”Ya ampun Emil, dengarkan papa Sayang, jangan asal bicara hal-hal aneh lagi mengerti! Papa tidak suka kau berkhayal terlalu jauh. Ayo kita pulang dan temui Oma di rumah.”
Emil kembali mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan Malik. Sesampainya di rumah pun dia tidak langsung turun tapi tetap bertahan di dalam mobil dan itu membuat Malik sedikit kesal.
”Ayolah apakah kau mau bertahan di sini dan tidak menemui Oma, dia sangat rindu padamu karena itu dia jauh-jauh datang ke sini hanya untuk menemui dirimu.”
Dengan terpaksa Emil turun dan langsung menemui Bik Surti di dapur.
”Loh baru pulang Den Emil? Apa mau makan malam di rumah?” tanya Bik Surti.
Emil hanya diam dengan wajah ditekuk.
”Tidak perlu Bik, dia sudah makan tadi. Emil segera mandi dan temui Oma di kamarnya.”
Dengan langkah beratnya dia pergi ke kamarnya diikuti Bik Surti. Malik pun ke kamarnya dan segera membersihkan dirinya sendiri, seharian bersama dengan putranya terasa melelahkan apalagi dia sangat aktif. Andaikata dia memiliki istri mungkin takkan seberat ini hidup yang dia jalani.
Tok ... tok ... tok ...
Malik langsung membuka pintu dan melihat mamanya Maryam ada di pintu mengurai senyum.
”Ada apa Ma?” tanya Malik seraya berbalik dan membiarkan pintunya terbuka lebar.
”Apa kau tidak mau menanyakan kenapa mama tiba-tiba datang ke sini?” balas Maryam.
”Untuk apa paling juga alasannya klasik, rindu sama cucu bukannya biasanya juga begitu,” sahut Malik.
”Kau salah mama ke sini karena ingin bicara serius denganmu, mama ingin kau menikah lagi.”
Malik tertegun mendengar perkataan mamanya, ”Menikah? Siapa yang akan menikah denganku? Ma, Malik masih betah sendiri dan bisa menghandle Emil dengan baik, ayolah please jangan paksa Malik melakukan hal yang tidak Malik sukai.”
”Ya ampun, mama hanya memintamu untuk menikah lagi dan pikirkan masa depan kalian berdua dan itu untuk kalian bukan untuk mama, kau tidak tahu setiap hari mama selalu khawatir memikirkan kalian!”
”Tapi Ma, menikah itu bukanlah hal mudah dan mama tahu itu.”
”Tidak semuanya sama Malik, mama yakin di masa depan nasibmu akan lebih baik. Menikahlah!”
”Akan ku pikirkan nanti,” ucap Malik.
”Jangan menundanya tapi segerakan!” balas Maryam.
”Dimana Emil kenapa tidak terlihat?” tanya Maryam.
”Ada di kamarnya.”
”Memangnya kalian gak makan malam?”
”Kami sudah makan malam di luar jadi mama tidak perlu khawatir.”
”Syukurlah, sebenarnya jika kau ada istri maka kalian ada yang mengurus. Mama benar-benar khawatir dengan pertumbuhan Emil terlebih sekarang masanya dia akan masuk sekolah apa kau sudah mendaftarkannya?”
”Belum, aku belum mendaftarkannya karena sibuk dan lagi masih memikirkan siapa yang akan mengantarkannya ke sekolah nanti.”
”Entahlah mama jadi pusing sendiri mengurus dirimu, saran mama tidak kau indahkan tapi kau mengeluh di depan mama seperti itu.”
”Lalu kalau bukan sama mama sama siapa?”
Maryam berlalu mengangkat tangannya pertanda menyerah dengan keadaan.
***
”Pagi Bu Hana,” sapa Faris.
”Pagi.”
”Oh iya nanti siang Pak Eric akan datang ke kantor,” ucap Faris.
Hana menghentikan langkahnya. ”Bukankah dia sedang honeymoon?”
”Ternyata kabar itu tidak benar, dia sedang di rumah sakit karena istrinya mengalami pendarahan saat akan berangkat kerja ke sini.”
”Oh, pantas saja tempo hari aku sempat melihat mereka jalan bersama,” ucap Hana lalu terdiam seakan sedang berpikir.
”Baiklah sampai ketemu nanti di ruang meeting,” ucap Faris lalu berlalu meninggalkan Hana yang tengah berpikir.
”Hey, kenapa melamun di sini ayo masuk!” Indah menyenggol lengan Hana bersamaan dengan Eric dan Ayu yang juga masuk ke tempat kerjanya.
”Hai Mbak Hana, kamu gak mau ngucapin selamat sama kami berdua?” ucap Ayu seakan menyindir Hana.
