Setelah sampai di rumah, Yara segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Hari ini dia akan merenungkan semuanya, dan setelah itu baru akan meminta pendapat pada Aidan tentang apa yang dia pikirkan. Mungkin semua itu jauh lebih baik ketimbang sama sekali tidak bekerja.
Keadaan di rumah sakit cukup kondusif, hanya ada beberapa orang saja yang harus Yara periksa bagaimana kondisinya. Lagi pula dia adalah Dokter umum, jadi tidak harus melakukan perawatan yang sangat ketat pada semua pasiennya.
"Dokter!"
Yara yang sedang duduk termenung di ruangannya terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang. Sontak dadanya berdegup kencang dengan tangan yang memeganginya.
"Astaghfirullah, Ambar. Kamu ngagetin aja." Yara melirik wanita itu dengan kesal, sementara Ambar tertawa lebar tanpa merasa bersalah sama sekali.
"Maghrib-maghrib gini melamun, nanti kesambet loh Dok," ucap Ambar sambil menghempaskan pantatnya ke atas kursi.
Yara hanya melirik saja dan enggan untuk menanggapi apa yang Ambar katakan. Kemudian dia beranjak bangun dan berjalan ke arah kamar mandi.
Ambar melirik ke arah Yara dengan tajam. Tidak biasanya wanita itu melamun seperti ini, dia merasa penasaran tetapi merasa tidak enak juga untuk bertanya.
"Apa dia ada masalah?"
Tidak mau ambil pusing, Ambar segera mengambil ponselnya yang berada di dalam saku. Dia masuk ke akun media sosialnya dan mulai berselancar mencari kegiatan para suami-suami halunya.
Tidak berselang lama, Yara kembali lagi dengan hijab yang sudah terlepas dan wajah basah terkena wudhu. Dia segera membentangkan sajadah dan memakai mukena yang ada di samping kursi.
"Kamu gak shalat, Mbar?" tanya Yara sesaat sebelum membaca niat.
Ambar menggelengkan kepalanya. "Aku udah izin kok, kata Allah enggak apa-apa."
Yara langsung beristighfar sebanyak-banyaknya saat mendengar ucapan Ambar. "Kok gitu sih, Mbar? Yuk, shalat! Biar aku jadi imamnya." Dia mendekati Ambar dan menarik tangan wanita itu. "Gak shalat dosa loh, Mbar." Dia mulai mengingatkan.
"Iya iya bentar lagi. Habis ini bentar."
"Hah."
Yara menghela napas panjang. Entah kenapa Ambar sangat sudah sekali shalat, tapi kalau di ajak ke mall. Pasti dia barisan terdepan, setelah itu baru menangis karena uangnya habis untuk belanja.
Yara lalu memutuskan untuk shalat sendiri dan mengkhusyukkan diri menghadap sang pencipta. Segala do'a juga Yara labuhkan setelah mengerjakan kewajiban, tidak lupa dia selalu menyebut nama suami serta kedua orang tua dan juga mertuanya agar selalu diberi kesehatan.
Cukup lama Yara mengadu pada sang pencipta. Lelehan air mata juga tidak berhenti dari kedua matanya, sampai kadang terdengar isak lirih yang masuk ke dalam telinga Ambar.
"Dia menangis?"
Ambar menatap heran. Kakinya sudah gatal ingin mendekat, tetapi lagi-lagi dia merasa tidak enak hati untuk bertanya.
Setelah merasa lebih baik, Yara kembali melipat sajadah dan juga mukena yang di pakai tanpa sadar jika Ambar sudah berada di sampingnya. Ketika selesai, dia menoleh ke samping dan lagi-lagi terkejut saat melihat Ambar.
"Kamu kenapa sih, Mbar? Dari tadi ngangetian aja."
Emosi melanda jiwa. Memangnya siapa juga yang tidak emosi jika dikagetin terus menerus? Ingin sekali rasanya Yara mencakar wajah Ambar yang menatapnya tanpa dosa.
"Kenapa menangis, Dok?"
Satu pertanyaan lolos dari mulut Ambar karena sudah merasa penasaran lahir dan batin. Dia tidak bisa lagi menahan mulutnya, serta jiwa kepo yang meronta-ronta minta dilepaskan.
"Tidak ada apa-apa. Udah cepat sana shalat, nanti keburu abis waktu."
Yara berjalan ke arah sofa tanpa menoleh ke belakang. Sejak dulu dia enggan sekali menceritakan masalah apapun pada orang lain, bahkan pada keluarganya sekali pun. Namun, jika sudah sangat penting maka dia akan cerita pada mama atau papanya.
Ambar masih mengikuti ke mana Yara pergi dengan tatapan matanya. Ingin bertanya kembali tetapi dia tahu jika wanita itu pasti tidak suka, dan sengaja menghindar karena tidak mau menjawab apa yang dia tanyakan.
Melihat Ambar diam termenung dan bukannya shalat, membuat Yara benar-benar tidak habis pikir. "Ambar, shalat!" Untuk kesekian kalinya suara suruhannya kembali terucap.
Ambar terkesiap dari lamunan. "Iya iya." Dia lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil wudhu dan mengerjakan kewajiban yang entah kenapa sangat berat untuk dikerjakan.
Yara menggelengkan kepalanya melihat Ambar. Wanita itu adalah seorang perawat yang bekerja langsung di bawahnya, dengan kata lain perawat yang bekerja satu tim bersamanya.
Umur Ambar sebenernya 3 tahun lebih tua dari Yara, hanya saja wanita itu selalu mengamuk jika dia memanggilnya dengan sebutan kakak. Entah kenapa bisa seperti itu, katanya di rumah Ambar adalah anak paling bungsu. Jadi tidak terbiasa di panggil kakak atau apalah itu yang menunjukkan jika dia lebih tua. Sungguh sangat memusingkan sekali.
Yara kembali duduk di atas sofa, dia melirik ke arah jam yang tergantung didinding menunjukkan jika sekarang sudah pukul 7. Dia berinisiatif untuk menghubungi sang suami, sekedar menanyakan apakah Aidan sudah pulang atau masih berada di perusahaan.
Tut, tut, tut.
"Halo."
"Assalamu'alaikum, Mas. Apa Mas sudah pulang?" Senyum tipis terbit di wajah Yara saat panggilan teleponnya diangkat.
"Wa'alaikum salam, Belum. Kebetulan hari ini lembur, jadi masih di kantor. Ada apa, Yara?"
Yara mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Mas. Hanya bertanya saja."
"Oh, gitu." Aidan diam sejenak saat ada seseorang yang bicara dengannya. "Kamu kerja sampai jam berapa?"
"Em ... sampai jam 10," ucap Yara dengan pelan sambil mencuri dengar apa yang sedang dibahas oleh mereka.
"Baiklah. Nanti pulangnya hati-hati ya, Mas masih mau lanjut kerja ini."
Yara tersenyum simpul. Hatinya menghangat sehangat sup yang sore tadi dia dan Ambar makan. "Oke Mas. Nanti Mas juga hati-hati ya, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Panggilan itu langsung terputus saat Aidan sudah menjawab salam Yara, dan dia merasa senang mendapat perhatian seperti itu dari sang suami.
"Mas Aidan benar. Selama ini aku sudah banyak mengabaikannya dan tidak lagi perhatian. Sepertinya aku benar-benar harus keluar dari rumah sakit."
"Apa?"
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments