Ch 3. Munculnya Naga Hitam & Penjemputan Luciferd a.k.a Louis Grantarte

Dipenjara, terkurung sepi, itulah yang dirasakan Louis, saat dirinya duduk meringkuk dipojok ruang tahanan kerajaan.

Entah apa yang membuat sang Ratu tega memerintahkan para pengawalnya untuk memenjarakan Louis, buah hatinya sendiri, hanya karena mimpi buruk yang dialami sang Raja.

Louis termenung dan terus merenung, akan tetapi tak menyadari bila matanya telah berubah fase, bertranformasi menjadi mata yang serupa dengan Beelzebub. "Mungkinkah wanita itu telah membohongiku?" batinnya, disegala kegelisahan yang merasuki hatinya.

Louis Grantarte, sang Pangeran yang terkucilkan, menjadi satu-satunya anggota keluarga kerajaan yang dipenjara dalam ruang bawah tanah, dalam sejarah kerajaan Grantarte.

Mimpi buruk sang Raja, membawa kesialan bagi bocah tersebut, terutama tentang ramalan-ramalan beliau yang belum terbukti kebenarannya.

Didalam keterasingan itu, Louis seketika teringat akan sosok Anna, sang kakak yang sangat menaruh kepedulian padanya. "Kak Anna ... aku harap kamu baik-baik saja," doa Louis.

Bocah yang belum genap berusia delapan tahun itu, tiba-tiba mendengar dentuman suara langkah kaki, yang nampak sedang berjalan menuju jeruji besinya.

"Louis ...." Verdy Grantarte III, yang merupakan sang ayah, datang dan berdiri didepan penjara Louis, bersama beberapa pengawal dan tetua penyihir kerajaan.

Louis lantas terkejut dengan kehadirannya. "Ayah!" Ia pun sontak bangkit dan berjalan menghampiri Verdy, menyelipkan kedua tangannya pada celah-celah sel penjara, demi meraih tubuh sang Raja.

Akan tetapi, Verdy dengan teganya menjauhkan dirinya dari jangkauan Louis. "Jangan sentuh aku," ucapnya, menatap penuh tajam kearah Louis.

"Ayah! Bebaskan aku! Aku mohoon!" pinta Louis, dengan raut wajah memelas, membuat beberapa tetua penyihir sontak menoleh kearah sang Raja.

"Yang Mulia. Jangan dengarkan permintaan bocah iblis ini," kata salah seorang tetua penyihir, yang nampak tengah berdiri disamping Verdy, seraya memegang tongkat sihirnya.

Verdy sekejap mendengus. "Louis ... mulai detik ini, kau bukanlah anakku lagi. Karena nanti pagi, kau akan dihukum mati," kata sang Raja, membuat Louis sontak terbelalak.

Louis perlahan meneteskan air mata, tak menyangka dengan perkataan sang Raja, yang secara tega menghapus hubungan kekeluargaan dengannya. "Ayah! Ampuni aku! Setidaknya aku ingin hidup! Jangan hukum aku ayah!" pintanya kembali, sambil menggenggam erat jeruji besi dengan penuh emosional.

Verdy sontak membuang muka. "Lihatlah dirimu. Lihatlah matamu. Kau bahkan tak pantas disebut sebagai manusia lagi. Aku tidak akan pernah menerima permintaan dari wujud seorang iblis," tolaknya.

Penolakan itu, justru membuat Louis kehilangan akal manusianya. Keanehan seketika terjadi pada Louis, yang seketika memunculkan gigi taringnya, menumbuhkan dua tanduk tumpulnya, serta rona wajah yang sekejap bertranformasi menjadi merah, layaknya iblis.

"Kurang hajar kau!" berang Louis, yang tiba-tiba meremukkan teralis besi jeruji yang tengah digenggamnya.

"Yang Mulia!" Beberapa tetua penyihir dengan sigap membelakangi Verdy, guna melindungi dirinya dari ancaman Louis.

