Sang Ratu iblis membawa Luciferd mengunjungi setiap area disekitar lingkungan istana para Dewa. Mereka juga didampingi oleh beberapa Dewa lainnya yang bertugas sebagai penjaga kahyangan.
Setelah itu, Beelzebub kembali membawa Luciferd tiba didepan pintu utama istana. "Azazel, bawa Luciferd menuju air terjun kahyangan. Dan kau Luciferd, bersihkanlah tubuhmu dengan air terjun tersebut, lakukanlah meditasi yang akan diinstruksikan oleh Azazel," perintah sang Ratu.
"Baik, yang Mulia Ibunda," balas Azazel, tapi tidak dengan Luciferd yang hanya terdiam.
Pintu istana yang sangat besar dan megah pun dibukakan untuk Beelzebub, membuat sang Ratu berjalan memasukinya bersama Astaroth juga beberapa Dewa lainnya.
Sementara Luciferd terus berdiam diri seraya menyaksikan bagaimana Beelzebub masuk kedalam istana.
"Ayo Luciferd. Ikuti aku," perintah Azazel. Putra pertama Beelzebub itu kemudian menuntun Luciferd menuju tempat yang disebutkan sang Ratu.
Selama berada di alam kahyangan, seluruh entitas yang menghuninya nampak terbang melayang untuk melakukan mobilitas. Semua yang telah memasuki alam tersebut akan mengalami hal yang sama, termasuk Azazel dan Luciferd.
Sedangkan Beelzebub dan Astaroth yang telah memasuki istana, terlihat berjalan dengan menapak pada lantai istana yang mengkilap terang.
"Apakah tempat ini benar-benar ada air terjunnya?" tanya Luciferd, selagi dirinya terbang melayang di samping Azazel.
"Ya. Kamu belum melihatnya bukan? Tempatnya sungguh indah. Ada beberapa bidadari kahyangan yang akan menemani kita disana," jawab Azazel.
"B—bidadari?" Luciferd menanam penasaran dalam hatinya.
"Bidadari kahyangan, adalah entitas sipil penghuni kahyangan yang tak diwajibkan mengikuti perang. Jumlah mereka terus meningkat setiap saat, karena diciptakan dari setitik air terjun yang dianugerahkan oleh para Dewa langit kedua," terang Azazel.
Luciferd kembali terdiam, sepertinya mulai memahami maksud perkataan Azazel. "Setahuku bidadari itu cantik dan mempesona," sambungnya.
Apa yang diucapkan Luciferd benar adanya. Ia kedapatan menyaksikan beberapa bidadari bersayap putih dengan aura yang cerah, serta kecantikan dan bentuk tubuh yang indah.
"Kau benar, Luciferd. Mereka diciptakan untuk menambah keindahan alam kahyangan ini. Beberapa orang diantara mereka yang berada di air terjun itu ditugaskan untuk menemi para pengunjung dari luar kahyangan," jelas Azazel.
Tiba-tiba, Luciferd tak sengaja mendapati beberapa bidadari sontak membuang muka. Mereka merasa ketakutan saat mencoba berpapasan dengan bocah tersebut.
"Sepertinya kehadiranku disini benar-benar tak dapat diterima oleh mereka," ucap Luciferd.
Sesaat kemudian, panorama air terjun yang sangat sedap dipandang mata pun mulai nampak dalam pandangan Luciferd.
"Ingat Luciferd, aku hanya membantumu untuk melakukan teknik dasar meditasi, agar kamu dapat memusatkan pikiran dan tenagamu lebih dalam lagi. Selebihnya, kau akan melakukannya sendiri," tegas Azazel, yang kemudian turun secara perlahan menuju bebatuan air terjun yang besar.
Luciferd menapakkan kakinya pada sebuah batu besar. Ia pun tak sengaja mendapati kehadiran beberapa bidadari yang lansung menatap sinis kearahnya.
"Siapakah orang yang dibawa Azazel itu? Mengerikan sekali auranya," bisik salah salah seorang bidadari yang tengah berendam bersama beberapa bidadari lainnya.
"Betul. Auranya sangat menakutkan, aku bahkan sampai tak berani menatap wajahnya," sambung salah seorang bidadari lainnya, membuang muka saat membicarakan tentang Luciferd pada lawan bicaranya.
