”Siapa dia Pak Deddy? Kau mengenalnya?” tanya Malik.
”Dia manager di sini Pak Malik, apakah Pak Malik belum tahu?” balas Pak Deddy.
”Saya belum cek datanya sih Pak, mungkin besok pas meeting baru saya akan mengeceknya. Saya juga ingin lihat kinerja pegawai saya secara langsung.”
”Saya malah kasihan sama dia Pak, baru kemarin cuti mau nikahan ternyata calon suaminya malah membatalkan pernikahannya secara sepihak.”
”Dia masih gadis?”
”Iya tentu saja, memangnya Pak Malik kira dia sudah berkeluarga?”
”Bukan maksud saya dia pasti telah memiliki kekasih, tidak mungkin gadis cantik masih jomlo sekarang aja anak SMP sudah pada punya pacar,” celetuk Malik.
”Anda benar Pak, tapi Hana memang beda dia justru dikhianati sebelum acara ijab dilakukan, calon suaminya datang dan bilang jika dia memiliki wanita lain. Kenapa tidak sebelumnya saja dia memutuskan hubungan itu lebih baik daripada sudah disiapkan kemudian batal kan bikin malu keluarga.”
Malik terdiam memang benar apa yang dikatakan oleh Deddy lebih baik memberitahukan di awal mungkin tidak akan mempermalukan pihak keluarga.
”Pasti kerjaan kamu bergosip ya di sini,” tegur Malik.
”Tidak Pak sungguh saya hanya sekedar dengar lalu kasihan gitu saja sih jadi gak sampai mengulik lebih lanjut,” ucap Deddy.
”Kalau ada yang bergosip lagi dan gosipnya gak bener nanti saya pecat!” ucap Malik menakut-nakuti Pak Deddy.
”Waduh jangan dong Pak, saya masih butuh makan lagipula saya punya keluarga.”
Malik terkekeh melihat ekspresi Pak Deddy yang terlihat polos.
”Ya sudah lanjutkan kerjanya saya pulang dulu. Ini buat beli makan malam ya,” ucap Malik memberikan dua lembar seratus ribuan pada Pak Deddy karena hanya itu yang tersisa di dompetnya.
Malik segera mengambil mobilnya dan menuju ke bus stop dilihatnya Hana masih berada di sana menunggu bus yang mungkin tidak akan pernah datang karena jam nya telah habis.
***
”Ini rumahmu?” tanya Malik.
”Iya, terima kasih. Ini uang buat bayar ongkosnya.” Hana menyerahkan uang seratus ribuan pada Malik.
”Tidak perlu, anggap saja kau berhutang padaku lain kali kau harus membalasnya.”
”Tapi ... ”
”Aku tidak menerima bantahan.”
”Baiklah terima kasih.”
Malik pergi meninggalkan Hana di depan rumahnya dan segera meluncur pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah putranya sedang mengacaukan isi rumah segala bentuk macam mainan berada di lantai, Malik memijat pelipisnya mendadak pusing merasakan Emil yang belum bisa diatur dengan baik.
”Eh Pak Malik, maaf rumah kacau karena Den Emil sejak tadi tidak mengijinkan saya membereskan mainannya,” ucap Bik Surti.
”Sekarang kemana anak itu Bik?” tanya Malik.
”Dia ada di kamarnya, tadi saya mencoba membujuknya buat makan malam lebih dulu tapi dia menolak,” ucap Bik Surti.
”Biarkan saja Bik, nanti jika dia lapar pasti dia akan meminta makanan, tolong bereskan saja semua ini setelahnya Bik Surti istirahat saja.”
”Baik Pak.”
Malik segera ke kamar putranya Emil yang ternyata putranya sedang bermain game di kasurnya.
”Sayang, kenapa kau tidak menurut kali ini. Apa kau ingin papa mengirim kamu lagi ke rumah Oma?”
”Emil tidak mau Pa, jangan kirimkan Emil ke sana. Emil hanya bosan di rumah yang besar ini tanpa teman itu saja.”
”Jadi ini alasanmu melarang papa pergi ke kantor?” tanya Malik.
”Maaf Pa, tapi sungguh Emil pengin kayak teman-teman Emil yang selalu ditemani kedua orang tuanya meskipun mereka berpisah.”
”Emil Sayang, dengarkan papa Nak. Mama sudah pergi jauh dan tidak akan pernah kembali tapi percayalah mama selalu ada bersama dengan kita, kau mengerti?” Emil menggelengkan kepalanya.
