”Na, kamu mau balik?” tanya Indah melihat Hana sudah siap dengan tas di bahunya.
”Iya, mamaku mau pulang kampung soalnya papaku lagi sakit jadi mau gak mau harus nganterin ke stasiun.”
”Hati-hati Na,” ucap Indah.
”Iya, Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam.”
Hana bergegas keluar dan mencoba menghentikan taxi, beberapa kali mencoba tak ada satupun taxi yang mau berhenti membuatnya hampir putus asa. Baru saja dia akan mengambil ponselnya, suara klakson kembali terdengar.
”Mama, ayo naik!” seru Emil.
”Tidak perlu, mama mau pulang ke rumah. Maaf Pak Malik saya keluar lebih dulu karena mama saya mau pulang kampung dan saya harus mengantarkannya ke stasiun jam lima keretanya berangkat.”
”Naiklah saya akan mengantarkanmu.”
”Tapi Pak, saya tidak mau menambah utang saya.”
”Masuk Ma, papa akan antar hingga ke stasiun nanti. Iya kan Pa?” ucap Emil penuh semangat.
”Baiklah.”
Hana terpaksa naik ke mobil Malik dan duduk di kursi belakang dan berujung pada Emil yang ikut pindah duduk ke belakang.
”Diam Emil.”
Malik fokus mengemudi sedangkan Emil asyik bercanda dengan Hana.
”Memangnya Emil gak mau sekolah?” tanya Hana.
Emil cemberut dan melirik pada Malik sejenak.
”Jika aku sekolah siapa yang akan mengantar dan menjemput aku bukankah papa sibuk.”
”Hum, kan bisa sekolah full day banyak teman juga nantinya kamu gak kesepian.”
”Gak mau, Emil pengennya sekolah sama mama aja.”
”Emil ...” panggil Malik.
”Kenapa Pa,” sahut Emil.
”Papa sudah bilang kan tidak boleh banyak bicara.”
”Maaf Pa, tapi kan dia mamaku tidak masalah kan Ma?”
Hana menggelengkan kepala.
”Memangnya kampung halamannya dimana kok mengunakan kereta kenapa gak pesawat saja?” tanya Malik mengalihkan pembicaraan mereka berdua.
”Jogjakarta. Mama tidak terbiasa naik pesawat waktu saya minta pergi umroh saja beliau menolaknya.”
Malik terdiam ketika mobilnya masuk ke gang menuju rumah Hana.
”Ini rumah mama?” tanya Emil.
”Iya Sayang, apa kau mau ikut masuk? Di dalam ada nenek,” jawab Hana.
Kedua mata Emil berbinar mendengar penuturan Hana. ”Aku ikut mama,” serunya segera turun berjalan bersama dengan Hana.
”Assalamu’alaikum,” ucap Hana.
”Waalaikumussalam Na, mama khawatir sampai menelpon adikmu memintanya segera pulang sejak tadi kamu dihubungi gak bisa,” ucap Rita dengan suara khas logat jawanya yang masih terasa kental sekali.
”Maaf Ma, tadi gak ada taxi yang mau berhenti ini juga diantar sama bos kantor,” ucap Hana.
”Oh ini bosnya, maaf jadi merepotkan saya juga dapat kabarnya mendadak jadi kaget dan panik,” ucap Rita.
”Tidak masalah tadi juga kebetulan kami mau pulang ke rumah dan melihatnya di pinggir jalan jadi kami mengajaknya sekalian,” ucap Malik.
”Nenek,” panggil Emil.
”MasyaAllah gantenge iki anake sopo Na?” tanya Mama Rita.
”Ini putranya bosku Ma,” jawab Hana.
”Ganteng banget ya kayak bapaknya,” puji Rita.
”Duh mama jangan bikin malu,” bisik Hana.
”Lah emang benar dia ganteng,” ucap Rita.
”Mama, Emil boleh main di sini gak?” tanya Emil membuat Rita terkejut mendengar panggilan Emil untuk putrinya.
”Boleh kok Sayang, nanti ada Om Alvin yang akan temani Emil main tapi jangan kaget Om Alvin sedikit nakal,” bisik Hana.
”Tuh Alvin datang,” ucap Rita.
”Maaf Ma, baru datang itu taxi sudah ada,” seru Alvin.
”Kak, aku antar mama sampai Jogja ya sekalian liburan,” ucapnya.
”Hum, papa lagi sakit kau malah mau liburan anak nakal!” sahut Hana.
”Sekali-kali mumpung lagi pulang,” ucap Alvin.
”Ya sudah nanti uangnya kakak transfer saja,” ucap Hana.
”Mama pulang dulu ya Nak, ingat hati-hati dan jaga diri baik-baik di sini. Alvin pasti segera balik ke sini mama gak mau ngebiarin anak gadis mama di kota besar sendirian.”
”Iya, Alvin jaga mama sampai rumah!”
