"Ibumu memang pencuri." Rania menatap tajam suaminya.
Tangan David mengepal, matanya merah menatap sang istri yang berani dengan lantang mengatakan hal itu lagi di depannya.
"Kenapa? Kamu tak terima aku mengatakan jika ibumu seorang pencuri?"
"Cukup! Tutup mulutmu!" Suara David pelan, namun penuh penekanan.
"Aku tidak akan pernah menutup mulutku. Aku akan mengatakan apa yang ingin aku katakan. Cukup bagiku bersabar menghadapi kelakuan ibumu." Rania berapi-api.
David menarik napas dalam-dalam, mencoba meredam emosinya. Dia tahu jika saat ini dia harus mengerti akan kemarahan Rania yang tak terkendali.
"Aku mengerti kamu marah, tapi cobalah untuk tenang." David mencoba memegang pundak istrinya.
Rania dengan segera menepis tangan suaminya.
"Tenang katamu? Aku harus tenang melihat perhiasan peninggalan ibuku dipakai seenaknya oleh ibumu?"
"Ibuku pasti hanya ingin meminjamnya saja," jawab David masih mencoba menenangkannya.
"Meminjam tanpa meminta izin terlebih dahulu dariku?" Rania malah semakin tersulut emosi.
David terdiam. Dia memegang kepalanya, percuma, yang dilakukannya rupanya tak membuat Rania tenang sedikitpun malah semakin membuatnya tak terkendali.
"Aku akan mengambil semua perhiasan milikku sekarang juga!" Rania membalikkan tubuhnya cepat.
Mendengar itu David buru-buru menarik tangan istrinya.
"Jangan sekarang! Masih banyak orang di bawah."
"Aku tidak peduli." Rania mencoba menepis tangan suaminya.
Namun David malah memegang lengan sang istri semakin kuat.
"Aku tidak akan membiarkannya." David menggelengkan kepalanya.
Rania terus meronta mencoba melepaskan tangan suaminya.
"Tenanglah. Aku yakin jika ibuku tak bermaksud seperti itu."
Rania menatap David. Tatapan penuh dengan kecewa dan kemarahan.
"Setelah semua orang pergi, aku yang akan bicara dengan ibuku," ucap David lagi melepaskan tangan istrinya perlahan.
Rania membuang pandang ke sembarang arah dengan napas yang naik turun tak beraturan masih menahan amarah.
"Aku yang akan berbicara dengan ibumu. Aku ingin menanyakan langsung kenapa dia memakai perhiasan milikku."
"Iya. Tapi lalukan nanti jika semua orang sudah pergi."
Rania menyeringai sinis.
"Kenapa? Takut aku mempermalukan ibumu?"
David terdiam.
Beberapa saat kemudian.
Widuri tersenyum senang menatap seperangkat perhiasan bertahtakan berlian yang baru saja dikenakannya. Kalung mewah yang sudah berhasil membuat semua teman-temannya di acara makan malam tadi takjub dan terkesima akan keindahan dan tentu saja juga harganya yang sudah pasti mahal.
Dia lalu berdiri akan menyimpan kotak perhiasan itu di dalam lemari, namun tiba-tiba tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Rania masuk dengan langkah cepat dan raut wajah yang terlihat sangat marah.
Rania terus berjalan menghampiri ibu mertuanya, tanpa rasa takut dan gentar, dia terus berjalan mendekati Widuri yang terpaku melihatnya.
Tanpa diduga, Rania mengambil paksa kotak perhiasan di tangan Widuri, membuat sang ibu mertua terperanjat tak percaya.
"Mana yang lainnya. Kembalikan padaku sekarang juga!" Rania menengadahkan sebelah tangannya.
Widuri terbelalak. Dia tak menyangka sang menantu akan seberani itu padanya.
"Kurang ajar! Berani kamu sama saya?" Widuri memelototi Rania.
Rania hanya memutar bola matanya tak peduli.
"Terserah ibu mau bicara apa. Aku hanya minta semua perhiasan milikku dikembalikan sekarang juga."
Tatapan bengis dan murka Widuri arahkan pada sang menantu yang tak pernah dia sukai itu. Sungguh kebencian kini semakin meradang pada Rania yang dia pikir sudah semakin berani lancang padanya.
Kedua manusia saling membenci itu saling menatap dengan sorot mata penuh kegeraman, napas mereka tampak tak beraturan karena amarah yang semakin bergejolak.
