Bab 9

Brrrng ...

"Justin, jangan kenceng-kenceng!"

"Waktu kita gak banyak, Jihan, tenang aja! Aku kan mantan ketua gengster, ngebut udah mainan aku!"

Dengan kecepatan yang cukup tinggi, Justin mendadak ngerem karena ada kendaraan tiba-tiba datang dari pertigaan. Jihan kaget dan refleks memeluk Justin dari belakang.

"Astaghfirullah! ... Justin!"

"Woy, kalo lewat kasih klakson dong!" Justin memarahi si pengendara itu. Wajahnya menoleh kesamping ia melihat Jihan bersandar sambil memeluk pinggangnya. Justin tersenyum, Jihan baru tersadar dari khilafnya, ia segera melepas pelukannya.

"Tuh kan, kita akhirnya nempel juga, kamu sih ngeremnya mendadak!"

"Nah, itu kenapa kamu peluk aku? Kamu pasti nyaman, kan? Hehe ..."

Jihan mulai geregetan tapi sedikit tersenyum.

"Duh ... iiiiikh... Kamuuu!"

Justin kembali menjalankan sepeda motornya kini dengan pelan-pelan sampai tiba di pemakaman.

Mereka lalu turun dari motor lalu berjalan tidak jauh untuk menuju ke makam ibunya Justin.

"ini makam ibu aku!" Ucap Justin

Jihan lalu mengambil alas tikar kecil dari tasnya lalu mereka duduk. Jihan lalu memulai dengan tawasul

"Siapa nama almarhumah ibu kamu, Justin?" Tanya Jihan.

"Nama ibu aku, HERLINA. HERLINA BINTI SUDIRO."

Setelah itu Jihan membacakan surah Yasin dengan suara merdu khasnya. Justin hanya mengikuti, selepas itu Jihan menyuruh Justin untuk membaca doa selamat.

"Aku ga hafal, Jihan. Kamu aja"

"Kamu kan laki-laki, kamu yang harus memimpin doa. Ya udah nih aku kasih latinnya, kamu baca pelan-pelan, nanti aku yang mengaminkan" jelas Jihan

Justin pun menuruti apa kata Jihan, akhirnya Justin bisa membacanya meski tersendat-sendat. Jihan terus khusyuk memandangi makam Herlina.

Justin merebahkan tubuhnya diatas peraduan, suara lirih serangga kecil menyeruak di sunyinya malam. Setelah membaca doa tidur, Justin sejenak membayangkan sosok Jihan di benaknya. Sambil senyum-senyum sendiri mengingat semua yang telah ia lewati bersama Jihan termasuk hari tadi yang begitu mengesankan. Perlahan demi perlahan kedua mata Justin semakin sayup dan tertutup, ia pun mulai terlelap. Pemandangan yang serba putih tampak menghiasi alam mimpi, Justin berdiri terpaku sambil batinnya bertanya-tanya, tempat apa yang ia singgahi gerangan. Tanpa di duga seseorang memanggilnya dari belakang.

"Justin.."

Justin menengok kebelakang, tampak sosok gadis bercadar berdiri menunggu nya.

"Jihan ..."

Justin tersenyum dan langsung mendekat ke Jihan, Jihan pun berjalan pelan maju sampai mereka saling berdiri memandang. Seketika muncul sosok perempuan paruh baya diantara mereka, dia adalah Herlina. Sang ibu Justin tersenyum memandangi putranya dan juga Jihan.

"Mamah?"

Justin terkejut kecil, Jihan membalas senyum perempuan setengah tua itu. Lalu sama-sama memandangi manis kearah Justin, Herlina kemudian berkata pada mereka.

"Terima kasih, kalian telah mendoakan mamah. Jihan, ibu senang sama kamu, Justin semoga kamu berjodoh dengannya."

Herlina merangkul mereka berdua seolah merestui dalam lelapnya, Justin pun tersenyum berbaring.

Hari pernikahan Febian tengah berlangsung di kediaman mempelai wanita. Tamu-tamu penting berdatangan menghadiri, karena Asmal orang yang cukup kaya dan terkenal. Malam yang meriah di sertai gelak tawa bahagia, para tamu menikmati hidangan-hidangan lezat yang tersedia, sambil di hibur oleh alunan musik. Seorang penyanyi dan musisi ternama pun di hadirkan di acara pesta pernikahan itu.

Sepasang pengantin duduk berdua di singgasana, bagaikan raja dan permaisuri. Justin baru tiba bersama Jihan, gadis bercadar itu tampak gugup dan nervers menghadiri di acara pesta pernikahan yang cukup meriah itu. Ia sangat merasa asing, karena penampilan Jihan sangat berbeda dari yang lain.