Hana hanya diam tak menanggapi perkataan Ayu, dia malas berdebat di pagi hari karena hanya akan membuang energinya percuma.
”Kamu jangan begitu, bisakah kau menjaga sikapmu. Di sini dia adalah seniormu, faham!” ucap Eric.
Mereka berdua memang satu tim lebih tepatnya Ayu bawahan Eric dan setiap ada kegiatan mereka selalu bersama.
”Kami duluan,” ucap Eric segera berlalu meninggalkan Hana dan Indah yang masih saja berjalan dengan santai.
”Kenapa kau diam saja tidak membalasnya?” tanya Indah.
”Buat apa hanya buang-buang energi saja gak penting,” balas Hana santai.
”Ya setidaknya kau menampar Ayu dia udah banyak bicara tadi, kayak di film-film gitu,” ucap Indah terkekeh.
”Gak deh, lebih baik didiamkan saja dan akan ada masanya nanti aku akan membalasnya bukan karena aku dendam ya tapi karena kesalahan mereka sendiri.”
”Mantab sekali kamu bicara jadi merinding aku,” ucap Indah.
”Udah ayo masuk.” Hana lebih dulu berjalan di depan dilihatnya Malik sudah berada di depan ruangannya.
”Boleh minta waktunya sebentar,” ucap Malik.
”Na, aku ke ruanganku dulu ya,” ucap Indah, Hana pun mengangguk.
”Silakan masuk Pak Malik, hal apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya?”
”Bolehkah saya minta bantuannya?”
”Silakan jika saya bisa membantu akan saya bantu,” jawab Hana.
”Ini soal Emil dia sedikit demam dan mogok makan dia minta saya untuk memanggil Bu Hana. Bisakah Bu Hana bujuk dia untuk makan dan minum obat.”
”MasyaAllah, apa Pak Malik sudah memeriksakannya ke Dokter?”
”Belum, hanya memberinya penurun panas itupun dia kembali muntah,” jelas Malik.
”Dimana dia sekarang?” tanya Hana ikut panik.
”Ada di ruangan saya.”
”Kita ke sana Pak,” ucap Hana segera berlalu tidak memperdulikan Malik yang masih berada di belakangnya dan langsung masuk ke ruangan Presdir tanpa menunggu si pemiliknya.
”Sayang, bagaimana keadaanmu?” tanya Hana begitu masuk ke ruangan Malik.
”Mama,” panggil Emil.
Hana segera menghampiri Emil yang tengah terbaring di sofa. Telapak tangannya memegang kening anak itu.
”Ya Allah demamnya tinggi Pak Malik, kenapa Bapak tidak segera membawanya ke Dokter?”
”Emil gak mau Ma, Emil maunya sama mama aja.”
”Baiklah jika kau mau sama mama maka kau harus menurut oke?” Emil mengangguk cepat.
”Sekarang sarapan dulu ya, mama suapin bagaimana?”
”Tapi perut Emil mual Ma, rasanya mau muntah.”
”Dicoba dulu satu atau dua sendok, nanti jika gak muntah kita ulang lagi sepuluh menit ke depan bagaimana? Tapi jika nanti masih muntah, mama terpaksa bawa Emil ke Dokter,” ucap Hana.
”Tapi Emil takut Ma, kalau disuntik pasti sakit,” ucap Emil meringis kemudian.
Hana menghela nafasnya sejenak, ”Tidak akan sakit kok, mama janji soalnya dulu waktu kecil mama juga pernah disuntik,” ucap Hana mencoba memberikan pengertian pada Emil.
”Bagaimana?”
”Baiklah tapi dua sendok saja ya,” ucap Emil pelan.
Hana mengangguk senang karena Emil bisa dengan mudah mengerti perkataannya itu.
”Good Boy,” puji Hana segera mengambil bubur yang ada di mangkuk kecil.
”Berdoa dulu Sayang,” titah Hana.
Emil terdiam lalu memandang ke arah Malik. ”Emil gak bisa Ma,” ungkap Emil.
”Mama ajari ya, Bismillahirrahmanirrahim,” ucap Hana dia hanya mengajarkan hal yang pendek lebih dulu agar lebih mudah dimengerti oleh Emil.
”Bismillahirrahmanirrahim,” ucap Emil lalu tersenyum.
”Nah itu bisa.” Hana memulai menyuapi Emil dengan telaten.
Malik hanya diam memperhatikan interaksi mereka berdua.
”Siapa dia Malik?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Dwi apri
ketahuan sama calon mertua 🤭🤭🤭🤭
2023-07-15
1
Wirda Wati
Omanya ada
2023-06-09
1
Yani
Kayanya mmh nya Malik
2023-06-01
0