Bidadari-bidadari tersebut hanya mengenakan sehelai kain putih, menampakkan bentuk keindahan tubuh mereka dengan sangat jelas.
Luciferd hanya terpaku saat menyaksikan perbincangan para bidadari itu, sepertinya ia mulai menyadari bahwa mereka sedang membicarakan dirinya.
"Luciferd, lihatlah. Ada sebuah batu besar yang membelah pancuran air terjunnya. Duduklah diatas baru tersebut," perintah Azazel seraya menunjuk kearah sebuah batu besar yang terletak ditengah-tengah pancuran air terjun.
"B—baik." Luciferd perlahan meloncati setiap batu, akan tetapi kakinya seketika tergelincir.
(Jbyuur!)
Gelak tawa para bidadari pun sontak keluar setelah Luciferd tercebur kedalam kolam air terjun. Sepertinya kejadian itu sangatlah lucu bagi mereka, dan mampu mengurangi rasa kengerian saat mendapati kehadiran Luciferd.
"Kau baik-baik saja Luciferd?" tanya Azazel yang sempat menyaksikan Luciferd terpeleset.
Luciferd menatap tajam kearah para bidadari yang sedang menertawakannya. "Ya. Setidaknya aku berenang," jawabnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kali ini, Luciferd nampak terduduk diatas sebuah batu besar yang membelah layar pancuran air terjun. Ia terus bersabar menanti Azazel yang tengah berbincang-bincang dengan para bidadari.
"Kalau untuk melayanimu, aku sangat bersedia Azazel. Tapi untuk dia, aku sepertinya takkan sudi melayaninya," ucap salah seorang bidadari.
Azazel nampak berdiri dihadapan seluruh bidadari yang terduduk ditepi kolam. Ia hanya mendengus mendengar perkataan dari bidadari tersebut. "Baiklah. Sepertinya penolakanmu itu mewakili yang lainnya. Aku takkan memaksa kalian untuk menemani meditasi Luciferd." Azazel lalu berbalik. "Setidaknya, jangan mencoba mengintimidasi bocah tersebut," sarannya.
Luciferd yang terduduk sila, sedari tadi menyaksikan perbincangan diantara mereka. "Sepertinya sedang ada negoisasi," ucapnya, lalu menyaksikan Azazel perlahan melayang menghampirinya.
"Maaf Luciferd. Aku hanya sedikit berbincang-bincang saja dengan mereka," ungkap Azazel.
Pandangan mata Luciferd terus terpusat kearah seluruh bidadari, dan ia mulai merasa bila kehadirannya benar-benar tak dihargai ditempat tersebut. "Tidak apa-apa, Azazel," balas Luciferd.
Tanpa pikir panjang, Azazel lansung menggenggam kepala Luciferd dengan sebelah telapak tangannya. "Baiklah. Ayo kita mulai. Aku akan mengirim beberapa energi meditasi tingkat menengah, agar meditasimu lancar. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menutup mata. Pusatkan pikiranmu pada titik tenaga dalam tubuhmu. Titik tenaga itulah yang menyimpan mana hitam, dan jika kamu berhasil melakukan meditasi ini, mana hitam tersebut akan dapat kau kuasai," instruksi Azazel.
"Baik." Luciferd perlahan menutup matanya.
(Zweesh)
Telapak tangan Azazel seketika mengeluarkan pancaran sinar berwarna merah gelap. Pancaran sinar itu lalu memantul ke setiap arah, bahkan sampai menyilaukan pandangan para bidadari.
Luciferd awalnya tenang, akan tetapi ia mulai merasakan sedikit nyeri dikepalanya.
"Fokuskan pikiranmu, Luciferd," perintah Azazel, yang kemudian melepaskan genggaman tangannya pada kepala Luciferd.
(Zwush!)
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ*...
Tanpa disadari, Luciferd memasuki alam bawah sadarnya. Kini ia nampak tengah berada di sekitar lingkungan istana kerajaan Grantarte.
"T—tempat ini ...." ucap Luciferd, namun suaranya terdengar menggema.