"Tenang aja, kamu jaga grogi gitu. Ada aku, kok " ujar Justin

Jihan mencoba tenang dan menyesuaikan suasana. Tak lama Darmawan menghampiri mereka, Ayah Justin tersenyum melihat Jihan yang tertutup rapat.

" ini papah aku, Jihan. "

Darmawan menjulurkan telapak tangan coba menyalami kekasih putra sulungnya itu. Namun Jihan tak membalas untuk berjabat tangan, ia hanya menempelkan kedua telapak tangannya seperti orang sedang memohon. Sebuah etika yang dilakukan oleh perempuan-perempuan muslim kepada lelaki yang bukan mukhrimnya, Darmawan pun cukup mengerti.

"Kamu pasti Jihan yang sering di ceritakan Justin" ucap Darmawan.

"Iyah, Pak. Saya Jihan" Balas gadis itu.

"Terima kasih Jihan, kamu sudah bikin Justin berubah baik. Bapak sangat senang sekali" ucap kembali Darmawan.

"Iyah, sama-sama Pak. Itu karena Justin juga, dia benar benar bertekad untuk berubah."

Justin tersenyum.

"Justin ayo ajak Jihan .akan, masa tamu istimewa di biarin aja" kata Darmawan.

"iya, Pah, Jihan ayo kita kesana" ajak Justin

Justin dan Jihan pun berjalan menuju meja hidangan. Tiba-tiba seorang perempuan memakai gaun hijau, dengan dandanan yang eksotis menghadang mereka, dia adalah Cici.

"Oh, jadi ini si Jihan! Dasar cewek ga tau diri ngerebut calon suami orang!"

Spontan Jihan kaget, begitupun dengan Justin

"Cici, jangan kasar kalo ngomong yang sopan!"

Amarah Cici sudah tak terbendung, ia melototi Jihan dengan wajah penuh kebencian.

"Eh, Jihan. Puas lo udah ngerebut Justin dari gue! Jangan sok alim pake busana kaya gini, Gue tau lo cuma akal-akalan aja buat ngedapetin Justin! Asal lo tau aja, lo itu gak pantes berdampingan sama Justin, karena lo itu cuma cewek kampung yang bermimpi pengen punya suami orang kaya! "

Tersentak Jihan terpukul hatinya. Ia merasa terhina, semua tamu mematung dan alunan musik pun terhenti menyaksikan kemarahan Cici yang membeludak dengan nada yang sangat keras. Justin mendadak emosi, ia tak sadar menampar Cici karena telah menghina Jihan di depan orang banyak.

Plak!

"Dasar cewe sialan! Gua udah ga suka lagi sama lu! Jangan harap gua sudi nikahin lu, pergi dari sini!"

Cici terkejut sambil memegangi pipinya, Jihan yang sudah tak tahan menahan air matanya, ia pun menangus, lalu berlari meninggalkan pesta dengan tangisan itu.

"Jihan, tunggu!"

Justin coba menyusul Jihan yang terluka. Darmawan menghampiri bersama Febian dan berhenti di dekat Cici yang sudah bersimbah air mata.

"Ada apa ini?!" Darmawan bertanya dengan tercengang.

Jihan trus berlari tanpa memperdulikan teriakan Justin yang terus memanggilnya.

"Jihan, aku mohon berhenti! Jiham kamu tega sama aku!"

Jihan melambankan langkahnya lalu berbalik badan kearah Justin.

"Benar kata Cici, aku emang ga pantes sama kamu, Justin! Aku ini emang cewe kampung yang miskin!, aku mau pulang, jangan kerjar aku"

"Jihan, dengerin aku dulu ..."

"Udah ... aku mau pulang sendiri!"

"Jangan, Jihan! Ini udah malam, kamu jangan sendirian!"

Perkataan Justin tidak bisa mencegah Jihan.

"Pokoknya aku mau pulang! Dan kamu ga usah kerumah aku lagi!"

"Jihan, aku mohon! Kamu jangan ngomong kaya gitu! Biar aku antar kamu pulang!"

"Gak usah! Aku bisa pulang sendiri naik kendaraan umum!"

Jihammeneruskan langkah cepatnya menuju jalan utama. Justin bertumpu lemas, lelaki itu menangis.

"Jihan.....!" Teriak Justin

Acara pesta pernikahan Febian menjadi kacau akibat ulah Cici.

Terpopuler

Comments

Mei Hiat

Mei Hiat

bingung 🚴

2021-10-22

3

Rey ՇɧeeՐՏ🍻🍒⨀⃝⃟⃞☯

Rey ՇɧeeՐՏ🍻🍒⨀⃝⃟⃞☯

lanjut 😍

2021-10-04

2

ciby😘

ciby😘

nyesekkk thorr😭😭😭😭
kasian justin

2021-04-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!