Kecupan ditelinga

Dambi terus menatap Angkasa. Pria itu sudah kembali normal. Tidak bertingkah menggelikan seperti tadi lagi.

"Tanyakan saja. Aku tahu kau penasaran." ucap Angkasa tanpa menoleh ke gadis itu. Ia tentu tahu Dambi pasti bingung kenapa dia bertingkah aneh seperti tadi. Tapi Angkasa santai-santai saja. Malah menikmati. Dan yang paling baik adalah, Milka mundur dengan sendirinya. Dengan adanya Dambi di sisinya, Milka tidak akan berani mengejarnya lagi. Kali ini dia harus berterimakasih pada orangtuanya atas perjodohan ini. Karena dia bisa bertemu dengan gadis yang cocok dengannya, sekaligus menyingkirkan wanita yang tidak berhenti mengejarnya dari dulu.

"Katakan, wanita tadi mantan pacarmu kan? Kau sengaja memanfaatkan aku." semprot Dambi, berhenti sebentar lalu melanjutkan.

"Bagaimana kalau dia marah dan tiba-tiba melabrakku? Bagaimana kalau dia menyuruh orang untuk menculikku dan membuangku ke sungai? Memangnya kau mau tanggung jawab kalau sampai terjadi sesuatu padaku?" cetusnya panjang lebar.

Angkasa tercengang sesaat, kemudian menertawai gadis itu. Tingkat imajinasinya memang patut di acungi jempol. Dia bahkan tidak berpikir gadis itu akan berkata seperti tadi. Menculik? Buang ke sungai? Angkasa tergelak. Ia belum bicara karena bertepatan mereka sudah sampai di gerbang rumahnya.

Tak lama kemudian gerbang tersebut terbuka secara otomatis. Setelah mobilnya terparkir di garasi rumah, pria itu baru buka suara. Ia memiringkan kepalanya menatap Dambi. Gadis itu tengah menatapnya juga seolah menunggu pria itu bicara.

"Kalau itu benar-benar terjadi, aku pasti akan bertanggung jawab penuh. Sayang sekali semua itu hanya khayalanmu saja. Aku sarankan sebaiknya kau berhenti menonton drama yang tidak berfaedah. Hanya merusak otakmu saja. Satu hal lagi, wanita tadi bukan mantan pacarku." kata Angkasa tak kalah panjang lebar. Ia maju mendekat dan bicara pelan di telinga Dambi.

"Perempuan pertama yang menjadi pacarku... Adalah kamu." gumamnya serak kemudian memberikan kecupan singkat ditelinga Dambi.

Dambi membeku. Ini pertama kalinya seseorang menciumnya dibagian itu. Dan rasanya sungguh berbeda. Sensasinya terasa begitu aneh. Jemarinya saling meremas. Ada apa ini? Kenapa jantungnya berdebar-debar keras? Apa yang salah dengan dirinya? Tenangkan pikiranmu Dambi, tenang. Laki-laki itu hanya berniat menggoda.

"Kau tidak ingin turun?" Dambi langsung sadar mendengar suara Angkasa. Pria itu sudah berada diluar. Dia memang senang melihat perubahan Dambi akibat perbuatannya tadi, tapi mereka harus masuk sekarang.

Setelah nafasnya kembali normal, Dambi cepat-cepat turun dari mobil dan mengikuti langkah Angkasa ke dalam. Seperti biasa, mereka di sambut duluan oleh para pelayan. Angkasa berjalan dengan gaya coolnya seperti biasa. Dambi sampai mau muntah melihat pria itu. Didepan orang lain saja lagaknya seperti tidak tersentuh begitu. Coba kalau bersamanya, tingkah aslinya malah terlihat jelas.

"Kemana orangtuaku?" pria itu bertanya pada salah satu pembantu muda. Mungkin seumuran Dambi. Namanya Nia.

"Tuan dan nyonya besar sedang rapat  tuan muda. Katanya mereka akan pulang kemalaman. Tapi nyonya besar sudah menyiapkan kamar buat nona Dambi." jawab Nia menoleh ke Dambi.

"Di mana?"

"Kamarnya?" Nia menunduk takut-takut ketika Angkasa menatapnya tajam. Angkasa memang tidak suka kalau ditanya balik seperti itu. Padahal pertanyaannya sudah jelas.

"Kamar nona Dambi ada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar tuan muda." kata Nia menjelaskan. Dambi sendiri yang mendengar langsung memasang tampang keberatan.

"Memangnya tidak ada kamar lain? Kenapa harus bersebelahan dengannya?" kata Dambi menatap Nia. Nia yang bingung memilih menatap sang majika muda.