Salah seorang tetua iblis lantas menjulurkan ujung tongkatnya kearah Louis, yang dimana tongkat itu seketika mengeluarkan cahaya sihir. "Pelepas kutukan!" ucapnya, merapalkan sihir yang ditujukannya pada Louis.

Sihir itu kemudian meresap dalam kepala Louis, membuatnya perlahan melunak, lalu menghilangkan beberapa perubahan serta kemunculan wujud, yang sempat terjadi padanya.

Verdy sempat tertegun, saat melihat perubahan aneh yang terjadi pada Louis. "Kekuatan itu ... bocah ini benar-benar harus dilenyapkan!" batinnya, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan jeruji besi Louis.

Sebelum menyusul kepergian sang Raja, salah seorang tetua penyihir terlebih dahulu membetulkan jeruji besi yang sempat diremukkan Louis, dengan sebuah sihir yang diarahkannya pada besi tersebut.

"Kehadiranmu, mengingatkan kami akan kematian mendiang raja Hendrick Grantarte I. Atas perintah beliaulah kami diwajibkan melenyapkan bibit-bibit iblis sepertimu," kata sang tetua penyihir, menatap penuh sinis pada Louis, yang telah jatuh bersimpuh dihadapannya.

Louis yang masih terbelalak, menyaksikan bagaimana tetua penyihir itu pergi meninggalkannya. "Kematian raja pertama? Aku tidak tahu apa-apa tentang itu!" batinnya, dengan seluruh tubuh yang bergetar-getar.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Menjelang cerahnya pagi. Lingkungan disekitar area istana kerajaan telah dipadati oleh kerumunan para penduduk. Mereka merasa sangat penasaran dengan sosok sang pangeran, yang diisukan akan menjalani hukuman mati oleh pihak kerajaan.

"Benarkah ada pangeran yang akan dihukum mati hari ini? Kenapa kami tidak tahu seperti apa sosoknya?!" tanya salah seorang penduduk, kepada para penjaga gerbang istana kerajaan.

"Benar! Tunggulah sebentar lagi! Kalian akan menyaksikan dengan mata kepala kalian sendiri, seperti apa orangnya!" jawab salah seorang penjaga gerbang istana.

Sementara, beberapa pengawal kerajaan nampak sedang berjalan menyusuri lorong bawah tanah, bergegas melangkahkan kaki mereka menuju ruang sel tahanan Louis.

Louis yang sedari tadi terduduk murung dipojok sel, mendapati kehadiran beberapa pengawal yang tengah membuka kunci jeruji besinya.

"Tuan muda! Sebaiknya jangan melawan! Atas perintah dari sang Raja, kami akan menutupi wajahmu, agar tidak menimbulkan persepsi negatif pada seluruh rakyat diluar sana," kata salah seorang pengawal, yang kemudian berjalan menghampiri Louis.

Pengawal tersebut, seketika memasukkan kepala Louis kedalam kantung yang terbuat dari jerami, lalu mengikatkan bagian bawah kantung itu dengan leher sang pangeran.

Dengan tanpa berperasaan, ia mengencangkan sekencang kencangnya tali pengikat di leher Louis, mungkin karena anak itu sudah tak lagi memiliki hubungan dengan anggota keluarga kerajaan.

Beruntung ada beberapa lubang kecil yang dapat digunakan Louis untuk bernapas, sebelum akhirnya dua orang pengawal memaksanya berjalan keluar dari ruang sel tahanan.

Louis hanya terdiam, selagi kakinya melangkah melewati lorong bawah tanah. "Bodohnya aku yang dengan gampangnya mempercayai wanita iblis itu," dengan batinnya.

Sesaat kemudian, suasana keheningan disekitar area istana pun perlahan berganti menjadi keriuhan dari para rakyat, yang terkejut saat menyaksikan bagaimana Louis berjalan menuju pintu gerbang istana, bersama dua orang pengawal yang mendampinginya.

"Itukah dia?! Kenapa wajahnya ditutup?!" protes salah seorang rakyat.