(Cluck)
Sekali kaki Luciferd melangkah, terdengar suara percikan air. Rupanya tanah yang ia pijak telah digenangi oleh genangan air berwarna merah pekat.
"Apa yang sedang terjadi?" Luciferd lansung berjongkok, mengarahkan ujung telunjuknya untuk mencolek genangan air tersebut. "Ini ... darah ...." ucapnya, dengan pandangan yang menatap serius.
Luciferd pun baru menyadari bila sebelah tangannya tengah menggengam sebilah pedang. Di ujung mata pedang tersebut, mengalir tetesan darah hingga sampai ke ujung gagangnya.
Seketika muncul suara hentakan beberapa tapal kuda, membuat Luciferd lansung menoleh kearah sumber suara tersebut.
"Itu dia!" sorak salah seorang ksatria kerajaan, bergegas menghampiri Luciferd seraya menunggangi seekor kuda, dengan diikuti oleh beberapa pasukan berkuda lainnya.
Pasukan berkuda itu lalu mengepung Luciferd dengan berbaris melingkarinya. Bocah tersebut hanya tercengang saat mendapati dirinya terdesak oleh kehadiran mereka.
"Kau sudah kami kepung Louis! Menyerahkan! Letakkan pedangmu keatas tanah!" perintah salah seorang komandan pasukan berkuda yang memimpin pengepungan Luciferd.
Terdiam, berdiri dan mematung, Luciferd benar-benar tak memahami apa yang sedang dihadapinya itu. Secara tiba-tiba ia muncul tak jauh didepan gerbang istana, lalu dikepung oleh beberapa pasukan berkuda kerajaannya sendiri.
"Hei! Apa kau mendengarku?! Cepat letakkan pedangmu! Kau sudah membuat kekacauan di kerajaan kami!" bentak sang komandan pasukan, seraya mengacungkan pedangnya kearah Luciferd.
Luciferd, akhirnya perlahan meletakkan pedangnya ke atas tanah, dengan diiringi oleh sang komandan yang seketika turun dari kudanya.
(Slurb!)
Sang komandan sontak menghunuskan pedangnya pada perut Luciferd.
(Slerb~)
Luciferd mendapati pedang tersebut kembali ditarik oleh sang komandan, tetapi ia tak merasakan sakit apapun dalam perutnya.
"Ha?! Belum mati juga?!" Sang komandan lantas terbelalak menyaksikan Luciferd tetap berdiri tegap, berharap pemuda tersebut seharusnya tersungkur ke atas tanah.
Luciferd lalu menunduk, menatap pada lubang diperutnya yang seketika mengucurkan aliran darah. Aliran darah itu pun dikerubungi oleh aura hitam pekat yang mengepul bagaikan asap.
(Slurb! Slurb! Slurb!)
Sang komandan tak bisa berdiam diri saja, ia terus menerus menghujamkan pedangnya pada setiap bagian tubuh Luciferd.
(Slurb! Slurb! Slurb!)
"Apa salahku pada kalian? Mengapa kau terus menerus menusukku?" Luciferd menelah keheranannya, akan tetapi sang komandan biadab itu tiada hentinya menghunuskan pedang. "Berhenti!" ucap Luciferd dengan lantang.
(Zuub!)
Pedang sang komandan seketika tertahan dalam genggaman Luciferd, meskipun ujung pedang tersebut sampai menembus telapak tangannya.
Luciferd menyeringai tajam, aura mana sontak menyembur keluar dari seluruh lubang ditubuhnya.
Sedangkan sang komandan yang tercengang berusaha menarik pedangnya dari genggaman Luciferd, namun upayanya itu hanyalah sia-sia.
"Aku akan menghukum kalian semua ...."
Perkataan Luciferd terdengar menyeramkan, bergema dengan tingkatan nada yang berbeda-beda. Siapa yang mendengarnya akan diselimuti rasa takut yang mencekam dalam hati mereka.
Tiba-tiba sekumpulan bongkahan batu meteor berwarna hitam yang terbakar-bakar, melesat dari atas langit.
(Baaam!)
(Duaaar!)
Terjadi ledakan luar biasa yang berpusat pada Luciferd, menimpa seluruh pasukan berkuda dari pihak Grantarte yang mengepungnya.
