Belajar Melukis

Mendengar kisah masa lalu yang diceritakan oleh perempuan di sampingnya, pria itu hanya terdiam. Kini ia tahu mengapa sebuah perpisahan itu teramat sangat menyakitkan bagi perempuan cantik yang kini hadir dalam kehidupannya.

Sebelumnya, pria itu sama sekali tidak merasakan sakit apabila mengalami perpisahan. Entah mengapa lahir dan besar di panti asuhan, lalu tinggal sebagai anak jalanan dan mempelajari dunia bisnis secara otodidak seolah-olah membuatnya tidak mempunyai radar emosional ketika berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Karena bagi pemikiran pria itu, segala sesuatu harus memakai logika. Bukan dengan perasaan.

Namun entah mengapa. Semenjak ia mengenal perempuan di sampingnya ini, secara perlahan perasaan yang ternyata teramat manis ini setiap detiknya terus memenuhi hatinya.

"Ah, sudah ya ceritanya." Ucap perempuan itu sambil menghapus air matanya."Waktu kerjaku sudah banyak terbuang. Setidaknya aku sudah dapat ide mau melukis apa."

Lantas perempuan itu pun bangkit dari sofanya, lalu sambil memegang palet dan kuas yang tadi bertengger di  Dau telinganya, perempuan itu berjalan menuju meja kanvas, lalu mulai melukis.

Selagi perempuan itu melukis sebuah gambar dengan teknik-teknik yang terlihat begitu piawai, seolah-olah perempuan itu menganggap melukis adalah rutinitas nya, pria itu masih saja duduk di sofa menyaksikan perempuan pelukis itu melakukan pekerjaannya. Sambil sesekali ia meminum teh manis hangatnya.

Setelah teh manis hangat miliknya telah habis dan ia baru saja selesai mencuci gelasnya, pria itu kembali ke studio lukis dan ia melihat perempuan pelukis itu masih bekerja. Lantas, pria itu pun menyaksikan dari dekat perempuan pelukis yang wajahnya kini kembali clemongan oleh cipratan-cipratan cat air dan sesekali perempuan itu juga mengusap wajahnya, sehingga wajahnya semakin dipenuhi oleh cat air tersebut.

Lalu kini rambut-rambut kecil perempuan itu juga terkena cipratan cat air, sehingga penampilan perempuan itu kini kembali berantakan, namun perempuan itu sama sekali tidak peduli dengan penampilannya karena kini sembari melukis, otak perempuan itu kini kembali berimajinasi, sehingga perempuan itu nampaknya sama sekali tidak sadar kalau ada seorang pria yang kini tinggal di rumahnya, dan pria itu kini hanya bisa terpukau melihat dirinya.

Cipratan-cipratan yang kini menghiasi secara tidak beraturan di wajah perempuan itu, juga rambut perempuan itu yang kini kembali berantakan sama sekali tidak mengurangi rasa kagum pria yang sedari tadi berdiri di samping pelukis yang sedang melukis itu. Entah sudah berapa lama pria itu hanya bisa tertegun tidak dapat memalingkan wajah atau mengedipkan mata, namun yang pasti tahap melukis yang sedang pelukis itu buat kini sudah memasuki bagian hampir akhir. Untungnya pria itu sadar akan lamunannya dan kini pria itu melihat kanvas yang sudah dipenuhi oleh berbagai warna cat air sehingga kalau terlihat dari jauh, maka akan terlihat sebuah gambar seekor serigala yang berada di tengah hutan sedang mengamati rembulan.

Ketika diperhatikan lebih dekat lagi, pria tersebut melihat berbagai guratan warna cat air yang sangat terlihat setiap garisnya. Begitu legam dan pekat. Sehingga terlihat agak kasar.

Perempuan yang akhirnya menyelesaikan pekerjaan melukisnya dan akhirnya berhasil menciptakan karya lukis di saat itu tersadar akan kehadiran pria di sebelahnya. Perempuan itu pun kembali melihat wajah pria yang sangat tampan dan menggoda itu sangat fokus dan dipenuhi oleh rasa ingin tahu dari guratan-guratan berbagai warna cat air yang terdapat di kanvas tersebut. Perempuan itu ternyata sudah kembali ke dunia nyata, setelah ia bekerja sambil pikirannya terus melayang-layang di dunia imajinasi.