"Sudahlah, jangan banyak protes. Ayo aku antar kekamarmu." ujar Angkasa menarik lengan Dambi naik ke lantai dua.

                                   ***

Kamar itu bernuansa biru langit yang cerah. Hawanya cukup dingin karena AC dan tentu saja karena sekeliling halaman rumah tersebut dipenuhi dengan pepohonan. Cuacanya pasti segar di siang hari. Tapi harus memakai selimut tebal di malam harinya. Dan tidak perlu memasang AC.

Angkasa meletakkan kantong plastik berisi belanjaan Dambi tadi di atas meja sofa. Lalu berjalan menutup pintu balkon. Sekarang sudah semakin malam. Sudah seharusnya pintu yang langsung menghubungkan ke balkon kamar itu ditutup. Kalau tidak hawa dingin akan makin terasa dan Dambi akan masuk angin.

"Apa kamarmu juga sebesar ini?" tanya Dambi penasaran. Kamar ini jauh lebih besar dari kamar miliknya. Ia belum terbiasa. Karena menurutnya kamarnya jauh lebih nyaman dan hangat tentu saja. Gadis itu lebih menyukai ruangan yang kecil menjadi kamarnya. Karena kalau ruang kamar terlalu besar, kadang ia merasa ada makhluk lain yang menemaninya. Lucu memang, tapi dia memang penakut. Walau kata mamanya setan itu tidak ada. Tetap saja ia kepikiran kalau sendirian.

Angkasa beranjak duduk di kasur sambil menengadahkan wajahnya ke Dambi yang berdiri didepannya. Senyum nakal terpampang di wajahnya.

"Kalau penasaran kau bisa datang ke kamarku. Itu juga akan menjadi kamarmu setelah kita menikah nanti." katanya dengan nada menggoda sambil mengedipkan mata. Dambi langsung melemparinya dengan bantal yang diraihnya dari atas kasur.

"Siapa yang mau menikah denganmu?" ujarnya galak.

"Tentu saja kau, siapa lagi?"

" Jangan mimpi!"

"Itu bukan mimpi manis, tapi kenyataan."

"Cih, nikah saja sana sama kambing."

"Oh jadi kamu mengatai dirimu sendiri kambing?"

"Kau...

Dambi menutup matanya dalam-dalam. Ia tidak tahan lagi. Lalu tanpa pikir panjang di dorongnya Angkasa sampai terlentang di kasur dan duduk di perut pria itu lalu mulai menyerangnya bertubi-tubi

Angkasa benar-benar merasa hilang kendali. Ia tidak pernah menjadi kekanakan seperti ini seumur hidupnya. Meski begitu, ia sangat menikmatinya. Pria itu belum pernah mendapatkan lawan debat yang menyenangkan seperti Dambi ini.

Apalagi sekarang. Angkasa menikmati posisi mereka. Dambi memang menyerangnya, tapi tidak ada rasa sakit sama sekali. Kalau ada yang datang, mereka pasti sudah berpikiran lain. Kali ini Angkasa menahan kedua tangan Dambi, tidak membiarkan gadis itu menyerangnya lagi. Dambi jauh lebih lemah darinya, tentu saja tidak sulit bagi Angkasa untuk menguasai gadis itu.

Kini dengan sekali sentak, Angkasa berhasil membuat posisi mereka bertukar. Giliran Dambi yang berada dibawahnya. Angkasa menindih gadis itu sehingga Dambi kesulitan untuk menyerang balik. Angkasa bahkan menautkan jemari keduanya dan dada mereka saling bersentuhan. Dambi bisa merasakan dada keras pria itu. Begitu pula dengan Angkasa.

Bagian yang menonjol milik Dambi, yang kini menempel dengan dadanya itu terasa begitu menggoda. Belum lagi miliknya yang di bawah sana. Sepertinya sudah tegang. Jantung keduanya sama-sama berdegub kencang. Mereka saling menatap intens. Namun sebelum sesuatu yang lebih jauh terjadi, sebuah ketukan pintu membuat keduanya tersadar dan cepat-cepat berdiri. Sama-sama salah tingkah.

"Aku keluar dulu." kata Angkasa berusaha bersikap biasa lalu buru-buru keluar. Nia yang berdiri didepan pintu kamar hanya menatap sang majikan dan tunangannya dengan raut wajah bingung. Kenapa mereka jadi aneh begitu?

Terpopuler

Comments

Trisna

Trisna

walah udah nempel dikit tapi masih utuhkan?😂😂

2024-04-10

0

Dian Rahmawati

Dian Rahmawati

cie cie 1 rmh hitung2 pdkt

2024-01-06

2

Seven8

Seven8

wkwkwk... 🥰🥰🥰

2023-12-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!