Dua orang anggota genk badik yaitu Adil dan Edo sedang mengintai dari kejauhan. Mereka bersembunyi di balik pohon besar taman komplek, menunggu Jihan keluar dari rumah. Biasanya Jihan pasti setelah suaminya berangkat kekantor untuk menyirami tanaman bunga koleksinya. Pada waktu yang tepat mereka berdua akhirnya menemukan kesempatan untuk melancarkan aksinya.
"Tuh, si Jihan udah keluar! Ayo cepet," pekik Edo kepada Adil yang sudah bersiap-siap menyetar motor maticnya.
Adil melajukan motornya dengan lamban, ia tidak memakai motor besarnya dikhawatirkan Justin mengenali bahwa dia anggota genk badik. Adil semakin kencang mengemudi, dia adalah seorang joki yang handal dan profesional dalam beraksi. Maka dari itu ia di percaya oleh sang ketua genk. Ketika Adil melintasi depan rumah Jihan ia mengolengkan motornya dan menjatuhkan diri persis di depan gerbang.
Brak!
"Aaachh ...!"
Spontan Jihan kaget melihat seseorang jatuh dari motor. Kebetulan keadaan jalan komplek sangat sepi, memang itulah waktu yang sudah di perhitungkan oleh kedua anggota genk badik itu.
Jihan berlari keluar hendak menolong pemuda bertubuh kurus yang jatuh itu.
"Ya Allah! Kamu tidak apa-apa' kan?"
Jihan coba membangunkan pemuda itu. Adil merasakan sakit di bagian kaki dan luka lebam di bagian siku tangannya. Jihan lalu bantu memapahnya untuk di bawa kedepan rumah. Adil lalu disuruh duduk menunggu di kursi halaman oleh Jihan yang sedang mengambil obat luka didalam. Si perempuan bercadar hitam itu lalu keluar dan mengobati luka yang ada di siku Adil. Dengan menahan perih wajah Adil tersenyum saat Jihan sibuk mengobati lukanya. Tanpa sepengetahuan mereka Edo pun berhasil mengambil foto saat Jihan memapah dan duduk berdua di halaman rumah bersama Adil. Setengah jam kemudian Jihan menyuruh lelaki muda itu pergi, karena kewajibannya sudah selesai untuk menolongnya.
"Udah agak mendingan kan lukanya?"
"Ya. Terima kasih, kak!"
"Ya udah, sekarang kamu bisa lanjutin perjalanan. Untungnya motor kamu engga kenapa-napa." Ujar Jihan.
"Iya, kak. Sekali lagi terima kasih banyak yah atas pertolongan kakak. Saya pamit dulu, assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam!"
Adil keluar dari gerbang rumah Jihan lalu ia menaiki motornya yang hanya sedikit lecet pada bagian samping saja. Jihan tersenyum di balik cadar hitamnya melihat pemuda itu sudah kembali pulih dan mengemudikan motor. Ia merasa lega telah menolong sesama. Namun, Jihan tak mengetahui dibalik pertolongannya itu ada sebuah prahara yang akan mengancam.
Rencana mereka telah berhasil, selanjutnya foto-foto tadi di share melalui handphone kepada Cici yang sedang bekerja dikantor. Cici tersenyum, sebagian rencananya telah berjalan lancar. Kemudian ia memanggil salah satu patner kerja yang sudah sekongkol dengannya. Dia bernama Ririn. Dengan di imingi imbalan yang cukup lumayan, Ririn tergiur dan menyetujui permintaan dari Cici.
"Tuh, udah gue kirim ke hp lu foto-foto istri pak Justin sama anak muda asing itu," ucap Cici sedikit berbisik menghindari dari rekan-rekan kerja yang lain agar tidak mendengarnya.
"Tapi alasan gue gimana nih? Masa gue langsung ngasih foto gitu aja ke si Justin!"
Cici berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat, kecerdasan Cici memang sudah berpengalaman untuk membuat skenario siasat menjatuhkan seseorang, di benaknya langsung muncul alasan itu.
"Hm ... gini aja, kebetulan lo tadi engga sengaja lewat depan pak Justin sewaktu nganterin berkas perusahan kekantor ayahnya. Terus bilang aja, terpaksa saya fotoin apa yang dilakukan istri bapak ketika bapak ga ada dirumah, saya juga engga kenal siapa pemuda asing yang sedang berdua sama istri bapak di depan halaman itu, ini demi kebaikan hubungan rumah tangga bapak juga agar lebih tau tentang istri bapak. Bukannya saya ikut campur tapi saya peduli sama pak Justin yang baik dan suami yang setia."