Radiasi ledakan itu sangatlah luas, mampu menyapu habis seluruh area hingga menghancurkan gerbang istana kerajaan.
Beruntung area di sekeliling istana telah dilindungi perisai sihir yang dikerahkan oleh para tetua penyihir, bentuk antisipasi mereka atas penyerangan yang akan ditunjukkan Luciferd kedepannya.
Kobaran api melahap seluruh area di sekitar Luciferd, menghanguskan serta melenyapkan seluruh anggota pasukan berkuda kerajaan Grantarte.
Tercium bau busuk dari terbakarnya tulang belulang mereka, akan tetapi Luciferd seketika menoleh tajam kearah gerbang istana yang telah luluh lantak.
"Aku hanyalah bocah kecil. Kalian selalu memperlakukanku dengan buruk. Hanya karena simbol sihir dikakiku, kalian mengucilkanku." Luciferd perlahan melangkahkan kakinya menuju gerbang tersebut. "Tak adakah sedikit rasa iba kalian padaku? Tak adakah sedikit upaya untuk mengatasi kutukan yang menimpaku? Kalian hanya menganggapku seperti seorang monster yang akan membawa malapetaka bagi kerajaan ini," ucap Luciferd dengan didorong rasa murka dalam hatinya.
Luciferd terus berjalan, bahkan mampu menembus perisai yang dikerahkan oleh para tetua penyihir.
Sang Raja Verdy Grantarte III, beserta sang Ratu Julianne Grantarte, juga keempat putra-putrinya termasuk Anna Grantarte, dan seluruh anggota keluarga kerajaan Grantarte, nampak terkejut saat menyaksikan pergerakan Luciferd dari bayangan yang ditunjukkan oleh sebuah cermin besar.
"M—mustahil! Itu adalah sihir perisai tingkat tinggi! Bahkan Azazel putra Beelzebub sendiripun takkan mampu menembusnya!" keluh salah seorang tetua penyihir yang mengintip pergerakan Luciferd dari cermin besar tersebut.
"Ayahanda. Biar aku yang melawannya," pinta Alexander Grantarte, putra sulung sang Raja yang merasa paling mampu menghadapi Luciferd.
"Tidak." Verdy seketika bangkit dari kursi singgasananya. "Aku tak mengizinkan siapapun mencoba melawan pemuda iblis itu," larangnya, seraya berjalan menuju pintu istana.
"Yang Mulia!" Julianne bermaksud mencegah kepergian Verdy, akan tetapi sang Raja mengacuhkannya.
Verdy sontak menoleh kearah belakang, menatap penuh serius pada seluruh anggota keluarga kerajaan yang berlindung didalam istana. "Tak ada yang boleh keluar dari perisai kedua! Aku sendiri yang akan melawan Louis Grantarte, atau yang disebut Beelzebub sebagai Luciferd itu," tegas Verdy.
Selepas membuka pintu, Verdy mendapati kehadiran Luciferd yang tengah berjalan menghampirinya. "Louis! Kau dilarang untuk menginjakkan kaki di istana ini! Pergilah sebelum aku benar-benar memberikan hukuman padamu!" tegas kembali Verdy.
Luciferd seketika berhenti. Ia memandang tajam kearah sosok mantan ayah kandungnya itu, yang baginya tak sedikitpun menunjukkan rasa simpati atas perlakuan-perlakuan buruk yang ia terima selama ini.
"Kalian terus menerus menghakimiku. Tak memberikan kesempatan untukku berbicara. Kalian mengurungku, menganggap aku hanyalah seorang monster yang tak boleh berkeliaran dimana-mana," ucap Luciferd.
"Ya! Semua itu dilakukan demi kebaikan kerajaan ini! Kehilanganmu tak akan membuatku merasa sedih sedikitpun!" balas Verdy dengan tegas.
Perkataan itu, membuat Luciferd sontak terbelalak. Dengan sebilah pedang tajam berwarna hitam yang tengah digenggamnya, Luciferd semakin memperbesar aura mana hitam yang mengerubungi tubuhnya.
Dan.
(Slerb~)
Verdy tiba-tiba melesat, dan menghunuskan pedangnya pada perut Luciferd.
~Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments