Ch 11. Merebut Perhatian Para Bidadari

Seluruh Dewa yang berada disekitar area istana kahyangan, dikejutkan dengan perubahan aneh yang terjadi pada langit.

"Pertanda buruk apakah ini?" tanya salah seorang Dewa, terduduk diatas seekor kuda putih sambil menoleh ke arah atas.

"Tidak. Ini bukan pertanda buruk. Pasti ada seseorang dibalik semua ini," jawab salah seorang dewa lainnya, menatap serius ke arah langit kahyangan yang nampak gelap.

Mereka tiba-tiba menyaksikan pintu istana terbuka lebar, lalu muncul kehadiran beberapa dewa petinggi kahyangan, yang telah menyambut kedatangan Beelzebub.

"Bocah itu benar-benar membahayakan. Sepertinya Beelzebub mencoba mengkhianati perjanjian damai dengan kita," kata salah seorang dewa petinggi kahyangan.

"Ya. Kita harus waspada. Atau setidaknya berharap Dewa Zeuse mau membujuk anak tersebut memihak pada kita," sambung salah seorang dewa petinggi lainnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di dalam aula istana kahyangan, Beelzebub nampak terduduk di atas sebuah kursi yang megah, berseberangan dengan sang Dewa pemimpin alam kahyangan langit pertama, Zeuse.

"Durasi perdamaian kita akan segera berakhir. Apa kau sedang memanfaatkan kesempatan itu? Sebaiknya ku sarankan untuk segera memperpanjang durasi perdamaian kita," ucap Zeuse, menatap penuh serius ke arah Beelzebub.

Sang ratu iblis pun sontak tertawa. "Hahaha! Apa yang membuatmu merasa khawatir Zeuse? Aku bahkan tak berniat merencanakan apapun pada alam ini," balas Beelzebub.

Zeuse mendengus. "Lalu." Sang Dewa seketika memunculkan sebuah sihir, yang menampilkan perubahan aneh pada langit kahyangan. "Bagaimana caramu menjelaskan ini?" tanyanya.

Beelzebub seketika menatap ke arah layar sihir tersebut, hampir menyungging senyum setelah mendapati langit kahyangan menjadi gelap. "Tenang saja. Itu adalah dampak yang diberikan oleh reaksi meditasi Luciferd. Anakku itu sedang melatih ketenangan jiwa dan pikirannya saja," jawabnya dengan tenang.

Helena yang turut berdiri mendampingi Zeuse pun mendadak curiga. "Anak? Sejak kapan ratu iblis menungut anak dari seorang manusia? Bukankah kau ada maksud lain?" tanyanya, mencoba menyudutkan Beelzebub.

Pertanyaan itu, sekejap dibalas Beelzebub dengan pandangan yang menatap tajam ke arah Helena. "Sejak kalian menjadi buta, menjadi tuli, bahkan tak peduli sedikitpun dengan keadaanya," jawab sang Ratu dengan tegas.

"Haa?!" Helena mencoba menarik pedangnya karena merasa tersindir dengan perkataan Beelzebub. "Tarik kembali ucapanm—"

"Biarkan saja Helena!" sergah salah seorang Dewa petinggi, berdiri bersama beberapa orang Dewa petinggi lainnya yang turut menyaksikan perdebatan itu.

Helena pun kembali menyarungkan pedangnya, meski harus menahan kesal.

Melihat kelakuan Helena, Astaroth menjadi tertawa. "Sadari siapa dirimu Helena. Kau takkan mampu mengalahkan kekuatan yang Mulia Ibunda," sindir Astaroth.

Helena sontak membuang muka. "Aku tak peduli. Setidaknya jangan pernah menatapku dengan tatapan nafsumu itu!" balasnya sinis.

"Beelzebub. Apa maksud dari perkataanmu tadi?" Zeuse memberikan pertanyaan atas pengakuan yang ia terima dari sang Ratu.

Beelzebub spontan mendengus, berusaha menahan kesabarannya setelah mendapatkan perlakuan tak mengenakkan dari Helena. "Kalau aku berkata, kalian tak boleh tersinggung. Tapi itulah kelemahan kalian, mengabaikan penderitaan yang dialami seseorang. Bahkan orang itu adalah seorang anak kecil yang tak mengerti apa-apa dengan nasib buruk yang dialaminya. Perlakuan demi perlakuan selalu ia terima, tak ada yang baik. Semuanya bertindak semena-mena dengan Luciferd," jelas Beelzebub.

Penjelasan Beelzebub, spontan membuat para dewa petinggi saling menatap satu sama lain.

"Jadi maksudmu, putra dari pangeran kerajaan itu lepas dari pengawasan kami? Kau telah salah dalam menilai, Beelzebub," sanggah salah seorang Dewa petinggi.

"Ya." Zeuse ikut berpendapat. "Padahal anak itu sudah kami takdirkan untuk menjadi penghuni alam kahyangan. Tapi Azazel, tiba-tiba muncul dan menculik anak tersebut. Bukankah kami tidak salah, mengira kau sedang merencanakan sesuatu?" tambahnya.

Beelzebub, sontak tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Aku tidak mengerti kenapa aku selalu menjadi pihak yang tersudutkan disini," balas sang Ratu.

Merasa telah dipermainkan, Zeuse seketika bangkit dari tempatnya terduduk. "Aku sedang tidak bercanda Beelzebub!" murka sang Dewa petir.

Beelzebub benar-benar merasa lelah meladeni perdebatan itu. "Baiklah baiklah. Serahkan surat perjanjian perdamaiannya. Aku akan memperpanjang durasi perdamaian sebagai bentuk permintaan maafku padamu, Dewa Zeuse."

Dalam sekejap Zeuse kembali menduduki kursinya, setelah permintaan yang ia kemukakan akhirnya dipenuhi Beelzebub.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sesaat sebelum Luciferd menyudahi kegiatan meditasi, ia pun sontak membuka kedua mata. Selepas terbukanya mata itu, seluruh langit alam kahyangan kembali normal, putih dan cerah seperti semula.

Azazel yang menyaksikan Luciferd terengah-engah pun segera bergegas menghampirinya. "Luciferd!" Ia seketika menapak di atas sebuah batu besar yang berseberangan dengan Luciferd. "Bagaimana? Apakah merasakan sesuatu?" tanyanya.

Luciferd terlebih dahulu menarik nafas dalam-dalam, lalu menghempaskannya secara perlahan. "Aku mengalami mimpi buruk. Tapi dalam mimpi itu, aku seperti leluasa menggunakan mana hitam," jawabnya.

Azazel spontak bertepuk tangan. "Selamat, kau telah berhasil menguasai mana hitam. Meditasimu sepertinya berjalan dengan lancar. Abaikan mimpi buruk itu Luciferd, karena tujuanmu datang kesini adalah menguasai mana hitam secepatnya."

Seluruh bidadari yang menyaksikan mereka dari kejauhan, nampak terheran-heran.

"Sebenarnya siapa bocah itu? Apakah Aku boleh berkenalan dengannya?" tanya salah seorang bidadari, seketika bangkit dari tempatnya terduduk lalu bergegas menghampiri Azazel.

"Tunggu dulu!" seluruh bidadari lainnya pun segera menyusul.

Luciferd memalingkan perhatian ke arah para bidadari yang sedang melayang menghampirinya.

"Azazel. Apakah meditasinya sudah berhasil?" tanya salah seorang bidadari.

"Ya. Maaf karena telah membuat kekacauan di alam kalian," jawab Azazel.

"Baiklah." Bidadari tersebut kemudian melayang mendekati Luciferd. "Hei kamu. Apakah kamu ingin menikmati layanan kami?" tanya sang bidadari pada Luciferd.

Luciferd semakin terheran dibuatnya. "M—maksudnya ... melayani apa?" tanyanya dengan lugu.

Tiba-tiba, seluruh bidadari perlahan menanggalkan pakaian mereka, yang terbentuk dari sehelai kain sutera bercahaya.

"Gawat!" Azazel pun spontan menutup hidungnya, menyaksikan seluruh bidadari itu telah te*njang dihadapan Luciferd.

Luciferd sontak menganga, melihat betapa indahnya bentuk tubuh seluruh bidadari tersebut.

"Dalam surat perjanjian perdamaian, kami juga ditugaskan untuk melayani pihak iblis yang mengunjungi air terjun ini. Jadi, apakah kamu bersedia untuk kami layani?" tanya salah seorang bidadari, tak sedikitpun merasa malu saat menampilkan tubuh tel*njangnya dihadapan Luciferd.

Karena sudah tak dapat menahan hawa nafsu, juga tak mampu membendung darah yang menyembur dari hidungnya, Azazel tiba-tiba terjatuh menuju ke dalam air telaga.

(Jbyur*)

"Azazeeel!" himbau Luciferd, tak mengerti mengapa Azazel mendadak bertingkah seperti itu.

"Siapa namamu?" tanya salah seorang bidadari.

"L—Luciferd!" jawab Luciferd spontan.

Sang bidadari langsung tersenyum. "Wahai Luciferd, sudikah kamu membiarkan kami memenuhi kebutuhan se*sualmu?" tanya kembali bidadari tersebut.

Karena merasa terdesak, Luciferd menggigit bibir bawahnya, lalu perlahan mengangguk-angguk. "Tapi aku hanya ingin dilayani oleh satu orang bidadari saja! Biarkan aku memilih diantara kalian terlebih dahulu!" pintanya dengan tegas.

Beberapa bidadari lainnya, sontak saling menatap satu sama lain, juga seketika saling mengangguk seperti telah memutuskan sesuatu.

"Baiklah. Kau saja yang melayaninya, Vina," ucap salah seorang bidadari, berdiri dibelakang sang bidadari yang ia maksudkan.

Vina, salah satu dari bidadari penghuni kahyangan, akhirnya menyetujui usulan itu.

"Baiklah. Terimakasih karena sudah memahamiku," ungkapnya, lalu menyaksikan rekan-rekan sesama bidadari yang lain bergegas meninggalkannya.

"V—Vinaa?!" Luciferd menjadi tegang, mati kutu, tak berdaya, bahkan tak menduga bila bidadari itu sangat-sangat menginginkannya.

Vina spontan membungkuk dihadapan Luciferd. "Aku mewakili mereka, meminta maaf atas perlakuan buruk kami padamu sebelumnya," ungkapnya.

Luciferd mencoba menyelaraskan sikap ketenangan Vina terhadapnya. "Ya. Aku memakluminya," balas bocah tersebut.

Mendengar jawaban Luciferd, Vina lansung tersenyum. "Baiklah. Ikuti aku."

Vina iba-tiba meraih dan menarik tangan kiri Luciferd, membawa bocah itu masuk ke dalam sebuah gua yang terletak di balik pancuran air terjun.

Gua tersebut persis terletak di balik punggung Luciferd, sepertinya akan menjadi tempat dimana Vina melayaninya secara khusus.

~Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!