"Yes! Kita berhasil"
Cici sangat gembira, khayalannya untuk hidup bersama Justin semakin dekat.
"Justin, sebentar lagi kamu akan jadi milik Ku" batin Cici.
Cici mengajarkan kalimat-kalimat itu kepada Ririn. Dengan tenang Ririn mengerti apa yang diutarakan Cici dan ia segera menyampaikannya kepada Justin.
Sebelumnya, Cici menugaskan Ririn untuk memberi berkas laporan kekantor pusat yang tak lain adalah Darmawan ayah Justin sendiri. Namun sebenarnya Ririn tidak melewati rumah Justin, dia hanya mengambil jalan pintas yang lain. Rencana Cici semakin membuahkan hasil, ia kembali menguping dari balik pintu ruangan kerja Justin. Wajah mantan ketua gengster itu berubah memerah ketika melihat foto-foto istrinya sedang bersama lelaki lain. Konsentrasi Justin menjadi buyar, hatinya dihantui kebimbangan.
"Enggak! enggak mungkin Jihan kaya gitu, dia pasti nelepon aku kalo ada sesuatu dirumah. Tapi ... ini ada bukti juga, foto ini ... hhhm" gumam batin Justin yang meresah.
"Permisi pak. Saya mau lanjutin pekerjaan saya!" Pamit Ririn.
"Oh, iya. Silahkan!"
Ririn kembali keluar dari ruangan Justin, Cici sudah berdiri menunggu.
"Gimana ...?"
"Yes! Kita berhasil"
Cici sangat gembira, khayalannya untuk hidup bersama Justin semakin dekat.
"Justin, sebentar lagi kamu akan jadi milik Ku" batin Cici.
menyukainya, ia coba mengajak cici kesuatu tempat.
Sepulang dari kantor Justin membungkam mulutnya, ia cuma mengucap salam kepada istrinya. Jihan tetap memeluk suaminya seperti biasa, meski hati Jihan pun masih belum pulih atas perilaku Justin belakangan ini yang seolah sudah bosan dengan masakannya. Pelukan itu seolah tidak berarti lagi, hanya sebuah sambutan saja. Justin lalu masuk kedalam rumah, ia menolak Jihan untuk membantu membukakan sepatu.
"Gak usah! Biar aku sendiri aja!"
Wajah Jihan me-layu saat mendengar ucapan yang tak biasa dari suaminya. Jihan pergi kedapur membuatkan teh hangat untuk Justin yang duduk di sofa melepas lelah. Setelah menaruh secangkir teh manis hangat itu diatas meja, Jihan duduk menghadapi suaminya yang membisu sedari tadi. Jihan merasa bersalah dan ia wajib memberi tahu apa yang dilakukannya tadi siang kepada suaminya. Seperti janji mereka dulu, harus saling terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Sayang, tadi ada anak muda yang jatoh dari motor depan rumah kita, terus aku coba nolongin dia. Soalnya ... "
"Udah cukup! Aku udah tau!" Potong Justin.
Jihan tersentak. Ia kebingungan entah siapa yang memberi kabar kepada Justin.
"Seharusnya kamu nelepon aku dulu sebelum bertindak supaya suamimu juga tau!"
Jihan menunduk, ia mengalah meski kesalahannya masih samar-samar.
"Maafin aku! Aku emang salah, tapi aku tadi dalam keadaan panik dan ga tega sama anak muda itu. Aku cuma niat nolongin aja!"
Jihan menangis, air matanya membasahi cadar yang menutupi sebagian wajahnya.
"Mungkin, dibalik kelupaan kamu itu ada rasa kesal sama aku yang udah bosen sama masakan kamu itu. Enggak sepantasnya seorang istri membalas perlakuan yang kurang baik suaminya!" Ucap Justin mulai bernada keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
ujan, signal bapuk euy..huft
2022-03-16
1
ciby😘
😁😁😁😁😁😁😁😁😁
2021-04-22
1
alina
co sweat semangat jihan 🤩🤩🤩🤩
2021-04-19
1