”Kakak sih, kalau makan suka telat ya begini jadinya,” ucap Alvin melihat kakaknya meringkuk di tempat tidur.
”Ya gimana lagi, kalau udah di luar suka lupa kalau belum ngisi perut lagipula kemarin aku sangat bahagia.”
”Bahagia sih bahagia tapi jangan melupakan kesehatan, kalau udah begini kan merepotkan semua orang,” ujar Alvin.
”Ya maaf kalau begitu, tapi semoga capeknya jadi pahala.”
”Kalau papa tahu pasti bakalan perang dunia ketiga Kak, papa itu sangat sayang sama kak Hana daripada aku,” ucap Alvin mengerucutkan bibirnya.
”Ngomong apa sih kamu, semua orang tua pasti menyayangi anak-anaknya Vin.”
Tok ... tok ... tok ...
”Ada tamu Kak, bentar Alvin bukain pintu dulu.” Alvin segera keluar menuju pintu utama.
”Mm, mau cari siapa ya?”
”Assalamu’alaikum, apakah Hana ada di rumah?”
”Waalaikumussalam, cari kakakku?” balas Alvin merasa familiar dengan wajah yang ada di depannya.
”Saya bosnya yang waktu itu datang ke sini,” ucap Malik.
”Oh iya saya ingat yang bawa anak itu ya?” tebak Alvin.
”Silakan masuk Pak, kakak saya sedang sakit jadi gak masuk kerja sebentar saya panggilkan dia.” Alvin segera ke kamar Hana memberitahukan padanya jika bosnya datang menjenguknya.
”Kak, ada tamu,” ucap Alvin.
”Siapa?” tanya Hana mencoba bangkit dari tidurnya.
”Bosmu.”
”Bos?”
”Iya, cepetan buruan bangun!”
Dengan perlahan Hana bangkit merapikan jilbabnya dan keluar menemui Malik.
”Pak Malik, kenapa bapak bisa datang ke sini?” tanya Hana.
”Tentu saja bisa bukankah saya tahu alamat rumahmu dan beberapa kali pernah ke sini,” balas Malik.
”Bukan begitu maksudnya Pak Malik, kenapa bapak pakai datang ke sini memangnya di kantor gak ada kerjaan sehingga ada waktu jalan-jalan kemari?”
”Saya khawatir mendengar kamu gak masuk kantor karena sakit, jadi saya langsung ke sini,” ungkap Malik.
”Aduh jadi gak enak, saya hanya sakit biasa Pak nanti minum obat juga sembuh.”
”Kamu sakit apa? Wajahmu terlihat pucat sekali?” tanya Malik.
”Kakak saya telat makan Pak, jadi penyakitnya kambuh,” seru Alvin keluar membawa air minum untuk Malik.
”Kamu punya penyakit maag?” tanya Malik.
”Benar Pak, malah udah akut sih,” sahut Alvin.
”Vin,” panggil Hana.
”Apa Kak,” sahut Alvin.
”Udah sana masuk, nyerobot aja!” ucap Hana.
Alvin hanya meringis mendengar perkataan Hana.
”Jadi kemarin sabtu kita telat makan, jadi bikin sakit kamu kambuh. Maaf, saya gak tahu kalau kamu punya penyakit maag.”
”Gak apa Pak, memang belakangan ini saya sudah gak teratur makan jadinya ya begini.”
”Jangan-jangan kepikiran mantan ya jadi gak bisa makan dengan baik.”
Hana jadi terkekeh mendengar perkataan Malik yang terdengar seakan sedang mengejeknya.
”Buat apa mikirin yang gak penting Pak, hidup harus terus berjalan lagian belum tentu orang yang kita pikirkan memikirkan kita, rugi dong nantinya.”
”Kamu memang benar, tadi saya juga dapat kabar kamu gak masuk dari Faris waktu ngecek data karyawan baru saya pikir mau minta pendapatnya eh malah kamu lagi sakit jadi langsung aja ke sini tanpa mikir apapun,” seru Malik tanpa sadar mengucapkan serangkaian kalimat tersebut.
”Oh, soal itu memang pihak HRD yang sengaja memberikannya pada Pak Malik atas dasar saran dari saya karena saya juga tidak mau terlibat kesalahan yang sama soalnya dulu Pak Eric masuk atas rekomendasi dari saya kebetulan waktu itu dia sedang nganggur jadi bantu dia cari kerjaan di perusahaan bapak, maaf bukan maksud saya mau ... ”
”Iya saya ngerti.”
”Ponselnya bergetar Pak Malik,” ucap Hana menunjuk ke ponsel yang tergelatak di meja.
”Oh iya sebentar saya angkat dulu.”
”Hallo Assalamualaikum, ada apa Sayang?”
”Waalaikumussalam, papa di mana sekarang?”
”Papa sedang di rumahnya mama Hana, mama sedang sakit Sayang.”
”Mama sakit apa Pa? Kok Emil gak diajak jenguk kenapa papa pergi sendirian ke sana?”
”Papa juga baru tahu tadi di kantor terus langsung ke sini. Apa kau mau bicara sama mama?”
”Iya tolong kasihkan padanya Pa.”
Malik mengganti mode panggilannya menjadi video call dan menyerahkan ponselnya pada Hana.
”Assalamu’alaikum, bagaimana kabarmu hari ini?”
”Waalaikumussalam, Emil baik bagaimana dengan mama?”
”Mama juga baik kau lihat kan?”
”Mama sakit kan? Emil boleh ke rumah mama gak?”
”Besok saja ya jika mama sudah sembuh, kalau Emil ke sini sekarang mama gak bisa ajak Emil main.”
”Yah padahal Emil mau jenguk mama.”
”Besok saja Sayang, kalau mama sehat Emil bisa ke sini nanti mama bikinkan cookies bagaimana?”
”Siap Ma.”
Hana kembali menyerahkan ponselnya pada Malik karena merasa tubuhnya semakin lemas dan kembali pusing.
”Papa tutup dulu ya Sayang, nanti sambung lagi jika sudah di rumah ingat jangan merepotkan Bik Surti lagi.”
”Baik Pa, Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam.”
Bip.
”Kau tidak apa-apa kan?” tanya Malik khawatir melihat keadaan Hana.
”Tidak apa hanya sedikit lelah saja.”
”Apa perlu kita ke rumah sakit?”
Hana menggelengkan kepala.
”Baiklah kalau begitu lebih baik kau istirahat saja, saya balik ke kantor. Semoga cepat sembuh. Assalamualaikum.”
”Waalaikumussalam.”
***
”Kenapa Bang sejak tadi bolak-balik balik kayak setrikaan aja,” seru Faris.
”Hana sakit maag, ternyata kemarin sabtu aku lupa mengajaknya makan siang lebih dulu.”
”Nah kan? Sekarang bagaimana keadaannya?” tanya Faris.
”Sudah lebih baik katanya tapi tadi nampak pucat gitu,” jawab Malik.
”Makanya kalau ajak orang itu tanyain apakah dia kelaparan atau tidak, asyik main gak perhatikan kesehatan ujung-ujungnya malah begini.”
”Tapi bukankah sakit maag faktornya bukan hanya telat makan aja ya,” ujar Malik.
”Ntar pulang kantor ajak Emil ke sana jenguk lagi bawain obat-obatan herbal atau apa gitu, jangan lupa bunga sak kebon!” tawar Faris.
”Gak bisa aku gak mau kalau kedatangan Emil ke sana justru malah semakin memperburuk keadaan karena Hana masih terlihat lemas,” ungkap Malik.
”Ya sudah bagaimana baiknya saja.”
Malik tampak berpikir keras, ada rasa aneh menyelusup dalam hatinya melihat Hana sakit rasanya dia tidak tega melihat gadis itu menderita.
”Bang,” panggil Faris.
”Apakah kau mulai menyukainya?” tanya Faris.
”Kamu ini ngomong apa sih, mana mungkin aku menyukainya dia itu sama saja dengan Sabrina malah bisa jadi di bawah Sabrina masih terlihat muda tidak cocok untukku,” kilah Malik.
”Yang benar Bang, bukankah jodoh itu gak pandang umur mau tua apa muda dan lagi jaraknya juga gak terpaut jauh kan? Misalkan Abang tiga puluh dia paling baru dua lima tahun,” papar Faris.
”Sok tahu!”
”Eh emang benar itu, Abang berani taruhan berapa? jika umurnya baru segitu Abang harus bayar gajiku triple bulan ini ya bagaimana?”
”Gak mau memangnya apaan juga buat taruhan kayak gak punya iman aja main taruhan kayak judi.”
”Lagian Abang dibilangin kagak percaya sih,” protes Faris.
”Memangnya dia tinggal sama siapa di rumah?”
”Adiknya, mamanya lagi pulang ke Jogjakarta usut diusut adiknya itu adik tiri satu ibu beda bapak.”
”Ya ampun Bang, kau sampai tahu detail semuanya apakah kau menyelediki dirinya diam-diam?” ejek Faris.
”Tidak ada hanya kebetulan saja tempo hari Eric cerita tentang dia tapi aku gak percaya sepenuhnya sih sebelum aku melihatnya secara langsung dan lagi nyatanya Hana tidak seperti yang dikatakan oleh Eric.”
”Memangnya Eric bilang apa aja tentang Hana?”
”Mau tahu atau mau tahu banget! Kok sekarang jadi kamu yang kepo!”
Faris meringis mendengar ucapan Malik.
”Aku harus bagaimana ya?” gumam Malik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Wirda Wati
😂😂😂
2023-06-10
0
Yani
Faris kepo sama sama Sabrina 😂😂
2023-06-02
1
Devi Sihotang Sihotang
haha...haha... paris kepo,
2023-05-31
0