”Bang, apa kau sedang berkencan?” tanya Sabrina.
”Anda salah faham Mbak Sabrina, saya dan kakak Anda tidak memiliki hubungan spesial seperti yang Anda pikirkan,” jelas Hana.
”Bagaimana puas dengan jawabannya?” tanya Malik. ”Sekarang apa kalian kembali berkencan?” Malik balik menyerang adiknya.
”Ka-kami ... kami sedang mencobanya kembali,” gugup Sabrina dia takut kakaknya akan marah padanya.
”Nikmati saja waktu kalian berdua, karena kami juga sedang melakukannya,” ucap Malik.
”Ayo kita pergi!” lanjut Malik.
”Bye Tante,” pamit Emil tersenyum bahagia.
Sabrina yang awalnya gugup menjadi ikut bahagia melihat senyum mengembang di bibir keponakannya.
”Semoga mereka berjodoh,” lirih Sabrina.
”Aamiin.”
Sabrina menoleh ke arah Faris. ”Kau tahu semuanya?”
”Tentu saja dan sepertinya Bang Malik itu diam-diam juga menyukai Bu Hana.”
Sabrina menautkan kedua alisnya, ”Bu Hana?”
”Iya kenapa?”
”Kenapa kau memanggilnya dengan sebutan ’Bu’ terkesan lebih tua darimu,” protes Sabrina.
”Ya masa di kantor aku panggil dia Hana, nanti dikira kita kakak dan adik. Lagipula sejak awal dia bertemu dengan Emil sudah kayak nonton drama Korea kesukaanmu itu,” ucap Faris.
”Maksudnya?”
”Ya bagaimana gak drama Emil langsung panggil dia dengan sebutan ’mama’ padahal kan mereka sama sekali belum pernah ketemu sebelumnya aneh kan?”
”Mereka menemukan chemistry-nya aku harap mereka berjodoh, kasihan Emil,” ucap Sabrina.
”Yuk kita lanjut!” ajak Faris.
”Kita buntuti saja mereka bertiga, aku penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan,” ucap Sabrina.
”Apa? Kalau Bang Malik tahu dan marah bagaimana?”
”Kau diam saja aku ingin tahu seperti apa reaksi kakakku bersama dengan wanita itu.”
”Ya ampun,” lirih Faris menggelengkan kepala. ”Jangan bikin masalah!” tegurnya.
”Tidak akan ayo!” Sabrina menarik lengan Faris mencari kakaknya yang masuk ke Timezone.
***
”Ma, aku ingin mainan itu!” tunjuk Emil pada permainan melempar bola. Hana mengikuti permintaan Emil yang akan mengajaknya main bola dan mengikuti semua keinginannya.
”Apa kau senang?” tanya Hana sedikit mengeraskan suaranya karena suara berisik di tempat itu.
Emil tersenyum mengangguk, Hana ikut senang melihatnya diusapnya kepala anak kecil itu penuh kasih sayang. Hampir semua permainan dicoba oleh Emil tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.
”Pa, mau mainan itu ya boleh?” tanya Emil.
Malik melihat jam tangannya dan menggeleng cepat. ”Kapan-kapan kita main lagi sudah jam tiga sekarang.”
Emil cemberut mendengar perkataan Malik. ”Kita belum makan siang, ayo kita makan dulu!”
Malik mengajak keduanya keluar dan mencari gerai fast food yang tidak terlalu ramai.
”Emil jangan cemberut begitu jadi jelek tahu, kamu bisa kembali kapanpun kau mau,” ucap Hana.
”Tapi hari ini aku belum puas mainnya,” sahut Emil.
”Menuruti keinginan takkan ada habisnya karena manusia itu sejatinya takkan pernah merasa puas,” terang Hana.
”Emil, kamu punya mainan kan di rumah?” tanya Hana.
Emil mengangguk cepat.
”Ketika Emil keluar dan melihat ada mainan baru di toko apakah Emil juga ingin membelinya?”
Emil kembali mengangguk.
”Nah seperti itulah manusia selalu ingin lagi dan lagi padahal di rumah sudah ada, dengan alasan belum punya mungkin karena modelnya baru atau bisa jadi yang di rumah sudah rusak.”
Emil diam mendengar penjelasan Hana. ”Emil mengerti maksud Mama? Gak semua yang Emil mau itu harus Emil dapatkan, di luar sana banyak loh teman-teman Emil yang gak memiliki mainan sama kaya punya Emil di rumah, mungkin karena harganya mahal jadi mereka gak bisa beli.”
”Mainan Emil memang mahal Ma, itu juga papa yang belikan,” ucap Emil.
