Menjelang malam selepas berlatih dihalaman samping istana, Louis segera bergegas melangkahkan kakinya masuk kedalam istana. Akan tetapi, ia pun terlanjur mendapati kehadiran beberapa anggota keluarga kerajaan yang memadati seisi aula singgasana sang Raja.
Seluruh mata yang menatap sinis, sontak tertuju kearah Louis, yang tengah berhenti tepat didepan pintu istana.
"Coba lihatlah dia!" Salah seorang anggota kerajaan seketika menunjuk kearah Louis. "Mana mungkin anak sekecil itu bisa memunculkan bahaya bagi kerajaan kita?!" sindirnya, lalu tertawa terbahak-bahak, memicu gelak tawa dari beberapa anggota keluarga kerajaan lainnya.
Louis sekejap mengepalkan kedua tangannya, atas tertawaan yang ditujukan padanya itu. Ia pun perlahan melangkahkan kakinya, tanpa sedikitpun menoleh kearah kerumunan orang-orang tersebut.
"Hei kau Louis!" himbau salah seorang anggota kerajaan, namun mendapati Louis tetap melanjutkan langkah kakinya menuju tangga istana.
"Brengsek! Berani-beraninya dia mengacuhkanku!" Orang yang menghimbau Louis tadi lantas geram. "Hei kau bocah terkutuk! Jangan kau kira hidupmu akan aman-aman saja dalam istana ini! Cepat atau lambat kau pasti akan terusir, atau setidaknya dihukum mati secepatnya!!" bentaknya dengan sekuat tenaga, seraya menunjuk kearah Louis.
Seisi aula istana pun menjadi ribut atas kelakukan yang ditunjukkan salah seorang anggota keluarga kerajaan tersebut, memulai kembali perdebatan mereka tentang keberadaan Louis.
Mirisnya, baik yang pro ataupun kontra dengan Verdy, tak ada satupun dari mereka yang menaruh simpati terhadap Louis, selalu menganggap rendah bocah yang jelas-jelas masih memiliki darah dari sang Raja tersebut.
Louis perlahan melangkahkan kakinya melewati lorong istana, namun tiba-tiba mendapati kehadiran salah seorang tetua penyihir yang akan berpapasan dengannya.
"Selamat malam. Tetua pen—"
(Brugh)
Belum sempat Louis menunjukkan sopan santunnya, ia tiba-tiba tersungkur kearah belakang, sesaat setelah tetua penyihir tiba-tiba mendorongnya dengan sengaja.
"Aku tidak butuh sepatah katapun darimu." Sang tetua penyihir kemudian berjalan melewati Louis, tanpa sedikitpun menyesali perbuatannya. "Kehadiranmu di istana ini sudah membuat banyak kekacauan. Enyahlah dari pandanganku," ucapnya, lalu melenggang begitu saja meninggalkan Louis.
Malang sekali nasib yang dialami Louis, selalu menerima berbagai macam bentuk penghinaan dari orang-orang yang sangat tidak senang dengan keberadaannya.
Akan tetapi, ia tak terlalu mengambil hati, dan segera membangkitkan dirinya, lalu bergegas menuju kamar.
Setibanya didalam kamar, Louis lansung terduduk disisi ranjangnya. "Semua ini gara-gara ramalan Ayahanda!" Ia pun seketika mengangkat kedua kakinya, menatap penuh kesal pada simbol yang menempel ditelapak kakinya tersebut. "Semuanya gara-gara simbol ini! Entah mengapa simbol ini harus berada bisa menempel ditelapak kakiku! Ayahanda jadi meramalkan yang tidak-tidak tentangku!" keluhnya dalam hati.
(Tok tok tok)
Tiba-tiba terdengar suara ketukan yang berasal dari luar pintu, membuat Louis seketika turun dari ranjangnya, lalu bergegas membuka pintu.
"Tuan muda. Aku mengantarkan susu untukmu," ucap salah seorang pelayan istana, seraya menenteng segelas susu hangat.
Pelayan tersebut lansung berjalan memasuki kamar Louis, lalu meletakkan segelas susunya keatas meja yang terletak didekat jendela kamar.
"T—terimakasih, nona pelayan," ungkap Louis, namun tiba-tiba mendapati sang pelayan sontak berjalan tergesa-gesa meninggalkan kamarnya.
Selepas menutup pintu, Louis segera berjalan menghampiri meja."Tumben sekali ada pelayan yang mengantarkan segelas susu untukku." Ia lansung meraih segelas susunya dari atas meja. "Biasanya kalau malam begini, tak ada satupun dari mereka yang berani membawakan makanan ataupun minuman untukku," batin Louis, yang sekejap meneguk segelas susu tersebut.