"Karena perintah dari yang Mulia Raja," balas salah seorang penjaga gerbang.

Louis pun sempat dipaksa berhenti dibelakang pintu gerbang, selagi menanti para penjaga membukakan pintu gerbang istana yang sangat besar dan megah itu.

Keriuhan suasana kembali hening, saat seluruh rakyat menyaksikan bagaimana Louis perlahan melangkahkan kakinya keluar dari gerbang istana.

"Apa salah dia?! Kenapa kami tidak diperbolehkan melihat wajahnya?!" tanya salah seorang rakyat yang tengah berdiri dibarisan para rakyat.

"Semuanyaa!! Berikan jalan untuk kami!" perintah salah seorang pengawal, yang sempat terhenti didepan gerbang, bersama Louis.

"Dari rumor yang kudengar, sepertinya dialah orang yang dimaksudkan Raja dalam ramalannya," ungkap salah seorang rakyat, yang nampak sedang menyingkir bersama seluruh rakyat yang lain, membukakan setapak jalan untuk Louis.

"Ya! Dialah yang akan menjadi malapetaka untuk kerajaan kita!" sorak salah seorang rakyat secara spontan, yang dalam sekejap mengejutkan seluruh rakyat yang lain.

"B-b-benarkah?! Orang yang diramalkan sebagai malapetaka bagi kerajaan adalah seorang pangeran?!" tanya salah seorang rakyat lainnya, yang mulai menatap penuh sinis kearah Louis.

Louis pun kembali melangkahkan kakinya, bersama kedua pengawal yang turut berjalan seraya menggenggam masing-masing lengannya.

Mereka berjalan melewati dua barisan para rakyat, yang sudah terlanjur menanamkan persepsi negatif tentang Louis.

Tiba-tiba, salah seorang rakyat sontak melemparkan suatu benda kearah Louis. "Biar bagaimanapun juga! Walau seorang pangeran! Kamu tetaplah malapetaka!" bentaknya, sebelum akhirnya Louis berjalan melewatinya.

Apa yang telah dilakukan orang itu, memicu beberapa rakyat lainnya yang turut melakukan hal sama, melemparkan sesuatu benda baik itu makanan, buah-buahan yang sedang dimakan, ataupun sebongkah bebatuan dan kerikil kepada Louis.

"Matilah kau malapetakaaa!!"

"Kerajaan ini harus aman dari malapetaka!"

"Dasar monster iblis!" sorak salah seorang rakyat, yang memicu perhatian dari seseorang disebelahnya.

"Apa maksudmu monster iblis?!" tanya orang tersebut.

"Aku baru saja mendengar kabar dari dalam istana kerajaan, bahwa anak itu adalah sosok jelmaan iblis," ungkap orang yang menyoraki Louis tadi.

Pengakuan itu pun akhirnya menyebar dari rakyat ke rakyat secara cepat, menimbulkan kemurkaan seluruh rakyat yang telah mendengarnya.

Louis kemudian berjalan, dengan iringan lemparan beberapa benda yang terus menerus menghujani seluruh tubuhnya, imbas dari rasa kemurkaan rakyat perihal bocornya kabar dari dalam istana, tentang anak tersebut.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seluruh penduduk disekitar area alun-alun kota Hendrick, daerah pusat keramaian yang menjadi ibukota kerajaan Grantarte, dihebohkan dengan kehadiran Louis yang tengah berjalan menuju tempat eksekusi.

Berada ditengah-tengah alun, tempat itu telah diisi dengan alat Guillotine, sebuah pisau besar yang terikat dengan tali tambang dibelakangnya, juga dua buah papan kayu yang menjadi pilar peluncuran pisaunya, serta dua papan kayu yang memiliki tiga celah, akan menjadi tempat bersandarnya leher dan tangan Louis.

Louis kemudian digiring menuju alat eksekusi tersebut, meningkatkan kehebohan para penduduk yang tengah menyaksikannya.

