Seminggu sudah acara tahlilan telah dilaksanakan dirumah Justin untuk mendoakan almarhumah ibunya. Acara itu semua di kelola oleh Justin, karena keluarga Darmawan tidak begitu paham tentang itu, di karenakan keluarga mereka dulu jauh dari agama, hanya sebatas data KTP saja. Melihat perubahan Justin yang begitu mengejutkan, Darmawan sangat bahagia dan bangga kepada putra bungsunya itu yang kini bukan anak berandalan lagi melainkan menjadi anak yang soleh. Saat mereka berbincang di ruang tamu, Darmawan menanyakan tentang kehidupan Justin di luar sana. Dengan rinci Justin menceritakan semua tentang apa yang dialaminya selama menghilang, termasuk menceritakan tentang kehadiran Jihan.
"Oh, jadi gadis itu yang bikin kamu berubah?"
"Iya, Pah. Dia gadis yang istimewa dan berbeda dari gadis-gadis lainnya!"
Darmawan senang mendengar cerita tentang Jihan dari mulut Justin. Tapi ada suatu yang begitu pelik, disisi lain Justin harus memenuhi amanat dari almarhumah ibunya yang ingin Justin menikah dengan Cici.
"Kamu suka sama Jihan?" tanya Darmawan kepada putranya.
"Iya, Pah, saya sangat menyukainya. Bahkan saya ingin serius sama Jihan" sahut Justin
"Tapi bagaimana dengan wasiat almarhumah mama kamu Justin?"
Justin kembali bimbang, entah keputusan apa yang harus diambil saat posisi seperti ini, tapi dia tetap bersikeras untuk tidak melepas Jihan.
"Apapun yang terjadi aku akan tetap mempertahankan Jihan, Pah. Dia gadis pilihan Justin, dulu aku memang pernah mencintai Cici tapi setelah beberapa kali Cici ngehianatin hati aku, sekarang cinta ku berubah benci. Tapi, berhubung sekarang Justin sudah berubah, tidak seperti Justin yang dulu lagi, Justin usaha untuk ngelupain semua itu." Ucap Justin
Darmawan telah memahami semua perasaan Justin, sebagai ayah yang baik ia selalu menuruti keinginan putranya yang terbaik.
"Kalo papah bagaimana kamu saja, Justin! tapi kamu harus bijak dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah ini. Satu bulan lagi kakak kamu Febian akan menikah, sayangnya tidak bisa dihadiri oleh mama kalian, makanya kakak kamu itu sangat terpukul sekali. Tapi acara pernikahannya akan tetap berlangsung dirumah Pak Asmal, besan papah. Nah, coba kamu ajak Jihan untuk ikut pergi kesana, papah pengen kenal sama dia."
Justin berpikir sejenak, ia akan mencoba mengenalkan Jihan kepada keluarganya dihari pernikahan Febian bersama Clara nanti.
Satu minggu itu Jihan banyak termenung, karena tidak ada kabar dari Justin. Mungkin karena ketiadaan alat komunikasi diantara mereka, ada rasa sedikit penyesalan dihati Jihan karena dia tidak memberikan nomor HP nya kepada Justin tempo malam lalu. Jadi, mereka harus saling kuat menahan rindu.
Sampai suatu malam Jihan tertidur dan bermimpi, ia seolah berada di atas tebing sedang berjalan sendirian. Wajah Jihan tampak semeringah sekali memandangi alam yang elok di sekitar.
"Allahu Akbar! Ciptaanmu begitu indah ya'rabb!"
Kedua mata Jihan terpejam menikmati desiran angin sejuk yang menerpa tubuhnya yang serba tertutup hanya kedua mata indahnya yang ia tampakan. Ketika Jihan kembali membuka mata, ia melihat dari kejauhan sosok Justin sedang berjalan.
"Hah.. Itu Justin?"
Jihan berlari mengejar Justin, setelah berada di belakangnya Jihan memanggil.
"Justin tunggu.... Ini aku! jihan"
Wajah Justin menoleh kebelakang dengan muka masam lalu ia kembali berjalan tanpa memperdulikan Jihan.
"Justin! Ini aku, Justin, Jangan tinggalin aku!"
Seketika itu Jihan langsung bangun dan kaget.
"Astagfirullah ... ternyata aku mimpi! Hhhhuhh ..."
Jihan termangu duduk, memikirkan apa arti mimpi tadi. Ia melihat Jam sudah pukul satu lebih, Jihan turun dari tempat tidurnya untuk mengambil air wudhu melaksanakan sholat tahajud seperti biasanya. Tapi ia sejenak berdiri terpaku memandangi jendela kamarnya.
Trek ... trek ...
Suara ketukan itu mengingatkan Jihan kembali dalam halusinasinya.
"Justin..?"
Jihan kembali sadar dan beristighfar, "Astaghfirullahaladzim ya allah" ketukan jendela tadi hanya perasaannya saja.
Selesai melaksanakan sholat tahajud ia berdoa.
"Ya Allah, jika memang hamba dan Justin telah tertulis untuk bersatu di lauhil mahfudz, maka mudahkan lah jalan kami. Jika tidak, selesaikanlah dengan caramu, agar di antara kami tidak ada yang terluka." Doa Jihan
Keesokan harinya Jihan duduk termenung disaung. Abi Akbar menatapi keponakannya dari dalam bersama istrinya. Mereka sudah berfirasat bahwa Jihan sedang memikirkan Justin karena beberapa hari kemarin Jihan agak berubah.
"Abi ngerti, Jihan sangat menyukai Justin mi. Tapi kemana anak itu gak datang lagi kesini!" ucap Abi Akbar.
"Iya, Bi. Masakan Jihan juga hari-hari ini rasanya hambar, biasanya apa yang dia masak pasti enak. Jihan juga banyak bengong, kasian dia bi, kita harus bagaimana, Bi?" tutur Umi Linda.
Abi Akbar menghela napas pelan-pelan sambil berpikir. Jihan tak ingin terus larut dalam kehampaannya, gadis itu lalu melantunkan sholawat untuk baginda Rosul, agar hatinya tenang dan mendapatkan syafaat.
"Sholallah Ala Muhammad ... Sholallah alaihi Wasalam ... Sholallah Ala Muhammad wa allah alaihi wasalam ..."
Dalam kebimbangan yang amat membelenggu hati, Justin telah memiliki cara, meski cara akan menyakiti salah satu hati. Justin akan mendatangi Jihan. Disamping karena rindu, ia akan berterus terang dan menjelaskan apa yabg terjadi tentang masalah ini kepada Jihan, karena Justin percaya Jihan akan mengerti.
"Maafin aku Mah. Aku tidak bisa mengabulkan keinginan mama untuk menikahi Cici, karena aku sudah tidak mencintainya lagi. Mama akan melihat siapa Jihan, dan Justin yakin mama pasti suka gadis seperti Jihan. Memperhatikannya secara kasat mata" batin Justin
Esok harinya Justin mendatangi Jihan kembali, karena ia tahu Jihan pasti mencarinya, Justin merasa bersalah tidak memberi kabar padanya. Saat Justin sampai dirumah Jihan, kebetulan Jihan sedang duduk sambil membaca buku di halaman rumah, Justin sudah berdiri didepan pagar.
" Assalamualaikum.... Jihan "
Jihan menoleh, sontak terkejut! Ia lalu berdiri dan menghampiri Justin.
" Wa'alaikumussalam..." Jawab salam dari Jihan
Gadis bercadar lalu membukakan pintu pagar, menyambutnya dengan wajah layu, tidak seperti biasanya.
"Silahkan masuk, Justin"
Justin lalu dipersilahkan duduk di kursi yang berhadapan dengan meja halaman rumah.
"Kamu mau minum apa?" Tawar Jihan
"Air putih aja" jawab Justin dengan nada pelan.
Jihan lalu kedalam mengambilkan minum untuk Justin, setelah menaruh air putih diatas meja ia lalu kembali di kursi yang berhadapan tentang Justin sambil melanjutkan kembali membaca bukunya.
"Jihan..."
"iyah.. Ada apa?*
"Kok air putihnya satu? Buat kamu mana?" tanya Justin
"Aku lagi puasa" sahut Jihan
"Puasa apa? Ini kan bukan hari senin atau kamis." Tanya kembali Justin
"Yaa, lagi pengin puasa aja! Buat ngilangin perasaan yang ga enak" Sahut Jihan sangat frontal.
Justin paham, Jihan sedang kecewa padanya. Pelan-pelan ia menjelaskannya pada Jihan, karena bagaimanapun Jihan adalah manusia biasa yang tak luput dari perasaan kecewa, itu pun karena ia takut kehilangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mei Hiat
lanjut and semangat berkarya nya kk🚴
2021-10-22
2
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
semangat justin
2021-05-07
2
ciby😘
thorr...jangan suruh justin milih cici thorrr
klo ampek justin nikahin cici🤨🤨🤨
author bakal ku karungin klo ketemu digc😏😏😏
2021-04-25
2