Bab 4. Makan Malam

Di depan teras rumah, sudah ada beberapa orang dengan pakaian rapi tengah menunggu bos mereka, ada dua buah mobil dengan pintu yang terbuka dan supir yang bersiaga di sampingnya

Gea sesekali melihat jam di tangannya, tidak seperti biasanya, Rania terlambat seperti ini, dia lalu melirik sang supir yang ternyata punya perasaan yang sama.

Namun ternyata bukan hanya mereka. Tak jauh dari sana, para asisten David juga terus sibuk melihat jam mereka.

Wajar saja. Mereka orang-orang yang memiliki mobilitas tinggi, harus mengikuti jadwal bos mereka yang padat. Sehingga sebisa mungkin kegiatan mereka setiap harinya harus sesuai jadwal yang sudah di agendakan jauh-jauh hari sebelumnya.

Derap langkah kaki cepat tiba-tiba terdengar menggema, Rania muncul dengan wajah marahnya. Di belakangnya David tampak setengah berlari mengejar istrinya.

Rania akan masuk ke dalam mobilnya, namun David dengan cepat memegang tangan istrinya.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu pada ibuku?"

"Lalu aku harus mengatakan apa? Diam saja mendengarkan ocehannya yang terus menghinaku?" Rania menepis tangan David dengan kasar.

Drama pagi antara pasangan suami istri baru itu cukup membuat para asisten akhirnya mengerti alasan keterlambatan bos mereka, akan tetapi di tengah perdebatan keduanya, tak ada satupun dari mereka yang berani melihat langsung, tanpa di intruksi bahkan semuanya kompak menundukkan kepala.

Pertengkaran keduanya terhenti ketika Rania yang sudah jengah masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan kasar. Tak mengindahkan David yang masih tak puas berbicara dengannya.

David menghela napas berat sambil berjalan ke mobilnya, segera masuk ke dalam sana karena tahu jika dirinya sudah sangat terlambat.

Sementara itu, di balik tirai jendela yang menjulang tinggi, ketiga orang tersenyum puas melihat suguhan drama pertengkaran pagi-pagi dengan gratis.

Widuri tersenyum miring dengan puas. Dia merasa jika rencananya untuk memisahkan David dengan istrinya tak akan membutuhkan waktu yang lama. Melihat sikap keras kepala Rania, dia yakin jika menantunya tak akan tahan berlama-lama tinggal disana.

"Hari pertamanya di rumah ini, ibu sudah berhasil membuat kakak ipar seperti tinggal di neraka." Gendis tersenyum senang.

Widuri tersenyum bangga melihat kedua anaknya sambil berjalan kembali menuju meja makan.

"Tapi kenapa ibu mengambil perhiasan milik kakak ipar? Perhiasan ibu kan banyak." Gendis memegang lengan ibunya.

"Ibu hanya ingin menunjukkan dominasi ibu di rumah ini, ibu ingin wanita itu tahu jika yang paling berkuasa di rumah ini tetaplah ibu, bukan dia. Selain itu ibu juga ingin wanita itu melihat jika suaminya tak bisa melakukan apapun, tak akan membelanya dan akan selalu menerima keputusan ibu." Lagi-lagi Widuri tersenyum bangga.

"Ibu kita memang hebat." Gilang menyandarkan kepalanya di pundak Widuri.

"Ngomong-ngomong. Bagi aku uang Bu." Gilang merayu ibunya.

"Uang? Uang lagi? Kemarin ibu baru memberikanmu uang, masa sekarang sudah habis?"

"Ibu. Uang dua puluh juta cukup buat apa sekarang? Teman-temanku bahkan dapat uang saku ratusan juta setiap harinya. Kadang aku malu, mereka suka mengejekku, katanya aku ini putra kedua keluarga Bratasena yang kaya raya, adiknya David Bratasena CEO yang perusahaannya ada dimana-mana, tapi uang jajanku tak sama seperti mereka." Gilang mengeluh.

Mau tak mau Widuri luluh, dia segera mentransfer sejumlah uang ke rekening putranya. Walaupun sebenarnya dia sudah di wanti-wanti oleh David agar tak memberikan Gilang uang yang banyak, secukupnya saja.

Widuri tahu kenapa David terpaksa melakukan itu, bukan tak sayang adiknya hanya saja putra pertamanya itu ingin agar adiknya sudah mau belajar mengurus perusahaan keluarga mereka, bukannya selalu bersenang-senang dengan teman-temannya padahal usianya yang sudah menginjak dua puluh tiga tahun sudah cukup untuk dirinya mulai terjun ke perusahaan.

Namun tentu saja David dan Widuri tak bisa memaksa Gilang yang memang masih ingin bersenang-senang, pergaulan bersama teman-temannya yang hedon membuat Gilang bahkan sama sekali tak memikirkan kuliahnya yang kini terbengkalai.

"Bagi aku uang juga ibu, kenapa hanya kak Gilang saja?" Gendis ikut merengek pada ibunya.

"Aku kan kuliah. Banyak keperluan yang harus aku beli."

"Kamu tinggal minta saja pada kak David. Kamu kan adik kesayangannya, dia akan memberikan berapapun yang kamu minta," ucap Gilang sambil berjalan meninggalkan adik dan ibunya.