Selepas meletakkan kepala serta tangan Louis diantara tiga celah papan kayu, salah seorang pengawal segera mengunci kayu tersebut. "Tunggu kehadiran yang Mulia Raja," ucapnya, kepada rekan sesama pengawalnya.

Tak berselang lama, seluruh penduduk kembali dihebohkan dengan kehadiran rombongan kereta kuda, beserta Verdy sang Raja yang tengah berjalan bersama kuda kebanggaannya, menuju alun-alun kota.

Verdy lantas menghentikan laju kudanya, tepat didepan alat eksekusi Louis, menyaksikan bocah tersebut hanya terdiam selagi menanti sidang eksekusi matinya.

Sementara, rombongan kereta kuda yang membawa beberapa anggota keluarga kerajaan, turut berhenti tepat dibelakang sang Raja, menurunkan Julianne, sang Ratu Grantarte, bersama seluruh putra putri kerajaan tersebut.

Anna Grantarte, salah seorang putri kerajaan yang turut diikutsertakan dalam rombongan itu, sontak berlari menuju alat eksekusi. "Louiiiss!!" himbaunya, dengan perasaan sedih yang memilukan dihatinya.

Namun, Verdy dengan sigap menahan tubuh Anna. "Jangan dekat-dekat dengannya, Anna! Kau nanti akan terinfeksi kutukan iblisnya," larangnya.

"Tidaaak! Lepaskan aku Ayahanda!" Anna lantas memberontak, berusaha melepaskan tubuhnya nya dari belenggu sang Raja. "Aku ingin bertemu Louis. Aku ingin mengatakan sesuatu padanya!" pintanya.

"Anna! Apa yang kau lakukan?!" sergah Julianne, yang nampak sedang berdiri dibelakang Verdy.

Verdy seketika mengeluarkan sebuah sihir, yang mampu membuat Anna kehilangan kesadaran. "Bawa dia masuk kedalam kereta kuda," perintahnya, pada dua pengawal.

"Baik Yang Mulia," Sang pengawal kemudian mengambil alih tubuh Anna, lalu membawanya menuju kereta kuda, guna menghindari kekacauan yang akan ditimbulkannya.

Verdy sempat menghela nafasnya, lalu menyaksikan salah seorang algojo telah berdiri dibelakang alat eksekusi Louis, bersiap melepaskan tali pengikat pisau besar seraya menanti perintah dari sang Raja.

Dengan berdiri seraya melipat kedua tangannya dibalik punggung, serta sebuah mahkota emas yang menutupi kepalanya, tak lupa jubah tebal berwarna merah khas kerajaan sebagai identitas Rajanya, Verdy mulai membuka sidang eksekusi tersebut.

"Aku. Verdy Grantarte III. Menyatakan telah memutuskan hubungan darah dengan Louis Grantarte, juga telah mencabut hak-hak istemewanya sebagai pangeran."

Seluruh rakyat nampak terkagum-kagum dengan kehadiran sang Raja. Mereka baru kali merasakan kebahagiaan yang amat luar biasa, dan secara istimewa dapat melihat sosok sang Raja lebih dekat, hanya karena ialah yang menjadi pemimpin serta hakim tertinggi dalam sidang eksekusi mati tersebut.

Verdy kembali melanjutkan pernyataannya. "Berdasarkan ramalanku, Louis Grantarte terbukti memiliki letak simbol sihir dibawah kedua telapak kakinya, mengisyaratkan bila ia akan menjadi malapetaka bagi kerajaan ini. Demi menjaga keamanan, ketentraman, dan kesejahteraan kerajaan Grantarte! Aku memutuskan untuk memberikan hukuman mati pada Louis Grantarte!" ucapnya, seraya menunjuk kearah Louis, membuat salah seorang algojo segera melepaskan ikatan tali yang terhubung dengan pisau besar.

Algojo tersebut kemudian menahan tali tambangnya, selagi menanti perintah sang Raja yang akan membuatnya melepaskan tali itu.

Akan tetapi, cahaya matahari perlahan memudar, langit pun tiba-tiba menghitam gelap, mengejutkan seluruh khalayak yang sedang menghadiri sidang eksekusi mati Louis.

"Ada apa ini?" tanya Verdy, seraya mendongakkan wajahnya kearah langit.

Seketika, muncul segumpalan awan hitam, yang tiba-tiba bertranformasi menjadi sosok Naga yang sangat besar, berwarna hitam, juga menghempaskan semburan api yang keluar dari mulutnya.

"Pelindung!" Verdy pun sontak mengeluarkan sihir perisai yang amat besar, yang dimana perisai itu mampu melindungi seluruh rakyatnya dari semburan api sang naga hitam.

Atas kejadian itu, seluruh warga sontak berhamburan menuju rumah mereka masing-masing, seiring dengan seluruh anggota kerajaan yang turut bergegas memasuki kereta kuda, demi menyelamatkan nyawa mereka dari ancaman sang naga hitam.

Verdy lantas melepaskan sihir perisainya, sesaat setelah sang naga menghentikan semburan api yang sangat besar dan panas itu. "Naga iblis! Tak kusangka naga itu akan muncul secepat ini!" ucapnya, menatap penuh tajam kearah sang naga hitam, yang tengah melayang seraya mengepakkan kedua sayap besarnya diatas langit.

Rupanya, ada seorang pemuda yang nampak terduduk diatas punggung naga tersebut. "Dia kah bocah yang dimaksudkan ibunda?" duga sang pemuda, yang sesaat kemudian beranjak turun dari punggung sang naga.

Verdy lantas bersiaga, menyaksikan bagaimana seorang pemuda melayang turun dari tubuh sang naga secara perlahan, lalu menapakkan kakinya tepat disamping Louis. "Rupanya pemuda iblis," batin Verdy.

Sang pemuda seketika menghadapkan dirinya kearah Verdy. "Perkenalkan." Ia kemudian membungkuk dengan sebelah tangan yang menempel didepan dada, seakan memberikan penghormatan pada sang Raja. "Aku adalah Azazel, putra dari yang Mulia Ratu iblis Beelzebub," tambahnya, membuat Verdy semakin menajamkan pandangan kearahnya.

"Berani-beraninya kalian menginjakkan kaki diatas tanah kerajaanku!" tegas Verdy.

"Yang Mulia!" Rombongan tetua penyihir tiba-tiba muncul seraya menunggangi kuda masing-masing. Mereka lalu berhenti tepat dibelakang Verdy, untuk kemudian bergabung dibelakang sang Raja.

"Yang Mulia! Bukankah itu ...." Salah seorang tetua penyihir lantas tercengang, saat menyaksikan wujud iblis sang pemuda, yang tengah berdiri diseberang Verdy.

"Ya. Dia adalah perwakilan dari Ratu iblis, Ratu yang telah membunuh kakekku," ungkap Verdy, dengan kedua tangan yang mengepal erat.

Penampilan Azazel, sangatlah rapih layaknya seorang pemuda bangsawan, dilengkapi dengan ketampanan wajahnya, serta rambut perak yang semakin menambah pesona ketampanannya. "Aku datang kesini, untuk menjemput Luciferd, atas perintah yang Mulia Ratu iblis Beelzebub. Jadi, aku tegaskan pada kalian, untuk tidak menghalangi—"

Azazel sempat terkejut, saat menyaksikan Verdy bersama seluruh tetua penyihir kerajaan, meluncurkan pantulan sihir cahaya kearahnya. "Baru saja aku mengatakannya," kata Azazel, sebelum akhirnya ia segera mengeluarkan sihir perisai berbentuk lempengan kaca berwarna hitam, yang melebar secara horizontal.

(Buzzzz!)

Sihir perisai itu mampu memantulkan kembali sihir cahaya pihak kerajaan Grantarte, mengejutkan para tetua yang dalam sekejap mengeluarkan sihir perisai cahayanya.

(Dwaaar!)

Terjadilah ledakan besar saat sihir cahaya itu menghantam sihir perisai milik pihak kerajaan Grantarte, menciptakan kepulan asap tebal yang sangat pekat.

"Yang Mulia!" Para penyihir justru mengkhawatirkan kondisi Verdy, yang nampak terkejut dengan ledakan yang sangat dahsyat itu.

Verdy kembali membuka matanya, seiring dengan pergelangan tangan kanan yang nampak menutupi wajahnya, reflek akibat hantaman sihir cahayanya sendiri.

Kepulan asap pun akhirnya memudar. Akan tetapi, Verdy seketika terkejut saat mendapati kehadiran Azazel beserta Louis, tiba-tiba menghilang dari altar Guillotine.

"Kemana mereka?!" tanya salah seorang tetua penyihir.

"Diatas sana!" jawab salah seorang tetua penyihir lainnya, yang sempat memusatkan perhatiannya kearah langit.

Verdy dan seluruh tetua penyihir kerajaan, menyaksikan bagaimana Azazel terbang melayang secara perlahan, seraya membopong tubuh Louis menuju keatas punggung sang naga hitam.

"Luciferd, atau yang kalian sebut sebagai Louis Grantarte! Sudah resmi diangkat menjadi anak yang Mulia Ratu iblis Beelzebub! Persiapkanlah pertahanan kerajaan kalian! Karena dalam waktu dekat, Luciferd akan kembali membalaskan dendamnya!" tegas Azazel dengan suara lantang, lalu perlahan mendudukkan tubuhnya diatas tubuh sang naga Hitam, membopong tubuh Louis yang tengah tertidur.

"Sialan! Serang dia! Jangan sampai anak itu berada dibawah kendali Beelzebub!" perintah Verdy, yang merasa tak terima dengan pernyataan Azazel.

(Zwooosh!)

Seluruh tetua Penyihir kembali meluncurkan sihir cahaya yang kini berwarna emas kekilauan, melesat menuju kearah tubuh sang naga hitam.

"Hah! Sia-sia saja!" Azazel pun menjadi muak, dan kembali mengeluarkan sihir perisainya.

(DWAAAAR!)

Sihir cahaya yang amat mematikan itu, seketika meledak setelah membentur sihir perisai Azazel, kembali menciptakan kepulan asap tebal besar yang mampu menutupi tubuh sang naga hitam.

"Apa yang terjadi?! Apakah sihir itu berhasil?!" tanya Verdy, seraya menatap dan menanti kepulan asapnya mereda.

Akan tetapi, belum sempat asap itu mereda, semburan api yang sangat besar tiba-tiba meluncur menembus kepulan asap.

(Zwooofh!)

(DWAAAAR!)

Nahas, ledakan besar pun kembali terjadi. Meskipun pihak kerajaan Grantarte berhasil menciptakan sihir perisai yang cukup luas, tetapi semburan api itu pun tak kalah besar kekuatannya, sehingga mampu memicu kebakaran beberapa rumah penduduk yang berada diarea sekitar ledakan.

Verdy kembali membuka matanya yang sempat terpejam, dan terkejut saat mendapati beberapa tetua penyihir kehilangan kesadaran mereka, akibat terkena radiasi semburan api tersebut. Faktor usia yang menyebabkan mereka kehabisan Mana akibat menahan serangan api sang Naga merah.

Azazel hanya terdiam menyaksikan kebakaran yang melanda alun-alun kota. "Kalau bukan karena larangan ibunda, tentu sudah kulenyapkan kota ini," ucapnya.

Sang naga hitam pun akhirnya bergegas terbang menjauh dari langit alun-alun kota Hendrick, bersama Azazel yang berhasil membawa pergi Luciferd a.k.a Louis Grantarte dari belenggu pihak kerajaan Grantarte, atas perintah dari Beelzebub, sang Ratu Iblis.

~Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!