Dering ponsel yang terdengar memekik di pagi hari, serta-merta membangunkan Sania dari tidur nyenyaknya. Wanita itu segera bangun dan terduduk di bibir ranjang dengan kaki yang menjuntai ke bawah, kemudian meraih ponsel dari atas nakas yang berada tidak jauh dari tempatnya.
Tanpa perlu melihat nama penelpon, Sania sudah tahu pasti siapa orangnya.
📲 “Apalagi, sayang. Kau mengganggu tidur mama sepagi ini.”
📲 “Aku gak peduli, ma. Lagian ini udah siang, ‘kan? Ayolah, Ma. Aku butuh uang sekarang.”
Sania tidak menjawab. Wanita itu melirik ke sisi kanan ranjang di mana suaminya masih tertidur pulas di sana. Tidak ingin membangunkannya, Sania lantas bangkit dan berjalan menuju balkon.
📲 “Sabar, Cel. Kau tahu, ‘kan, mama harus berdebat dulu dengan anak pungut itu, sayang?”
📲 “Makanya mama jangan terlalu lembek sama wanita ular itu. Sesekali beri dia pelajaran biar gak makin ngelunjak.”
📲 “Iya, iya. Baiklah. Sepertinya kakakmu itu tidak di rumah. Mama akan menemui anak pungut itu setelah ini. Sudah dulu, yah, jaga dirimu.”
Panggilan telepon itu berakhir dengan Sania yang memijat-mijat pelipisnya. Sepagi ini dia sudah dibikin pusing dengan tingkah anak bungsunya yang meminta uang dalam jumlah yang tidak sedikit. Apakah Sania tidak bisa memberikannya? Bukankah suaminya adalah salah satu keturunan Sanjaya yang mana harta mereka tidak akan pernah habis tujuh turunan dan delapan tanjakan?
Tentu saja, tetapi untuk memperoleh bahkan menggunakan semua itu tidak semudah dulu yang sering Sania lakukan. Satu kesalahan fatal yang dilakukan Sania membuat semua akses untuk menggunakan fasilitas keluarga Sanjaya terpaksa ditutup suaminya sendiri.
Harusnya Sania mensyukuri ini karena perbuatannya tidak sampai diketahui ibu mertuanya, Nyonya Sanju. Hanya karena menuruti keinginan sang putri kala itu, Sania melakukan segalanya yang membuat, Hadya, sang suami marah dan mencabut semua hak-hak yang digunakan Sania.
Konon katanya, sejak dulu keluarga Sanjaya sangat menjunjung harkat dan martabat keluarga mereka. Reputasi dan nama baik bagi keluarga konglomerat satu ini sangatlah penting. Oleh sebab itu, 3 tahun lalu Sania harus menggelontorkan biaya yang tidak sedikit untuk membungkam beberapa media yang memperoleh video syur Cecilia dengan seorang pria di sebuah kamar hotel. Selain itu, Sania juga harus membayar ganti rugi atas pembatalan kontrak yang dilakukan Cecilia dengan agensi yang menaunginya. For you information, Cecilia adalah anak bungsu Sania dan Hadya, berprofesi sebagai seorang model.
Namun, karirnya tiba-tiba dia tinggalkan begitu saja dan memilih ke luar negeri sejak tiga tahun terakhir. Kepergiannya pun bahkan meninggalkan sederet tagihan yang harus dibayar Sania. Hadya yang mengetahui ini terpaksa memblokir semua kartu yang digunakan sang istri maupun putrinya. Bukan apa-apa, dia hanya ingin memberikan pelajaran kecil bagi ibu dan anak itu. Hadya khawatir jika terus berlanjut dan diketahui ibunya, Nyonya Sanju, bisa menjadi masalah besar.
Sejak hari itu, Sania tidak lagi bebas mengeluarkan uang. Maka dari itu, dia mulai menggunakan Caitlyn sebagai jalan satu-satunya untuk memperoleh semua itu kembali. Dari sinilah drama hubungan Caitlyn dan Aleandro bermula.
“Pagi-pagi kok ngelamun, Ma.” Hadya datang seraya memberikan pelukan hangat pada istrinya, membuat Sania tersadar dan berhenti memikirkan masa lalu.
“Eh … enggak, Pa. Mama hanya ingin menghirup udara segar aja.” Sania agak kaget memang tetapi masih mampu bersikap normal. “Mau kopi?” tanya Sania sedikit memberikan senyum.
Hadya melepas pelukannya, lalu memberikan kecupan di pipi sang istri. “Boleh, tapi setelah mandi dan tolong antarkan ke ruang kerja papa yah.”
Sania mengangguk tanpa menjawab. Dalam hati wanita itu meminta suaminya beraktivitas di luar saja agar dia bisa lebih leluasa menjalankan rencananya.
Hadya memang sudah jarang ke kantor sejak Ibunya resmi memberikan hak waris pada putranya, Aleandro, untuk mengelola segala bisnis Sanjaya Grup. Hadya hanya sesekali ke kantor pusat untuk memantau segala sesuatu berjalan dengan semestinya. Dia berpikir bahwa Lean masih terlalu muda untuk diberikan beban sebesar itu. Oleh karena itu, Hadya masih terus menemani sang putra meski dari rumah sekalipun.
“Buatkan kopi untuk suamiku,” perintah Sania pada salah satu pelayan di dapur.
“Selamat pagi, Nyonya. Baik.” Pelayan itu menunduk seraya memberikan salam baru setelah itu dia melakukan yang diperintahkan oleh Sania.
“Wanita tidak tau diri itu belum juga turun?” Sengaja bertanya tentang Caitlyn. Para pelayan sudah tidak lagi kaget mendengar makian Sania pada nyonya muda rumah itu. Mereka hanya diam dan menunduk. “Benar-benar tidak tahu diri. Sudah jam berapa ini? Dengan enaknya dia masih tiduran jam segini.” Sania melirik jam besar lalu menghembuskan nafasnya kesal.
Beberapa menit kemudian pelayan selesai membuatkan kopi, Sania langsung mengambilnya dan mengantarkan ke ruang kerja sang suami.
Tidak lama kemudian, giliran Caitlyn yang mendatangi dapur.
“Selamat pagi!” sapa Caitlyn full senyum.
“Selamat pagi, Nona. Anda butuh sesuatu?” tanya pelayan di sana.
“Ya, tolong buatkan 1 gelas jus bit untuk nenek.” Kali ini Caitlyn membiarkan pelayan yang membuatnya.
“Itu saja, Nona?” tanya pelayan sekali lagi.
“Emm, sebenarnya … aku ingin makan sesuatu. Tapi–”
“Aku yang akan membuatkannya, Nona. Katakan saja apa yang Nona inginkan.” Dina tiba-tiba sudah ada dan menyahut perkataan Caitlyn.
“Tinkyuw, Dita. Kau sangat memahami ku. Aku ingin makan brioche pagi ini. Tolong buatkan, yah,” ucap Caitlyn dengan wajah memelas.
Dita maupun pelayan yang lain terbelalak. Bukan kaget atau merasa keberatan. Tetapi permintaan ini agak aneh dan tidak biasa. Brioche adalah sarapan kesukaan Lean, sedangkan mereka tahu betul bahwa Caitlyn tidak pernah suka dengan makanan tersebut.
“Brioche? A-anda serius, Nona? Ma-maksudnya ini untuk Nona apa untuk Tuan Lean?” tanya Dita memastikan.
“Untukku tentu saja. Tuanmu itu sedang tidak di rumah–”
“Kata siapa? Aku di sini.” Lean tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya.
Caitlyn berbalik lalu menatap suaminya dengan tatapan datar. Melihat senyum kecil di bibir Lean, Caitlyn merasa ini adalah momen yang pas untuk kembali membahas perceraian.
Aku sangat berharap pagi ini kau menyetujuinya ….
“Dita, tolong buatkan 1 gelas teh jahe–”
“Tidak perlu. Aku sedang tidak mabuk.” Lean memotong cepat ucapan sang istri.
Caitlyn mengangguk dan tersenyum. “Ok, kalau begitu tunggu aku di kamar. Aku akan mengantarkan jus ini untuk nenek. Sebentar saja.”
Caitlyn segera menghilang dari sana, sedangkan Lean berusaha menghentikan langkah sang istri tetapi sedikit pun Caitlyn tidak menggubris.
“Hei, sebentar. Aku tidak ingin membahas apapun!” Lean sedikit berteriak.
“Kita perlu bicara!” balas Caitlyn setengah ikut berteriak karena mulai menjauh.
...TBC...
...🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Yuni Verro
nah loh lean binimu mau cerai
2023-05-18
1