Menyadari perempuan itu yang sudah selesai melukis dan kini sedang memandangi wajahnya, pria itu pun kini kembali melihat wajah perempuan itu dengan lebih dekat lagi. Pria itu pun kini memandangi perempuan pelukis itu dengan tatapan kagum.

"Jadi seperti itu cara kamu menciptakan karya lukis?" Tanya pria itu sambil terus mengagumi perempuan di sebelahnya.

"Iya. Dan kini lukisanku hari ini sudah selesai kukerjakan. Tinggal tunggu kering sebelum kanvasnya akan ku gulung." Ucap perempuan itu. "Lantas, mungkin ada yang ingin kamu kerjakan atau kamu tanyakan soal lukisan? Mumpung jam kerjaku masih panjang, dan aku harus menunggu lukisannya kering." Tanya perempuan itu.

Mendengar pertanyaan itu, pria itu kini terdiam. Melihat cara perempuan itu melukis membuatnya ingin belajar melukis. Namun ia malu-malu untuk mengungkapkan apa yang ia mau.

"Aku duduk dulu, ya. Lama-lama berdiri membuat kakiku pegal. "Lantas perempuan itu kembali duduk di sofa "Oh iya. Kembali mengingatkan, besok kamu harus mau aku bawa ke rumah sakit, ya. Kamu sepertinya harus dicek. Karena terlihat sekali kalau kamu punya penyakit dalam, terutama bagian pencernaan."

Mendengar itu, pria itu masih berdiri di sebelah meja kanvas, pria itu menatapi perempuan itu dengan penuh keragu-raguan, lalu ia pun memutuskan untuk duduk di sofa, sebelah perempuan yang tengah menguruti kakinya sendiri.

"Anu, kalau kamu mengijinkan, bolehkah aku meminta sesuatu?" Tanya pria itu setelah duduk di sebelah perempuan itu.

"Kasih tahu saja" Ucap perempuan yang masih memberikan pijat refleksi ke kedua kakinya.

"Aku terpukau dengan cara kamu melukis, dan aku suka melihat hasil lukisannya." Lalu pria itu terdiam.

"Iya, terimakasih. Tapi nanti lukisan itu mau aku jual."

"Bukan. Aku bukan ingin membeli lukisan yang baru saja kamu jual."

"Lalu?"

"Aku ingin belajar melukis. Kamu pasti masih punya beberapa stok kanvas kosong, bukan? Aku boleh minta satu supaya aku belajar melukis?" Lantas mendengar permintaan tersebut, perempuan itu langsung memalingkan wajahnya dari kakinya menuju wajah pria di sampingnya. Wajah pria itu terlihat sangat memohon.

"Kamu serius? Ah pasti kamu bercanda" Lalu perempuan itu kembali melihat kakinya yang kini ia luruskan.

"Aku gak bercanda. Aku ingin melukis sesuatu. Sesuatu yang sangat spesial bagiku." Ucap pria itu mantap. "Kamu pernah bilang, kan kalau kamu akan mengijinkan aku membereskan studio lukis ini dan menjadi asisten kamu apabila aku mempunyai minat melukis. Sekarang aku tagih itu. Aku ingin belajar melukis."lantas pria itu pun mengatupkan kedua tangannya ke arah perempuan pelukis itu "jadi, ijinkan aku belajar melukis. Sama seperti kamu mengajari anak lelaki itu berbagai teknik melukis itu."

"Baiklah, aku gak bisa nolak juga ini. Janjiku aku penuhi. Sekarang kamu rencananya mau melukis apa?" Perempuan pelukis itu pun pasrah dan menuruti permintaan pria dia sebelahnya.

"Aku ingin melukis teh manis hangat. Minuman yang aku suka semenjak mengenal kamu" ucap pria itu tegas. Perempuan yang mendengar jawaban itu lantas diam beberapa saat melihat pria itu dengan tatapan bingung, lalu perempuan itu pun mengangguk paham.

"Sekarang siapkan sebuah kanvas, itu kanvas yang tadi aku lukis bisa kamu letakkan di pinggir dan diganti dengan kanvas kosong milikmu. Lalu ambil juga sebuah kuas dan jangan lupa tempat airnya. Setelah itu isi beberapa palet dengan cat warna berisi warna teh, seperti warna jingga atau coklat. Kalau sudah selesai persiapkan alat dan bahannya, aku cek dulu, kali aja ada yang kurang." Ucap perempuan itu panjang lebar, dan tanpa menunggu waktu lama, pria itu mulai mengerjakan instruksi yang diberikan kepadanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!