Takdir Cinta Yang Kau Pilih
Suara nyaring dari heels sepatu seorang wanita yang berbenturan dengan lantai menggema di lorong rumah sakit. Terlihat seorang wanita bernama Yara dengan jubah Dokternya, sedang berlari keluar dari tempat itu dengan terburu-buru. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, sehingga rumah sakit itu tampak sunyi dan menyeramkan.
"Ya Allah, aku sudah sangat terlambat."
Brak.
Yara menutup pintu mobilnya dengan kencang, lalu pergi meninggalkan kawasan rumah sakit.
"Bagaimana ini? Pasti Mas Aidan marah karena aku tidak datang." Dia merasa khawatir hingga menekan pedal gasnya agar melaju lebih cepat.
Pukul 9 malam tadi, Aidan yang merupakan suami Yara menelepon dan mengajak untuk makan bersama di restoran. Jam kerjanya sudah selesai, itu sebabnya dia mengiyakan ajakan dari sang suami.
Namun, siapa sangka jika terjadi sebuah kecelakaan hingga ada beberapa orang yang dibawa ke rumah sakit dengan terluka parah. Sebagai seorang Dokter, tentu Yara harus mengurus pasiennya terlebih dulu. Lalu si*alnya dia lupa memberi kabar pada sang suami.
Mobil yang dikendarai wanita itu sudah sampai di depan gerbang sebuah rumah. Petugas yang menjaga gerbang itu segera membukanya, lalu Yara melajukan mobilnya untuk masuk ke dalam tempat tersebut.
Yara segera membuka pintu rumahnya dan kembali mengunci pintu tersebut. Dia berjalan menaiki anak tangga ke lantai dua untuk menuju kamar.
Dengan perlahan, Yara membuka pintu kamar tersebut dan melihat sang suami sudah tertidur pulas di bawah selimut.
Yara berjalan untuk mendekatinya dan memperhatikan wajah tenang sang suami. "Maafkan aku, Mas. Kau pasti sudah menunggu lama di sana." Tangannya terulur untuk mengusap pipi sang suami.
Aidan menggeliatkan tubuhnya karena merasa terganggu dengan sentuhan Yara. Tidak mau membangunkan laki-laki itu, Yara segera beranjak ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Beberapa saat kemudian, Yara sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah segar. Rasa lelah yang dirasakan menguap begitu saja, apalagi saat memandang wajah sang suami tercinta.
Yara beranjak naik ke atas ranjang dan menyibakkan selimut. Dia lalu merebahkan diri di samping suaminya dan kembali menarik selimut tersebut.
"Selamat malam suamiku, maafkan aku."
Cup.
Kecupan singkat Yara labuhkan dikening sang suami, lalu mulai memejamkan kedua mata dan memasuki alam mimpi.
****
Suara kicauan burung di pagi hari tidak mampu untuk membangunkan Yara dari tidurnya. Wajar saja jika dia masih terlelap, karena Yara memang baru terpejam beberapa jam saja.
Seorang lelaki yang baru keluar dari kamar mandi menatap Yara dengan nyalang. Emosi masih menyelimuti hatinya hingga dia melemparkan handuk kecil yang ada di tangannya tepat ke wajah wanita itu.
"Astaghfirullah!" Yara memekik kaget dan langsung melompat turun dari ranjang. Dadanya berdegup kencang karena terkejut dengan apa yang terjadi
"Cih. Bisa bangun juga ternyata."
Yara yang masih memegangi dada melirik ke arah samping. Kepalanya terasa berputar-putar akibat cara membangunkan suaminya yang sangat menyeramkan.
"Mas." Yara berjalan mendekati Aidan dan mengambil jas lelaki itu untuk membantu memakaikannya.
Namun, Aidan menarik jas itu dengan cepat padahal sudah berada di tangan Yara.
"Biar aku ban-"
"Tidak perlu. Kau urus saja urusanmu."
Yara langsung terdiam saat mendengar ucapan tajam nan pedas dari Aidan. Namun, dia sama sekali tidak merasa tersinggung.
"Maafkan aku, Mas. Tadi malam ada kecelakaan disekitar rumah sakit, dan ada banyak-"
Aidan mengangkat tangannya membuat ucapan Yara terhenti. "Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu, dan aku tidak butuh dengan semua itu." Dia menatap Yara dengan tajam. "Apa kau tau, kalau aku di sana menunggumu seperti orang bod*oh?"
Yara kembali diam dengan perasaan bersalah, sungguh dia tidak sengaja melakukan semua itu.
"Ah sudahlah. Percuma ngomong sama orang kayak kamu, tidak ada gunanya." Aidan lalu berbalik dan beranjak keluar dari kamar itu.
Yara menghembuskan napas kasar. Ini keempat kalinya mereka bertengkar dalam minggu ini. Bukan makusudnya ingin menghitung pertengkaran, hanya saja hubungannya dan suami semakin jauh saja.
"Mas Aidan tidak salah, akulah yang selalu membuatnya marah." Yara segera keluar dari kamar dan mengikuti langkah Aidan menuju dapur.
"Selamat pagi, Bu," sapa Yara saat melihat sang mertua.
Nova melirik Yara dengan sinis, lalu mengabaikannya dan duduk di samping Aidan. "Susah ya, kalau punya menantu orang sibuk. Suami sendiri tidak diurus dan dibiarkan semalaman."
Yara yang akan melayani Aidan terdiam mendengar cibiran dari sang mertua. "Maaf, Bu. Aku tidak sengaja melakukannya. Tadi malam ada kecelakaan dan banyak korban yang terluka, itu sebabnya aku tidak bisa datang.
"Halah. Kau pikir Dokter di rumah sakit itu cuma kau aja, hah? Selalu mencari alasan pekerjaan, padahal kau memang hanya mementingkan dirimu sendiri." Nova membuang muka kesal. Dia lalu melayani putranya tanpa memperdulikan bagaimana perasaan Yara.
Yara mengucap istighfar agar tidak tersulut emosi karena memang dialah yang bersalah. Dia lalu menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Aidan walaupun laki-laki itu sama sekali tidak memperdulikannya.
Mereka lalu menikmati sarapan yang sudah disiapkan oleh pembantu dalam diam. Beberapa kali Yara melihat ke arah Aidan, tetapi laki-laki itu tetap acuh tak acuh.
Setelah selesai, Aidan segera beranjak keluar dapur untuk segera berangkat bekerja. Tentu saja Yara juga ikut beranjak dan menyusul langkah sang suami.
"Mas, aku mohon maafkan aku." Yara memegang lengan Aidan membuat langkah laki-laki itu terhenti.
"Aku lelah, Yara. Kau selalu saja menganggapku sebagai orang bod*oh dan tidak menghargaiku sebagai seorang suami."
Yara langusung menggelengkan kepalanya dan menatap Aidan dengan sendu. "Tidak, Mas. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku tidak bohong jika tadi malam banyak pasien, dan aku juga lupa untuk mengabarimu."
"Ya ya ya, kau memang selalu melupakanku. Aku kan, tidak ada artinya dimatamu. Kau bahkan bisa hidup senang tanpa aku, karena keluargamu kaya raya,"
"Mas!"
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
guntur 1609
seharusnya segala masalah di bicarakan dari hati kehati. jangan sampai ada org ketiga. walupun tu orang tua ataupun mertua. apalagi pelakor
2024-07-18
0
Jihan Putri
emang salah ya klo pekerjaan jd dokter tpi nnyak gt juga kli
2023-12-25
0
Fhebrie
mampir kak
2023-12-01
0