Kedatangan David dan kedua adiknya tak mampu membuat keduanya berpaling dari kemarahan.
"Aku menunggu ibu. Mana perhiasanku yang lainnya." Rania kembali membuka suara.
Widuri langsung melihat sang putra yang mematung di belakang istrinya. Wajah wanita paruh baya itu tiba-tiba melembut dengan mata berkaca-kaca.
"Lihat nak. Bagaimana cara istrimu memperlakukan ibu?" Widuri tampak menahan tangisnya.
Gendis langsung menghampiri sang ibu. Tentunya dengan tatapan tajam penuh kebencian pada kakak iparnya.
Sementara David hanya bisa menghela napas sambil mendekati istrinya.
"Hentikanlah. Kita kembali ke kamar sekarang." David memegang tangan Rania.
"Tidak!" Rania menepisnya. "Aku tidak akan pergi dari sini kalau tidak membawa semua perhiasanku."
Widuri terbelalak. Rupanya sang menantu tetap bersikeras untuk mendapatkan kembali perhiasannya.
"Dimana ibu menyimpannya? Apa di dalam lemari ini?" Rania mengayunkan langkahnya mendekati lemari.
Melihat itu, Widuri seakan menjadi hilang kendali, dia mendorong menantunya hingga membuat Rania terhuyung ke belakang, beruntung dengan sigap David menahan tubuh istrinya.
"Ibu. Apa yang ibu lakukan?" David kaget karena sang ibu telah kasar pada istrinya.
"Menantu kurang ajar. Lancang sekali dia mau membuka lemari ibu."
"Kalau aku lancang, bagaimana dengan ibu sendiri? Apa menurut ibu memakai perhiasan milik orang lain tanpa izin terlebih dahulu itu bukan lancang?"
"Coba lihat. Hanya gara-gara perhiasannya ibu pinjam sebentar, istrimu sudah berani melawan ibu." Widuri malah memelototi David.
"Hanya ibu bilang? Pinjam? Kapan ibu meminta izin dariku untuk memakainya? Kapan?"
"Sudah! Cukup!" David sepertinya sudah habis kesabaran, melihat ibu dan istrinya bergantian.
"Ibu. Kembalikan semua perhiasannya sekarang juga."
"Apa?" Widuri mengernyit.
"Aku tak ingin lagi melihat kalian bertengkar hanya gara-gara perhiasan itu."
Widuri masih menatap putranya tak percaya, sementara Rania tampak tersenyum miring dengan puas.
"Kakak. Kenapa kakak malah membela istri kakak?" Gendis seakan kecewa dengan keputusan kakaknya.
"Kakakmu pasti akan membela istrinya nak. Baginya kini ibu sudah tak berarti lagi." Widuri menunduk sedih, sambil melangkah pelan mendekati lemarinya.
Dia lalu mengeluarkan semua perhiasan milik Rania, melemparkan asal ke atas tempat tidur di sampingnya.
Rania mengambil kotak perhiasan itu satu persatu, tak memperdulikan kemarahan dan kekesalan Widuri yang kini mematung menatap putranya penuh kecewa.
"Maafkan aku ibu. Bukannya aku membela istriku. Tapi apa yang ibu lakukan memang salah. Tak seharusnya ibu memakai perhiasannya tanpa meminta izin terlebih dahulu," ucap David sambil menghela napas pasrah karena alasan apapun yang ia berikan tak akan mampu membendung kemarahan sang ibu padanya.
"Keluar!" Widuri memalingkan wajahnya dari sang putra.
"Keluar kalian semua dari sini sekarang juga!"
###
Mohon maaf atas keterlambatan updatenya 🙏🙏🙏
Mohon doanya agar aku selalu diberikan kesehatan, sehingga bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar dan menyelesaikan cerita ini sampai selesai.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita semua kesehatan dan melancarkan semua urusan kita. Aamiin 🤲🤲
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Sarah Yuniani
kak ,apa kabar ??
kenapa belum up juga cerita Rania kak ..
dan gak ada update novel lain yang baruu ..
semoga selalu sehat ya kakkk
2025-03-02
0
💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌
ada to orang tua seperti itu, dia ingin di hormati tapi tak mau menghormati kan anehh
2024-12-05
0
Andriani
kek mana Rania ya?? apa bahagia ma Davin. widuri apa sudah Iklas???
2024-11-19
0