***

Di tengah kekalutan hatinya mengingat perhiasan sang ibu yang dirampas ibu mertuanya dengan paksa, Rania mencoba untuk tetap bekerja dengan baik, apalagi kini tanggung jawabnya bertambah karena posisinya yang naik jabatan menggantikan ayahnya.

"Selamat nak. Mulai hari ini kamu akan menggantikan posisi ayah dan menjadi direktur utama di perusahaan kita," ucap Pramono mendatangi ruangan kerja putrinya.

Rania tak merespon, bahkan sikapnya acuh melihat kedatangan sang ayah. Dia tetap fokus melihat berkas-berkas yang harus ditandatanganinya.

"Kenapa nak? Apa kamu tidak senang? Suamimu memberikan saham yang baru dibelinya untukmu, bukan sedikit, tapi banyak sekali." Pramono merasa bangga sekali pada putrinya.

"Tidak. Aku sama sekali tidak senang. Ayah tidak tahu dengan apa aku harus membayar semua pemberian suamiku itu."

Pramono mengernyit heran.

"Apa maksudmu?"

Rania menarik napas panjang. "Ayah tak akan mengerti. Sudahlah ayah. Lebih baik ayah pulang saja dan nikmati masa pensiun ayah dengan istri atau wanita-wanita simpanan ayah. Aku sibuk."

Pramono hanya tersenyum melihat putrinya yang memang selalu sinis padanya. Bukan tanpa alasan, sang putri pastinya jengah melihat tingkahnya yang hobi bergonta-ganti wanita. Tapi mau bagaimana lagi, itu sudah menjadi kesenangannya.

***

Kepulangan Rania memang sudah ditunggu Widuri, sambil melihat jam di dinding, Widuri tersenyum senang sang menantu pulang cepat sesuai keinginannya.

"Kamu punya waktu satu jam setengah untuk menyiapkan makan malam untuk kami."

Sambutan ibu mertuanya benar-benar membuat Rania muak, apalagi dengan tatapan tidak suka yang terus mengintimidasinya.

"Keluarga kami punya kebiasaan makan malam jam tujuh tepat. Jangan sampai telat!" ucap Widuri lagi sambil mendelik tidak suka lalu pergi meninggalkan menantunya.

Rania tak sedikitpun menimpali, dia hanya ingin menghemat energi yang tersisa di hari ini, setelah seharian ini telah lelah berkutat dengan pekerjaannya yang banyak di kantor.

Dia lalu menaiki tangga, sambil melihat jam tangannya, menghitung waktu yang tersisa sebelum jam makan malam yang tidak boleh telat itu tiba.

Selesai berganti baju juga melaksanakan shalat yang memang tidak pernah lalai dia kerjakan, Rania cepat-cepat turun ke bawah, dia harus segera ke dapur dan menyiapkan makanan sesuai keinginan ibu mertuanya.

Di tangga dia berpapasan dengan David yang rupanya baru saja tiba. Keduanya hanya saling melirik, tak saling bicara lalu kembali melanjutkan langkah mereka.

Rania sampai di dapur, tampak hening tak seorangpun pembantu yang ada disana.

Rania bengong. Dia tahu jika ada banyak sekali pelayan di rumah ini. Tapi sekarang tak seorangpun yang nampak di depannya.

"Mereka semua sudah ibu suruh untuk beristirahat." Widuri tiba-tiba sudah muncul di belakangnya.

"Kita tak bisa mempekerjakan mereka dua puluh empat jam bukan?" Widuri tersenyum sinis.

Rania merapatkan giginya geram. Salut dengan tekad sang ibu mertua yang ingin selalu menyiksanya.

"Cepat mulailah memasak! Waktu kamu hanya tersisa satu jam lagi." Widuri terdengar melangkahkan kakinya meninggalkan Rania seorang diri.

Rania memegang kepalanya frustasi.

Beberapa saat kemudian.

"Makanan apa ini?" Widuri melempar piring berisi telur ceplok yang gosong ke lantai.

Suara piring yang jatuh beradu dengan lantai marmer terdengar memekakkan telinga. Membuat Gilang dan Gendis kompak menutup telinga mereka.

Lagi. Rupanya Widuri belum puas, dia kembali melempar sepiring lagi telor dadar yang juga gosong ke lantai dengan keras, bahkan pecahan piring yang hancur sedikit menggores kaki Rania hingga membuatnya terluka.

"Kamu mau memberikan semua anak-anakku makanan ini?" Mata Widuri merah menyala, memelototi Rania yang berdiri bergeming di depannya.

Rania tak menjawab. Dia hanya mengalihkan pandangannya ke segala arah, sungguh perlakuan kasar ibu mertuanya ini menurutnya sudah melebihi batas.

"Ada apa ini ibu?" David sudah ada disana. Setelah buru-buru turun karena mendengar keributan di ruang makan.

Terpopuler

Comments

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

wowww ternyata kehidupan ayahmu juga membagong kan

2024-12-05

0

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

cara didik mu widuri, nanti jadi bumerang bagimu

2024-12-05

0

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

💜⃞⃟𝓛 ༄༅⃟𝐐🇺𝗠𝗠𝗜ᴰᴱᵂᴵ 🌀🖌

masakin mie instan saja Rania

2024-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!