”Siap Kak! Ayo Ma, kita berangkat!” Alvin menarik koper milik mamanya dan membawanya ke bagasi mobil.
”Assalamu’alaikum.”
”Waalaikumussalam.”
Rita pun pulang kampung bersama Alvin, Pak Soleh mendadak sakit tekanan darahnya naik sehari setelah pembatalan pernikahan beliau memilih pulang lebih dulu ke Jogja karena tidak tahan dengan cibiran tetangganya di lingkungan perumahan Hana.
”Emil ayo kita pulang Nak,” ajak Malik.
”Nanti dulu Pa, bentar aja main di sini lagipula mama gak jadi pergi kan?” seru Emil.
”Kamu mau main? Sayangnya mama gak punya mainan gak kayak di rumahmu pasti banyak mainan iya kan? Mama bikinkan minum ya,” ucap Hana menuju ke dapur.
Malik yang duduk pun mengamati keadaan sekitarnya, melihat foto yang terpanjang di dinding dimana Hana habis di wisuda diapit oleh orang tua dan adiknya.
”Silakan diminum Pak Malik, kamu mau ini?” Hana menyodorkan cookies yang berada di toples kecil.
”Terima kasih,” ucap Malik sedangkan Emil mencomot cookies yang ada di dalam toples.
”Bagaimana rasanya?”
”Mm, enak gak kayak cookies yang dijual di pasaran ya,” ujar Emil.
”Itu bikinan mama sendiri memang beda,” ucap Hana.
”Papa cobain deh!” Emil menyuapi sepotong cookies pada Malik.
Malik pun hanya menerima dengan pasrah manakala putranya memasukkan sepotong cookies tersebut dengan paksa.
”Bagaimana Pa, enak kan?” tanya Emil.
”Iya enak,” jawab Malik.
”Kamu suka? Mama masih ada banyak kamu bisa membawanya pulang nanti.”
Hana melirik jam tangannya, ”Kamu mau makan malam di sini?” tanya Hana pada Emil.
”Boleh ya Pa?”
”Emil kita harus pulang karena Oma sekarang ada di rumah kita,” ucap Malik.
”Tapi Pa, Emil mau makan masakannya mama, masa gak boleh?” keluh Emil.
”Bukannya gak boleh lain kali kan bisa tidak harus sekarang.”
”Tapi Emil maunya sekarang Pa,” rengek Emil.
”Apa Pak Malik terburu buru, kasihan Emil jika ... ”
”Dia akan selalu merengek agar keinginannya terpenuhi,” potong Malik.
”Maaf.”
”Tidak masalah silakan jika kau ingin memasak untuknya saya akan menunggunya.”
”Terima kasih saya janji tidak akan lama, Anda bisa kok lihat televisi. Saya ke dapur dulu.” Pamit Hana dan Emil mengikuti di belakangnya.
”Emil mau bantu mama masak, boleh?”
”Memangnya bisa?”
”Belajar Ma,” ucap Emil.
”Baiklah.”
Hana pun segera mengerjakan tugasnya memasak untuk makan malamnya bersama dengan Emil. Setelah selesai Hana segera meminta bosnya untuk ikut makan malam bersama dengannya.
”Maaf ya Pak hanya ini yang tersisa di lemari es, tapi InsyaAllah enak dan halal tentunya,” ucap Hana.
Malik memandang ke arah meja makan ada beberapa jenis makanan yang sama sekali tidak familiar di meja makannya.
”Terima kasih, ini sudah lebih dari cukup dan ini juga makanan terbaru yang saya lihat di meja makan,” ucap Malik.
”Benarkah? Semoga rasanya cocok, silakan dinikmati. Emil kamu mau makan ini?”
”Boleh.”
Hana menuangkan sayur sop yang berisikan sayuran, jamur kuping dan baso ke dalam mangkuk milik Emil.
”Panas Ma,” ucap Emil sambil meniup mangkok yang berisikan sop tersebut.
”Jangan ditiup Sayang, tapi dikipas bentar mama ambilkan kipas kecil ya.” Hana segera ke kamarnya dan mengambil kipas Doraemon yang selalu ada di kamarnya.
”Bagaimana? Sudah hangat kan, gak panas lagi?”
Emil mengangguk, ”Mama memang yang terbaik.”
Hana hanya tersenyum tipis mendengarnya. ”Cepat habiskan dan jangan banyak bicara!”
Tepat jam tujuh keduanya pulang ke rumah.
”Pa, kalau Emil tinggal sama mama Hana dan juga papa apakah boleh?”
Sssrrrt...!
Malik menginjak rem mendadak mendengar perkataan Emil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Dwi apri
emil mulai aneh2🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-07-15
2
Wirda Wati
😂😂😂😂😂😂😂
2023-06-09
0
Yani
Emil" ada" aja papa sampai kaget
2023-06-01
1