Dada Rata

Apa-apaan, pria ini mengerjainya? Dambi menatap tidak suka ke Angkasa yang kini berbalik ke arah balik dinding. Dambi langsung mengejarnya dengan cepat, meraih bahunya, dan berdiri dihadapan pria itu.

"Apa maksudmu?" tanyanya.

Angkasa menatap gadis itu dari atas ke bawah. Melihat Dambi dengan tertarik sampai-sampai Dambi langsung menyilangkan tangannya didepan dada tubuhnya. Ia menatap Angkasa dengan waspada dan mundur dengan hati-hati.

"Jangan coba-coba melecehkanku. Kalau kau sampai melakukan hal yang buruk padaku, aku akan... aku akan..." akan apa? Berteriak? Menjerit sampai orang dengar? Atau melaporkannya ke polisi? Oh tidak, sekalipun ia berteriak histeris, tidak ada yang akan mendengarnya. Ruangan ini pasti kedap suara.

"Sudah kubilang aku tidak akan melakukan apa yang sedang dipikirkan oleh otak cantikmu itu. Aku sama sekali tidak tertarik  dengan gadis yang punya dada rata sepertimu." ucap Angkasa sekaligus meremehkan Dambi.

Dambi melotot. Dada rata? Apa perlu ia membuka bajunya didepan lelaki ini untuk memperlihatkan sebesar apa dadanya? Apa matanya buta? Huh!

Namun perkataan pria itu selain dadanya yang rata, membuat Dambi kembali bernafas lega. Entah kenapa ia merasa percaya pada lelaki itu.

"Jadi, kapan kau akan membiarkanku pergi dari sini?"

"Cars dulu baterai hpmu, lalu telpon adiknya Kevin untuk menjemputmu pulang. Ini sudah sangat malam. Aku adalah orang yang akan dijadikan tersangka utama oleh polisi kalau mayatmu tiba-tiba ditemukan tergeletak di jalan. Itu akan merepotkanku." ucap Angkasa sengaja menakut-nakuti Dambi. Gadis itu melotot.

Kenapa pria ini menyebalkan sekali sih.? Dan, darimana dia tahu ponselnya mati? Apa pedulinya juga  kalau dia pulang sendiri? Ah, karena pria itu tidak mau repot-repot kalau mayatnya tiba-tiba ditemukan tergeletak di...

Astaga Dambi. Lupakan perkataan pria itu.

"Aku tidak bawa cars." katanya.

"Pakai punyaku saja. Kulihat hp kita sama."

Angkasa berjalan melewati Dambi. Dambi kembali mengejar tapi kali ini tidak berdiri didepan pria itu. Dambi membiarkan saja pria itu dengan apa yang dilakukannya. Ternyata pria itu menuju ruang tengah dan duduk di atas sofa dengan televisi yang sudah menyala.

"Kau mau menonton bersamaku atau mau berdiri terus disitu seperti patung." pria itu bicara tanpa menatap Dambi. Cara duduknya begitu santai. Ia sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual yang pas ditubuhnya. Awalnya Dambi mengira dia adalah pria yang sangat dingin, namun cukup bersahabat juga.

"Aku harus pulang." ucap Dambi.

"Kalau temanmu sudah datang menjemput."

"Yuka sudah dibawah, dia baru saja mengirim pesan."

Angkasa tertawa.

"Kau pembohong yang buruk. Kau bahkan belum mengisi daya hpmu, tapi temanmu sudah sampai secepat itu?" pria itu terus menggeleng-geleng dengan kebodohan Dambi. Sebenarnya ia ikut heran pada dirinya karena tidak mau membiarkan gadis itu pulang sendiri. Dan, alasan lainnya ia masih ingin melihat wajah gadis menarik ini. 

"Tidak bisakah aku pulang sendiri saja? Lihat, aku sudah sebesar ini. Biasanya juga aku pulang sendiri larut malam begini. Aku janji kalau terjadi apa-apa padaku, aku tidak akan menyebut namamu pada om polisi. Aku tahu nama kamu Angkasa, tapi tenang saja. Aku akan segera melupakan nama itu."

kalimat panjang lebar yang penuh permohonan itu membuat Dambi mendapat perhatian penuh dari Angkasa. Pria itu mendekat, terlalu dekat hingga tubuh Dambi menempel dilengan sofa. 

"Jangan terlalu memaksa kalau kau tidak ingin pulang besok pagi."

Dambi menelan ludahnya ketika pria pria itu memperhatikan bibirnya.

"T... tapi..."

"Duduklah dengan tenang di sini. Karena kalau tidak, kau bisa memancing pikiran setanku keluar dan itu pasti akan merugikan dirimu."

Dambi langsung menatap ke segala arah.

