucap Vanes lalu keduanya tertawa bersama.
Selesai berbelanja bahan pangan, Faris membawa tiga kantong plastik penuh berisi belanjaan ke dalam mobil lalu Ia kembali mengantar Vanes berbelanja stok persabunan.
"Ini aja mbak yang mahal, kualitasnya juga lebih bagus." kata Faris saat Vanes sedang memilih sabun cuci.
Vanes tertawa dan langsung mengambil sabun pilihan Faris.
Tidak hanya sabun namun shampo, pasta gigi, Faris memilihkan yang harganya mahal agar dan Vanes tidak keberatan, Ia justru terlihat senang mengikuti apa yang Faris ucapkan.
Namun tiba tiba langkah kaki Vanes terhenti bersamaan dengan senyum diraut wajahnya, tiba tiba Vanes mengajak Faris berbalik dan segera pergi ke kasir untuk membayar.
Awalnya Faris bingung melihat sikap Vanes yang tiba tiba berubah namun kini Ia tahu alasan Vanes seperti itu.
Selesai membayar, Faris membawa semua kantong belajaan dan memasukan ke bagasi mobil. Ia segera melajukan mobilnya meninggalkan swalayan tempat mereka berbelanja.
Sesekali Faris melirik ke arah Vanes dimana raut gadis itu terlihat sangat sedih.
Faris tahu dan Faris bisa mengerti apa yang dirasakan oleh Vanes. Bagaimana tidak sedih jika melihat pasangan kita mengantar wanita lain belanja sementara membiarkan pasangan sendiri berbelanja dengan iparnya, mungkin itulah yang dipikirkan oleh Vanes.
Beruntung hanya dirinya dan Vanes yang melihat Rizal bersama Mira, sementara Rizal tidak tahu jika Vanes berada diswalayan yang sama.
Mungkin itu alasan Vanes buru buru pergi padahal belum selesai berbelanja, karena Vanes tidak mau berpapasan dengan Rizal, pasti rasanya akan lebih menyakitkan jika mereka sampai berpapasan.
Faris menghentikan mobilnya didepan toko sejuta umat, tanpa mengatakan apapun, Faris keluar dan memasuki toko itu.
Faris merogoh dompetnya, Uangnya tersisa 2 lembar ratusan ribu, harusnya uang ini bertahan hingga Ia gajian namun karena ini penting jadi Faris akan menggunakan uangnya itu.
Faris membeli dua es krim coklat yang harganya cukup terjangkau.
Ia kembali ke mobil lalu memberikan salah satu es krimnya pada Vanes.
"Biasanya kalau makan es apalagi rasa coklat bisa mengurangi kecemasan." kata Faris.
Vanes tersenyum, "Apa aku terlihat menyedihkan?"
Faris menggelengkan kepalanya, "Aku tidak akan bertanya apapun jika Mbak Vanes tidak mau bercerita."
Lagi lagi Vanes tersenyum lalu membuka es krim dan mulai menikmatinya, "Rasanya enak."
"Masih satu kalau mau nambah, tapi makan nya harus cepat biar nggak meleleh." kata Faris menawarkan miliknya.
"Makan saja, aku cukup satu ini."
Faris menggelengkan kepalanya, "Buat Mbak Vanes semua aja."
Faris lebih suka melihat Vanes menikmati es krimnya.
Pikiran Faris jadi melayang memikirkan hal lain saat melihat Vanes makan es krim dan seketika Faris berbalik kembali menatap ke arah depan, melihat Vanes makan es krim membuat pikirannya jadi tidak waras.
Hanya beberapa menit Vanes sudah menghabiskan es krimnya, kini es krim milik Faris sudah berada ditangan Vanes.
Faris sempat melihat bibir Vanes yang belepotan, penuh dengan es krim membuatnya gemas ingin membersihkan bibir Vanes namun Ia sadar tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
"Setelah ini bisakah kau mengantarku ke mall?" tanya Vanes, "Aku ingin menghabiskan uang lebih banyak lagi untuk hari ini."
Faris tersenyum dan langsung mengangguk.
Bersambung...
Jangan lupa like vote dan komeennn
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trusceria
2024-03-31
0
Nendah Wenda
cerdas vanes kamu istri sah harus pintar memanfaatkan situasi
2023-10-18
0
Kp Budi32
😍😍😍
2023-07-16
0