Awalnya, Louis merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya saat meneguk habis segelas susu itu. Akan tetapi, selepas cairan putih yang sangat manis tersebut masuk kedalam lambungnya, pandangannya seketika memudar, dengan rasa pusing yang sontak menjalar dikepalanya.
(Brugh)
Louis sempat memuntahkan cairan dalam perutnya, sebelum akhirnya ia jatuh tersungkur keatas lantai kamar, seiring dengan tubuhnya yang mulai kejang-kejang tak karuan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bagaimana? Apa kau sudah memastikan bila anak itu telah meminum susunya?" tanya salah seorang anggota kerajaan, kepada seorang gadis pelayan yang sudah mengantarkan segelas susu untuk Louis.
"Aku sudah berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan padanya, Tuan Verdan. Kemungkinan, ia sudah keracunan karena meminum susu tersebut," jawab sang gadis pelayan.
Verdan Grantarte, pria paruh baya yang merupakan adik kandung Verdy Grantarte, juga dapat dikatakan sebagai paman dari Louis Grantarte, tiba-tiba menyunggingkan senyuman saat mendengar pengakuan sang gadis pelayan.
"Bagus! Rasakan itu, bocah sialan!" ucap Verdan, yang rupanya dalang dibalik semuanya.
Verdan dengan teganya meracuni Louis, dengan segelas susu yang diantarkan sang gadis pelayan atas perintahnya.
"Tuan Verdan. Aku pergi du—"
Sang gadis pelayan pun sontak terkejut, saat mendapati Verdan tiba-tiba memeluk tubuhnya seerat mungkin.
"Jangan pergi dulu. Setidaknya, temani aku malam ini, untuk merayakan kematian bocah sialan tersebut," pintanya, seraya meraba-raba bagian b*kong sang gadis pelayan.
Durjana dan biadab, mungkin dua kata itulah yang pantas disematkan untuk Verdan, saat dirinya kedapatan bersetubuh dengan gadis pelayan. Ia sepertinya kerap melakukan pelecehan pada seluruh gadis pelayan istana, yang terpaksa memenuhi hasrat sek*ualnya, demi menjaga posisi mereka sebagai pelayan istana kerajaan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara, didalam sebuah kamar yang nampak memprihatinkan kondisi perabotannya, Louis sudah setengah jam kehilangan kesadaran.
Terdapat cairan berbusa yang terus keluar dari mulut Louis, yang nampak masih menganga lebar, dengan kedua matanya yang tetap terbuka, meski kesadarannya menghilang entah kemana.
Tetapi, jari jemarinya masih menunjukkan sedikit pergerakan, menandakan bila dirinya sedang berjuang dari efek racun, yang telah melemahkan saraf-saraf diseluruh tubuhnya.
Tiga jam pun berlalu, tepat pada pukul dua belas malam, Louis nampaknya hanya mampu menggerakkan sebelah jari telunjuknya, karena sudah tak kuasa lagi menahan efek racun yang hampir membuatnya bertemu dengan kematian.
Namun, sebelum anak tersebut menghembuskan nafas terakhirnya, sekelebat lingkaran cahaya hitam tiba-tiba muncul, dan melayang-layang diatas langit-langit ruangan.
"Wahai anak manusia. Aku akan menunda kematianmu. Maka terimalah kehadiranku ini," Terdengar sebuah suara yang nampaknya bersumber dari lingkaran cahaya tersebut.
(Zwuuufh!)
Sekelebat lingkaran cahaya hitam itu sontak bertranformasi menjadi sosok wanita berwajah cantik, berpakaian serba hitam lengkap dengan sepasang tanduk hitam yang menempel pada kepalanya.
Wanita yang tengah mengepakkan kedua sayap hitamnya itu, perlahan turun menapakkan kakinya tepat dibelakang Louis, yang tengah tergeletak diatas lantai.
"Wahai anak manusia. Atas izinku, sembuhlah!" ucapnya, seraya memunculkan sebuah sihir dari sebelah telapak tangannya, yang tengah menjulur kearah Louis.
Keajaiban pun datang. Louis seketika tersadar, sesaat setelah sihir itu meresap kedalam tubuhnya.
Sang wanita kemudian berjalan, lalu berdiri tepat dihadapan Louis. "Bangunlah, Louis Grantarte," perintahnya, membuat Louis sempat tercengang saat menyaksikan kehadirannya.
Louis pun mencoba bangkit secara perlahan dari tempatnya. "N—Nyonya. Siapa anda? Kenapa ada tanduk? Dan ... b-b-bagaimana anda bisa memiliki sayap?" tanyanya, menatap penuh heran pada wujud wanita tersebut.
Mendapati keheranan Louis, sang wanita pun sontak tertawa terbahak-bahak. "Aku maklumi ketidaktahuanmu tentang diriku, wahai Louis." Ia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya, seraya mendekatkan wajahnya pada wajah Louis. "Aku adalah Ratu Iblis, Beelzebub," kata sang wanita, dengan bola mata yang mendadak berubah menjadi hitam pekat, serta pupil matanya yang turut bertranformasi menjadi titik merah.
Bukannya menatap dengan serius wajah Beelzebub, pandangan Louis seketika tertuju pada belahan dadanya. "B—besar sekali!" batinnya.
"Hei hei! Aku mendengar isi pikiramu, Louis," ucap Beelzebub, membuat Louis sekejap mengalihkan pandangan kearah wajahnya.
"M—maaf Nyonya! Aku benar-benar tidak bermaksud an—"
.
"Ssstt!" Beelzebub lansung memotong perkataan Louis, dengan menempelkan jari telunjuknya pada mulut anak tersebut. "Aku sangat merasakan penderitaan yang kau alami selama ini. Bagaimana jika kita membuat kontrak? Aku akan memberikanmu kekuatan, tapi kau harus memenuhi segala permintaanku," tambahnya.
Louis lansung terbelak mendengar perkataannya. "K—kekuatan?!" tanyanya.
"Ya!" Beelzebub kembali menegakkan tubuhnya, yang kemudian berdiri seraya bersedekap tangan. "Kekuatan yang akan membuatmu terbebas dari segala penderitaan! Bagaimana?!"
Dengan wajah polosnya, Louis sempat meluangkan waktunya untuk berpikir, membuat Beelzebub semakin tak dapat menahan rasa gemasnya saat menatap wajah mungil bocah tersebut.
"Aku setuju! Tapi, apa permintaanmu Nyonya Beelzebub?" tanya Louis.
Beelzebub menyungging senyum. "Bagus. Keputusan yang sangat bagus, Louis," sanjungnya, seraya mengusap-usap rambut Louis.
Tetapi, sebelah telapak tangan Beelzebub yang tengah menyentuh kepala Louis, seketika memunculkan sebuah sihir yang membentuk pancaran sinar berwarna emas.
Louis sempat merasakan sesuatu yang sedang meresap dalam kepalanya, sebelum akhirnya ia mendadak kejang-kejang, seiring dengan perubahan bola matanya yang serupa dengan mata Beelzebub.
"Mulai sekarang, aku mengangkatmu sebagai anakku. Namamu adalah Luciferd, bukan Louis Grantarte lagi." Beelzebub menatap penuh serius pada wajah Louis, selagi dirinya nampak tengah mentransfer sejumlah energi kedalam tubuh anak tersebut. "Penderitaanmu adalah penderitaanku. Kesedihanmu adalah kesedihanku. Jadilah anak yang akan membanggakanku suatu saat nanti! Balaskan dendammu pada mereka, Luciferd!!" ucapnya dengan nada lantang.
(Jedder!)
Petir seketika menyambar, memicu awan hitam yang mendadak menurunkan jutaan liter air, lalu jatuh membasahi seluruh area kawasan kerajaan Grantarte.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Suara hantaman petir yang menyambar itu, mampu membangunkan Verdy dari tidurnya. Ia pun sontak bangkit dan terduduk diatas ranjang, mengejutkan Julianne yang turut terbangun karenanya.
"Ada apa yang Mulia suamiku? Apa yang sudah mengganggu pikiranmu?" tanya Julianne, yang turut membangkitkan tubuhnya.
Dengan nafas yang menggebu-gebu, Verdy pun berkata, "Aku mengalami mimpi buruk. Sepertinya itu akan terjadi di masa depan."
"Yang Mulia suamiku." Julianne mencoba menenangkan kegelisahan hati Verdy, dengan mengelus-elus punggungnya secara lembut. "Tenangkan jiwamu. Tidak semua mimpi akan benar-benar terjadi. Barangkali pikiranmu sedang kelelahan," ucapnya.
Verdy seketika termenung. Ia lalu membayangkan suatu kejadian mengerikan, yang nampaknya masih tergambar jelas dalam mimpinya itu. "Tidak mungkin! Tidak mungkin anak itu benar-benar melakukannya!" ucapnya, dengan penuh rasa kekhawatiran.
Julianne lantas terbelalak saat mendengar pengakuan Verdy. "Louis kah?" tanyanya.
"Ya. Dalam mimpi itu, aku melihat Louis menghunuskan pedangnya ke tubuh Alexander. Ia juga mencoba menghunuskan pedangnya pada Aleanna dan Dannisa. Lalu sesaat kemudian." Verdy seketika mengepalkan kedua tangannya erat-erat, lalu kembali menjelaskan apa yang sudah dilihatnya dalam mimpi. "Anak itu menghunuskan pedangnya ke perutku, membakar istanaku, dan memusnahkan seluruh rakyat kerajaan Grantarte!" tambahnya.
"Pengawaaal!" Julianne sontak bersorak, menghimbau para pengawal yang tengah berjaga didepan kamar.
Kedua pengawal seketika beranjak memasuki kamar, lalu berjalan menghampiri ranjang sang Raja. "Kami siap memenuhi panggilanmu, Yang Mulia," kata salah seorang pengawal, bertekuk sebelah lutut dihadapan Verdy, bersama salah seroang pengawal lainnya.
"Bawa Louis keluar dari kamarnya! Kurung anak itu didalam penjara bawah tanah!" perintah Julianne, menanggapi kekhawatiran sang Raja atas mimpi buruknya.
"Baik, yang Mulia Ratu." Kedua pengawal tersebut lantas berjalan melangkahkan kaki mereka keluar dari kamar sang raja, lalu bergegas menuruti perintah dari sang Ratu.
Setibanya didepan kamar Louis, salah seorang pengawal lansung mendobrak pintu kamarnya, mendapati anak tersebut sedang tertidur pulas diatas ranjangnya.
"Bangun! Ini perintah dari yang Mulia Ratu!" kata salah seorang pengawal, yang secara sengaja memaksa Louis bangkit dari tempatnya terbaring.
"Ada apa ini?!" tanya Louis, selagi dirinya dipaksa berjalan keluar dari kamarnya.
"Maafkan aku Tuan muda. Tetapi yang Mulia Ratu telah memerintahkan kami untuk segera membawa anda menuju penjara bawah tanah," kata salah seorang pengawal, yang berhasil menggiring Louis keluar dari kamarnya.
Perkataan itu sontak membuat Louis berusaha memberontak. "Lepaskan aku!" Ia lalu menggigit lengan salah seorang pengawal, yang tengah menarik paksa tangannya.
Pengawal tersebut sontak mengerang kesakitan, yang dimana kesempatan itu segera dimanfaatkan Louis untuk mengelabui seorang pengawal lainnya, lalu bergegas melarikan diri.
Louis sempat menoleh kearah belakang, mendapati kedua pengawal turut berlari mengejarnya. Akan tetapi, tubuhnya seketika membentur tubuh seseorang, yang membuatnya sontak terpental kearah belakang.
Rupanya, Verdan-lah yang sudah menghadang tubuh Louis. Ia pun sontak terkejut, saat mendapati anak tersebut rupanya selamat dari upaya pembunuhannya. "Mau kemana kau, anak sialan?!" tanyanya, dengan raut wajah yang mendadak murka.
"Tuan Verdan!" himbau salah seorang pengawal, yang berhasil mendapatkan Louis.
"Ada apa ini?!" tanya Verdan, yang mulai mencurigai kehadiran dua pengawal tersebut.
"Yang Mulia Ratu telah memerintahkan kami, untuk segera membawanya pergi menuju penjara bawah tanah," jawab salah seorang pengawal, seraya berusaha membangkitkan Louis dari tempatnya tersungkur.
"Paman Verdan, tolong aku! Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku!" mohon Louis.
"Haaa?!" Verdan sontak melayangkan terjangan kakinya, kearah perut Louis.
(Bugh!)
Louis kembali terpental kebelakang, seiring dengan rasa sakit yang sontak menjalar diperutnya, namun kedua tangannya telah berada dalam genggaman masing-masing pengawal.
Darah seketika mengucur deras dari mulut Louis, membuat pandangan matanya menjadi samar-samar, lalu kehilangan kesadarannya secara perlahan.
Walau sudah dalam kondisi tak sadarkan diri, kedua pengawal tetap bergegas membawa tubuh Louis keluar dari istana.
Setibanya di penjara bawah tanah, mereka pun lansung menjebloskan Louis kedalam jeruji besi tahanan kerajaan, lalu beranjak meninggalkan anak tersebut seorang diri, ditengah gelapnya suasana malam yang sangat dingin.
~Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments