Ch 10. Peristiwa Yang Tak Pernah Diharapkan

(Slurb~)

"Kau adalah musuh sejatiku, Louis."

Perkataan sang raja mengiringi hunusan pedang yang menancap dalam pada perut Luciferd.

Hal itu justru membuat Luciferd sempat bergeming, seketika menatap tajam wajah Verdy.

Langit diseluruh benua Athareas menjadi gelap, mengentalkan suasana mencekam yang menyelimuti genangan darah di sekitar lingkungan kerajaan Grantarte.

Tetapi itu hanyalah ilusi, bayangan alam bawah sadar Luciferd selepas dirinya melakukan meditasi di alam kahyangan.

"Sampai saat ini, aku masih menganggapmu sebagai ayahanda."

(Zwush~)

Luciferd seketika melesatkan tubuhnya ke arah belakang, melepaskan hunusan pedang yang digenggam Verdy. "Dan kau akan tetap mati sebagai seorang ayahanda, dengan tanganku sendiri," gertak Luciferd.

Luka sayatan di perut Luciferd perlahan menyatu, efek dari sihir mana hitam yang bereaksi dalam tubuhnya.

Verdy tak terkejut sedikitpun, ia sepertinya sudah memahami apa yang akan terjadi kedepannya. "Louis! Jatuhkan pedangmu sekarang juga! Kau sudah terhasut oleh omongan ratu iblis itu! Menyerahlah dan sesali perbuatanmu dari sekarang!" soraknya.

"Menyerah?" Luciferd malah semakin mencengkeram erat gagang pedangnya. "Aku sedari dulu sudah menyerah dengan keadaan. Jika bukan karena pertolongan Beelzebub, mungkin kau akan mempertontonkan kematianku di depan orang-orang," balasnya.

(Zwussh!)

Luciferd sontak melesat secepat kilat, diiringi aura hitam yang mengepul mengerubungi tubuhnya.

(Trank!)

Patah. Pedang yang digunakan Verdy untuk menangkis serangan Luciferd pun patah terbelah dua, tetapi ia beruntung sempat menghindar dari hantaman pedang Luciferd. "T—tidak mungkin! Pedang suci kakekku patah begitu saja?!"

Verdy lantas terbelalak melihat bilah pedangnya hancur berkeping-keping, yang seketika serpihan logam pedang tersebut terinjak oleh kaki Luciferd.

"Lihatlah siapa yang sedang berdiri dihadapanmu, Ayahanda. Bocah kecil tak berdosa yang tak mengerti apapun tentang kutukan yang kau ramalkan." Luciferd perlahan berjalan menghampiri Verdy, aura hitam yang mengerubungi tubuhnya semakin membesar, menunjukkan bila kekuatannya benar-benar tanpa batas. "Setiap hari aku terkurung, terhina, bahkan teraniaya oleh kutukan itu. Siapa yang peduli? Adakah yang merasa iba denganku sedikitpun? Kau dan mereka hanya menganggapku sebagai seorang monster pembawa kesialan," ucap Luciferd dengan tenang.

Verdy tak bisa berdiam diri saja. Raja tersebut seketika memunculkan reaksi sihir berbentuk cahaya di kedua telapak tangannya. "Kutukan tetaplah kutukan! Demi kedamaian seluruh rakyatku, aku rela menukar nyawamu!" balasnya.

(Zwoofff!)

Dengan kedua telapak tangan itu, Verdy menyemburkan energi sihir berelemen cahaya yang amat mematikan ke arah Luciferd.

(Duaaar!)

Terjadilah ledakan yang amat dahsyat, bahkan sampai terdengar oleh telinga para anggota keluarga kerajaan, yang sedang berlindung dibalik perisai cahaya milik Verdy.

"Itu adalah ledakan sihir yang Mulia! Apakah beliau berhasil mengalahkannya?!" tanya salah seorang tetua sihir.

Rasa gelisah seluruh anggota keluarga kerajaan pun spontan mereda, setelah mendengar ledakan tersebut.

"Tidak." Anna Grantarte seketika melangkah mendekati perisai cahaya. "Kalau memang Ayahanda berhasil, tentu perisai ini akan dihilangkannya. Aku punya firasat yang buruk tentang beliau," bantah sang putri dari kerajaan Grantarte itu.

Apa yang dirasakan Anna, benar-benar terjadi.

Kembali ke area sekitar halaman depan istana kerajaan, kepulan asap pasca ledakan seketika memudar, menampilkan sosok Luciferd yang tak sedikitpun terkena dampak ledakannya.

"Apa salahku, ayahanda? Kenapa kau sangat ingin membunuhku?" tanya Luciferd, membuat pandangan Verdy semakin tajam.

Ledakan itu sangatlah fatal apabila mengenai seseorang, dapat menghancurkan seluruh tubuh orang tersebut. Akan tetapi, bagi Luciferd itu bukanlah apa-apa.

Verdy kembali berniat meluncurkan serangan sihirnya. "Aku adalah seorang Raja! Aku akan bersikap baik dan bijaksana dihadapan seluruh rakyatku! Tetapi jika dihadapan musuh sepertimu, aku takkan segan-segan, Louis!" balasnya dengan lantang.

(Zwooff!)

(Zwoofff!)

(Zwoofff!)

(Duarr!)

(Duaaar!)

(Duaaaarrr!)

Beberapa serangan sihir elemen cahaya diluncurkan Verdy kearah Luciferd dengan cepat, menciptakan serentetan ledakan yang amat memekakkan telinga bagi yang mendengarnya.

Dalam kepulan asap yang sangat menebal itu, Luciferd seketika melesat.

(Slerb~)

Kepala Verdy sontak terlepas dan terjatuh dari lehernya, mengucurkan banyak darah yang menyembur keluar dari dalam daging leher tersebut.

Luciferd benar-benar tak terduga. Hanya dalam sekali serangan saja, ia mampu melumpuhkan sang Raja yang sangat ditakuti seantero benua itu.

"Terimakasih, ayahanda. Jawabanmu sangat memauskanku." Luciferd perlahan melayang setinggi-tingginya, membawahi istana kerajaan yang sudah tak memiliki seorang pemimpin lagi. "Siapa yang memusuhiku, akan bernasib sama dengan Ayahanda. Musnahlah kalian semua," ucapnya.

Kedua tangan Luciferd membentang lebar, memunculkan reaksi sihir kegelapan yang bersinergi di kedua telapak tangannya.

Perisai milik sang Raja pun spontan menghilang, karena pemiliknya telah dinyatakan tewas.

Seluruh anggota keluarga kerajaan yang menyaksikan hal itu lansung berasumsi bila Verdy telah berhasil mengalahkan Luciferd.

"Ayo kita keluar untuk menyambut kemenangan yang Mulia!" seru salah seorang tetua penyihir, memimpin rombongan anggota keluarga kerajaan yang berjalan berbondong-bondong menuju pintu utama istana.

"T—tunggu dulu!" Anna enggan mengikuti mereka, firasat buruk dalam hatinya telah mendarah daging. "Aku menduga bahwa Ayahanda telah kalah dalam pertarungan itu!" soraknya, praktis membuat rombongan anggota keluarga kerajaan berhenti.

Sebagian dari mereka pun sependapat dengan dugaan Anna, meski sebagian yang lain tetap berpegangan pada asumsi para tetua penyihir.

"Benar! Kalau yang Mulia sampai kalah, habislah riwayat kita," ucap salah seorang anggota keluarga kerajaan.

"Biar aku saja yang keluar. Kalian tetaplah menunggu disini," perintah Anna.

Anna seketika berjalan tergesa-gesa melewati kerumunan anggota keluarga kerajaan, mencoba membuka pintu istana secara perlahan meski tengah dilanda firasat buruk.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Luciferd belum jua menunjukkan sebuah pergerakan, sedari tadi hanya terbang diatas langit kerajaan sambil mengeluarkan seluruh energi mana hitam dari dalam tubuhnya.

Jeda waktu itu yang diberikan Luciferd, adalah kesempatan bagi Anna untuk keluar dari pintu istana, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan sang Raja.

Anna tak menyaksikan siapapun, kecuali mendapati kehadiran tubuh seseorang yang tergeletak di atas tanah. Ia lalu berjalan menghampiri tubuh orang tersebut, tak sengaja menoleh ke arah potongan kepala masih menyemburkan darah segar.

"T—tidak mungkin ... Ayahandaaa!" Anna sontak menjerit histeris, menyaksikan siapa sosok dibalik potongan kepala tersebut.

Luciferd spontan memusatkan perhatiannya ke arah Anna, sepertinya kehadiran gadis tersebut membuatnya berniat menunda serangan terakhir. "Anna ...." ucapnya, lalu perlahan turun menapakkan kakinya ke atas tanah.

"Ayahandaaa ...." Anna benar-benar terkejut, air matanya terus menetes saat memeluk potongan kepala sang Raja.

"Anna," himbau Luciferd.

Anna spontan menyorot tajam ke arah Luciferd. "Louis ... kenapa kau tega membunuh Ayahanda? Kenapa kau tega membunuh Ayahanda!!!" bentaknya sekuat tenaga.

Tak mengindahkan bentakkan Anna, Luciferd justru mengulurkan sebelah tangan. "Ikutlah denganku. Kau berada dalam pengecualian," katanya.

Anna menggeleng pelan, dengan wajahnya nampak sembab. "Hanya itu yang kau katakan? Apa kau tidak pernah berpikir sebelum bertindak membunuh Ayahanda? Apa kau tak pernah menyadari bahwa dirimu adalah seorang monster?!!" bentaknya sekali lagi.

Sebelah telapak tangan Luciferd yang terjulur, sontak mengepal erat. "Baiklah. Kau sudah lepas dari pengecualianku," balasnya.

Tiba-tiba Luciferd kembali melayang secara perlahan, tetapi kali ini sedikit rendah dari ketinggian sebelumnya.

Anna pun terbelalak menyaksikannya. "Apa yang akan kau lakukan Louis?" ucap gadis tersebut, tetapi suaranya tak terdengar oleh Luciferd.

"Kalian semua adalah persembahan, untuk yang Mulia Ibunda Beelzebub." Luciferd menjulurkan sebelah tangannya ke arah istana kerajaan. "Terimalah pembalasanku!"

(Zwooosh!)

Dari sebelah telapak tangannya, Luciferd meluncurkan reaksi sihir kegelapan yang amat besar. Sihir yang ter-ekstrasi dari mana hitam itu lansung melesat menuju istana kerajaan Grantarte, membuat Anna sontak tercengang sebelum diterjang serangan sihir kegelapan tersebut.

(DUAAARR!!)

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Langit diseluruh area alam kahyangan menjadi gelap, memunculkan kerisauan dalam hati para entitas penghuninya.

"Sepertinya Luciferd berhasil menguasai mana hitamnya," batin Azazel, menyaksikan meditasi Luciferd dari kejauhan.

"Azazel! Apakah ini ulah dari pihakmu?! Kenapa langit kami menjadi gelap dan hawanya terasa sangat panas?!" tuduh salah seorang bidadari, merasa panik saat mendapati perubahan yang terjadi disekitar area air terjun kahyangan.

Seluruh bidadari lainnya pun turut merasa ketakutan, perhatian mereka terus menatap tajam ke arah Azazel.

Azazel lansung menoleh ke arah mereka. "Tenang saja. Ini adalah reaksi yang ditunjukkan Luciferd. Tunggulah sebentar lagi sampai anak itu tersadar dari meditasinya," jelasnya.

Membayangkan bagaimana seluruh area istana kerajaan Grantarte luluh lantak, Luciferd sontak membuka kedua mata. Nafasnya terengah-engah, keringat dingin pun seketika jatuh membasahi wajahnya.

Luciferd berhasil melewati kegiatan meditasinya di alam kahyangan, meski harus mengalami kejadian yang tak pernah ia harapkan dalam mimpinya tersebut.

~Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!