Dalam sebuah kamar mandi nan mewah, seorang wanita cantik tengah berendam pada bathtub yang dipenuhi busa melimpah. Matanya terpejam seolah tengah tertidur sampai saking merasa nyaman.
Tiba-tiba seorang pria berumur sekitar hampir setengah abad, masuk menggunakan handuk dan ikut bergabung bersama wanita cantik yang merupakan kekasihnya. Wanita itu sedikit terkejut lalu membuka matanya.
“Apa kau masih menginginkan lagi?” tanya si wanita.
Pria matang itu tersenyum lalu mengangguk. “Tentu saja, Sayang. Tapi setelah kau menjawab telepon ini.”
Tanpa menjawab bahkan melihat siapa yang menelepon, wanita itu lalu menerima ponsel dari sang kekasih dan menempelkan ke telinganya.
📲 “Halo.”
📲 “Halo, Ara. Lagi di mana? Tante perlu bicara sama kamu.”
Wanita yang tidak lain adalah Tamara, terkejut mendengar suara Sania di seberang sana.
📲 “Tante Sani? Ada apa lagi, Tan? Aku sudah tidak ingin berurusan dengan keluarga kalian.”
📲 “Tidak, tidak. Kita harus bicara, Ara. Ini sangat penting.”
📲 “Tentang Lean lagi? Auh, ah ….”
Tamara mele*nguh nikmat saat sebelah bukit kembarnya terasa dire*mas dengan lembut. Pria yang menjadi kekasihnya itu cemburu mendengar nama pria lain yang diucapkan kekasihnya.
📲 “Tamara? Kau sedang apa di sana?”
📲 “Kita bicara lagi nanti, ehmm ….”
Sambungan telepon itu dimatikan secara sepihak oleh Tamara. Wanita itu bersama kekasihnya kemudian melanjutkan lagi olahraga sore yang entah sudah terulang ke berapa kalinya dalam sehari itu.
Sementara itu, Sania di seberang sana merasa kesal dan memaki Tamara sepuasnya.
“Wanita iblis sia*lan! Jual diri sama siapa lagi dia?” Sania sudah tahu sepak terjang Tamara seperti apa selama ini. Misi wanita itu mendekati Lean baik dulu maupun sekarang, tidak ada beda dengan dirinya. Oleh sebab itu, Sania senang dan selalu mengajak Tamara bekerjasama.
Kesal tidak mendapat apa-apa dari pembicaraan via telepon tadi, Sania mencak-mencak sambil berjalan menuruni tangga.
Wanita itu hendak ke kamarnya tetapi dia teringat akan sang mertua. Sania sebenarnya malas untuk ke sana. Dia membenci Nenek Sanju yang dulunya begitu tidak menyukai dirinya. Namun, demi mendapatkan putra dari wanita tua itu dan juga harta kekayaan Sanjaya Grup, Sania rela melakukan apa saja.
“Kapan matinya, sih? Menyusahkan,” omel Sania dengan tidak berhati.
Sampai di sana, samar-samar Sania mendengar suara tangisan dari dalam kamar sang mertua. Di sela-sela tangisan itu ada pula suara suaminya–Hadya. Wanita itu lalu menempelkan telinganya pada daun pintu demi mendengar apa yang telah terjadi di dalam sana.
“Bawa dia ke sini, Hady. Ibu hanya ingin melihat Caitlyn. Kenapa kau biarkan dia pergi?” Nenek Sanju marah pada anaknya. Dia terus saja menangis sambil memanggil nama Caitlyn.
“Hady, suruh Lean cari dan temukan Caitlyn sekarang juga dan bawa dia pulang. Katakan padanya jika dia tidak bisa membawa Caitlyn ke sini, ibu tidak ingin melihatnya lagi,” ucap Nenek Sanju masih setia menangis.
“Ibu, jangan bicara seperti itu, Bu! Lean akan sangat sedih kalo ibu seperti ini.” Hady tidak setuju dengan perkataan ibunya itu.
“Ibu tidak peduli! Kau juga pergi saja dari sini,” usir Nenek Sanju. Wanita itu hanya ingin melihat Caitlyn, tetapi permintaan sederhana itu tidak bisa dikabulkan anak maupun cucunya.
Hadya keluar dari kamar ibunya. Pria itu mencari Lean ke mana-mana tetapi tidak menemukan. Dia bahkan meminta pelayan mencari ke kamar Lean dan Caitlyn. Namun, jawaban yang sama dia dapatkan.
Dia mencoba menelepon putranya berkali-kali, tetapi tidak satu pun panggilan yang terjawab. Hadya lalu beralih menelepon Jerry–asisten pribadi Lean. Dari Jerry, Hadya menemukan keberadaan sang putra. Rupanya lelaki itu sedang mengurung diri di dalam kamar pribadinya yang berada di kantor.
Hadya yang ingin memaksanya pulang, berpikir untuk membatalkan niatnya. Dia berpikir jika putranya itu butuh waktu untuk sendiri. Hadya sedikit bersyukur karena Lean tidak sampai bertindak macam-macam dalam keadaan stres dengan persoalan rumah tangga seperti itu. Rupanya sang putra kebanggaannya itu masih memahami dan menjunjung teguh reputasi keluarga Sanjaya.
“Besok pagi saja aku akan menemuinya di kantor.”
Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Hadya sudah berangkat ke kantor. Pria itu langsung menuju ruangan putranya dan menunggu sampai Lean terbangun. Tiga jam menunggu dengan jenuh, akhirnya Lean keluar juga.
Pria muda dan tampan itu kaget sedikit mendapati sang ayah yang berada di ruangannya.
“Selamat pagi, Pa. Papa … baru datang atau sudah dari tadi?” tanya Lean dan bergerak duduk di sofa yang saling berhadapan dengan ayahnya.
Dapat Hadya lihat dengan jelas gurat lelah dan mengantuk di wajah tampan putranya itu. Dia jadi tahu persis kenapa Lean baru bangun sekarang.
“Papa sudah tiga jam di sini.” Hadya tidak pandai berbasa-basi. “Papa juga gak bicara banyak Lean. Papa hanya mau menyampaikan pesan nenekmu. Jika kau masih ingin melihatnya, cari dan bawa pulang Caitlyn untuknya sekarang juga!”
Lean tersentak lalu menatap ayahnya tidak percaya. “Pah ….” Dia tidak tahu harus mengatakan apa.
Hadya menarik nafas sejenak lalu mengembuskan dengan perlahan. “Selesaikan persoalan kalian. Apa pun keputusan kalian, papa hanya berharap Caitlyn masih mau menemui nenekmu. Papa pamit, Nak.”
Hadya berdiri lalu menghampiri Lean, kemudian memberikan tepukan beberapa kali di bahu putranya itu dan pada akhirnya dia segera pergi dari sana.
Sepeninggalan sang ayah, Lean mencoba memejamkan matanya. Sepertinya hari ini akan terasa sangat berat baginya.
“Bukan saja perasaanku, bahkan nenek dan keluargaku juga kau sakiti. Hebat sekali peranmu dalam menghancurkan hidupku. Dan sekarang aku juga yang harus mengalah untuk mendatangimu. Lagi-lagi kau menang. Baik itu dulu maupun sekarang.”
...TBC...
...🌻🌻🌻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Yuni Verro
hadeh lean smga aja lily bisa jujur
2023-05-18
0
Nadzwa Ramadhania
lanjuttt kan kak update nya keren ceritanya
2023-04-11
1
Rika Anggraini
cinta blg bos.
jgn kasar jgn kurang ajar jadi laki tu
2023-04-11
1