”Nah, Emil harus bersyukur sama Allah karena udah dikasih papa terbaik kayak papanya Emil itu dengan cara berterima kasih sama papa? Jangan lupa habis main diberesin jangan ditinggalkan begitu saja, apa Emil sudah melakukannya?”
Emil menggeleng cepat lalu menoleh ke arah Malik. ”Emil lebih suka berantakin mainan dan Bik Surti yang beresin.”
”Mulai sekarang lakukan sendiri!”
”Siap Ma,” balas Emil bersemangat.
Malik tersenyum terselip bahagia di hatinya terlebih dengan cara Hana menjelaskan pada Emil dengan mudah dipahami oleh putranya sedangkan dia sama sekali tidak dapat menjabarkan hal itu pada putranya sendiri.
”Ayo lanjutkan lagi makannya, Pak Malik apa bapak sakit?”
”Eh, tidak.” Malik merasa malu karena kepergok Hana sedang menatapnya.
”Habis ini pulang ya, mama ada kegiatan lain di rumah lagipula ini udah sore.”
”Bolehkah Emil main ke rumah mama?”
”Emil,” panggil Malik.
”Pa.”
”No. Mama juga butuh istirahat dan mama ada acara lain jadi jangan memaksa orang lain supaya dia mengikuti kemauan kita mengerti!”
”Maaf.”
Malik mengantarkan Hana pulang ke rumah jam lima sore, keadaan rumah sudah terang lampu menyala membuat Hana terkejut.
”Apa Alvin sudah pulang,” lirih Hana.
”Apa ada masalah?” tanya Malik.
”Tidak, terima kasih sudah antarkan saya pulang. Emil mama turun ya, Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam,” jawab keduanya bersamaan.
Setelah Hana turun Emil kembali cemberut, ”Kok begitu, kan udah seharian bermain bersama dengannya. Papa gak ada janji lagi ya sama Emil, semua sudah papa penuhi.”
”Belum.”
Malik melirik ke arah Emil melalui kaca kecil di mobil, putranya kembali cemberut. ”Rupanya papa harus beli stock kesabaran yang banyak,” lirihnya.
***
”Ehem, yang kemarin habis kencan seharian,” ejek Faris.
”Apa gak kebalikannya?” sahut Malik.
”Sejak kapan kau kembali jalan dengan adikku?” tanya Malik.
”Itu sudah sejak beberapa pekan yang lalu,” balas Faris.
”Awas saja kalau adikku menangis.”
”Astaghfirullah memangnya aku ada tampang kriminal?”
”Bukan lagi kriminal kamu itu buronan!”
Faris membelalakkan kedua matanya.
”Buronan mertua!” sambar Malik.
”Astaghfirullah, jangan bikin spot jantung bekerja ekstra Bang, kalau tiba-tiba berhenti bagaimana?”
”Salahmu sendiri jadi orang jangan kelewat polos, sudah sana kembali kerja!”
Malik sendiri kembali mengecek berkas lamaran yang masuk. Dia ingin secara langsung terlibat dalam perekrutan karyawan barunya posisi yang akan menempati bagian kepala produksi karena Eric sudah diturunkan dari jabatan itu.
”Faris tolong panggilkan Hana ke sini!”
”Sebentar Pak Malik, Hana atau Bu Hana yang Anda maksudkan?” goda Faris.
”Astaga kenapa kau kembali mengejekku Faris!” Malik memijat pelipisnya lagi dia merasakan pusing karena sejak kemarin orang-orang di sekitarnya membuatnya kesal.
”Di sini hanya ada kita berdua, biasanya aku juga profesional tapi sekarang Anda yang tidak profesional.”
”Baiklah maksudku Bu Hana, puas!” seru Malik.
”Maaf Pak Malik, Bu Hana tidak masuk hari ini.”
Malik meletakkan penanya dan menatap Faris, ”Jangan bercanda Faris atau kau mau gajimu aku potong agar kau tidak bisa membelikan skincare buat Sabrina!”
”Saya gak bercanda lagipula dia bisa beli sendiri tanpa meminta uang dariku,” balas Faris mantab.
”Apa alasan dia gak masuk hari ini?”
”Sakit.”
”Sakit?” ulang Malik.
”Perasaan kemarin sabtu dia baik-baik saja.”
Malik segera mengambil ponsel dan kunci mobilnya berlari keluar membuat Faris kembali melongo dibuatnya.
”Apa dia sedang jatuh cinta lagi?” ucap Faris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Eny Hayati
aasyyykk,,. match cintrong lg
2023-09-06
0
Wirda Wati
lg jatuh cinta msliknya
2023-06-10
1
Yani
Sabrina kepo 🤔😁
2023-06-02
0