"Kamu ngancem?"

"Jika kau berani minta pulang sekali lagi, aku akan menelanjangimu di sini dan menidurimu dengan sesuka hatiku."

mata Dambi melotot sempurna. Ya ampun, kenapa dia bisa bertemu dengan pria yang suka berbuat seenaknya seperti ini?

"Itu baru ancaman." Angkasa melanjutkan sambil mengedipkan matanya dan kembali menatap ke layar televisi yang tengah menampilkan berita berita bola. Dambi tidak tertarik sama sekali. Akhirnya gadis itu hanya memilih diam di tempat dengan kedua tangan berada dipangkuannya. Mencoba menenangkan diri dan berusaha tidak berteriak frustasi dengan semua kesialan yang menimpanya hari ini. Ia akan menunggu sekitar sepuluh menit lagi untuk menyalakan ponselnya dan menghubungi Yuka. Namun sepuluh menit terlalu lama baginya. Ah, salahkan ponselnya yang mati tidak tahu tempat.

Dambi meraih bantal sofa dan meletakan di atas pangkuannya, melihat acara olahraga itu dengan malas namun tidak ada pilihan lain. Apalagi sosok yang memiliki kunci keluar kamar itu masih terlihat segar bugar. Kenapa dia tidak mengantuk-mengantuk sih. Padahal Dambi sudah berencana menunggunya tertidur, lalu diam-diam mengambil kuncinya dan kabur. Tapi rencana tinggal rencana. Ia sudah yakin seratus persen rencana sempurnanya itu akan gagal total.

Dambi menarik nafas, entah sudah yang keberapa kalinya dalam menit-menit yang berlalu ini. Ia menatap pria bernama Angkasa itu. Tampaknya pria itu sangat menyukai bola karena sejak tadi ia hanya fokus dengan tontonannya.

"Kau menyukai bola?"

"Tidak." Angkasa menjawab dengan mata yang terus fokus didepan layar.

"Namamu Angkasa, apa nama depanmu?" karena pria itu hanya cuek, Dambi malah mencocok-cocokkan nama depan yang cocok dengan nama Angkasa itu.

"Ah, aku tahu. Nama depanmu pasti Luar.. Luar Angkasa! Hahaha."  Dambi tertawa lucu. Tidak sadar Angkasa sudah memiringkan wajahnya menatap gadis itu dengan raut wajah yang sulit ditebak.

"Terserah padamu." ia bersandar santai.

"Cih, nggak asyik." Dambi berdecih. Ia sebenarnya tidak mau bicara pada pria itu, tapi ia terlalu bosan menghabiskan waktu hanya dengan diam begini. Gadis itu bukanlah tipikal perempuan yang pendiam. Tentu saja ia merasa bosan kalau begini terus.

Tanpa sengaja Dambi melihat sesuatu di atas meja. Matanya berbinar sempurna. Barang yang dilihatnya adalah kunci pintu yang sejak tadi ia cari-cari. Ternyata pria itu meletakkannya di atas meja. Ia mengerlingkan matanya sebentar ke Angkasa. Pria itu sangat fokus dengan tontonannya. Dambi bersorak senang. Kalau dia ambil kunci itu dan kabur diam-diam, sih luar Angkasa itu pasti tidak akan sadar.

Dambi berdeham. Lalu pura-pura turun dari sofa dan duduk dibawah meja. Tangannya bergerak diam-diam ke arah kunci yang tergeletak di atas sana.

"Ambil saja kunci itu kalau berani. Kalau sampai aku lihat kau sudah berjalan ke pintu keluar, ancaman yang aku berikan padamu tadi akan langsung kulaksanakan."

Dambi langsung menjauhkan tangannya dari meja sofa dan menatap Angkasa. Pria itu tidak sedang menatapnya, tapi tampaknya ia memiliki beberapa mata di sekitar wajahnya. Kalau tidak, bagaimana bisa ia tahu. Dambi membuang nafas lelah. Hufft...

Percuma. Semua yang dia lakukan sia-sia saja. Mana Yuka tidak aktif-aktif lagi. Pasti gadis itu sudah tidur. Dambi akhirnya menelpon Gery, tapi pria itu tidak angkat-angkat juga. Genap sudah penderitaannya hari ini. Masa ia harus menunggu sampai pagi baru pulang? Tanpa gadis itu sadari, Angkasa terus mengamatinya dari belakang sambil tersenyum sesekali.

Terpopuler

Comments

liberty

liberty

bangke aku ngakak🤣🤣🤣

2024-03-11

0

liberty

liberty

charger mungkin ya

2024-03-11

0

Dian Rahmawati

Dian Rahmawati

angkasa lucu bngt

2024-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!