”Besok jika kau telah dewasa kau pasti akan faham Nak, sekarang tidurlah!”
Emil mengerucutkan bibirnya kesal mendengar penuturan Malik. ”Kalau begitu biarkan aku ikut denganmu besok ke kantor.”
”Tidak, besok papa ada meeting sebaiknya kau di rumah saja.”
”Jika kau tidak mengajakku ke kantor aku akan keluar dari rumah ini diam-diam dan jangan pernah mencari aku lagi.”
Malik menghela nafasnya perlahan memang susah jika berkompromi dengan anak kecil. ”Hum, baiklah kau boleh ikut tapi dengan syarat,” ucap Malik.
”Apa itu?”
”Kau tidak boleh banyak bergerak, mengacaukan semuanya cukup diam di ruangan papa sampai papa selesai mengerti!”
”Siap Bos,” sahut Emil memberi hormat pada Malik.
”Sekarang istirahatlah karena papa tidak mau terlambat ke kantor besok atau kau mau makan lebih dulu, Bik Surti bilang kau belum makan?”
”Aku tidak lapar dan ingin segera tidur, besok saja sekalian sarapan.”
”Astaga nanti jika kau sakit bagaimana?”
”Buat apa kau banyak uang, aku akan menghabiskannya untuk pergi ke rumah sakit.”
”Ya ampun jaga bicaramu, jangan sampai diaminkan malaikat jika kau sakit sungguhan bagaimana? Papa tidak ingin kehilanganmu mengerti.”
”Ya sudah segera tidur,” ucap Malik mengambil ponsel milik Emil dan menyelimuti anak itu.
”Kasihan sekali kau, andai kau tahu bagaimana hidup ibumu dulu kau pasti akan terluka.”
Malik bangkit dan segera pergi meninggalkan putranya. Dirinya cukup lelah tapi menjaga putra satu-satunya semakin melelahkan manakala dia bertanya dimana ibunya sekarang. Haruskah dia mengatakan yang sesungguhnya jika ibunya telah pergi dan takkan pernah kembali lagi.
Keesokan harinya Emil sudah bersiap di meja makan membuat Bik Surti tercengang karena tidak biasanya bos kecilnya itu bangun pagi.
”Den mau kemana kok tumben udah rapi dan ini kok bawa-bawa tas segala?” tanya Bik Surti.
”Aku mau kerja Bik, mau ke kantor bareng papa,” jawabnya.
Bik Surti melongo mendengar penuturannya.
”Pagi Bik, apa sarapannya sudah siap?” sapa Malik.
”Eh Pak Malik, sudah Pak ini bagaimana apa benar Den Emil mau ikut ke kantor kalau di sana merepotkan bagaimana?” tanya Bik Surti.
”Saya akan menghandle semuanya nanti,” balas Malik.
Malik pun segera sarapan dan membawa putranya itu pergi ke kantor. ”Ingat pesan papa kau dilarang macam-macam mengerti!”
”Baik Pa.”
”Good job!”
Mobil Malik pun meluncur menuju kantor.
Seluruh pasang mata memandang tak berkedip pada dua sosok pria tampan yang baru saja turun dari mobil. Mereka adalah Malik dan Emil yang langsung bergegas ke ruangannya Malik.
”Pa, kenapa semua orang menatap ke arah kita?” tanya Emil.
”Karena kau tampan Sayang,” balas Malik.
”Benarkah?”
”Tentu saja, tetaplah menjadi anak yang baik.”
”Pak Malik, sebaiknya kita langsung ke ruang meeting karena Bapak sudah ditunggu oleh yang lain.”
”Baiklah kalau begitu, Emil tolong kau jangan buat masalah diam di sini tunggu papa selesai kerja. Pak Basuki tolong awasi dia.”
”Baik Pak.”
Dengan langkah besar dan penuh percaya diri Malik meninggalkan Emil segera menunju ke ruang meeting. Begitu masuk dirinya langsung menjadi pusat perhatian dari para karyawannya.
”Selamat pagi, apakah kalian sudah siap?”
”Kau ...?”
Malik tersenyum melihat Hana yang terkejut dengan kehadirannya.
”Iya ada apa?”
” ...?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Tata google
kira2 umur emil berapa??? 20 tahun kah omongannya kayak orang dewasa..
2024-12-27
0
Faris Setyawan Fais
bahasa Emil saat bicara ke papanya gak seperti Anaknya, malah seperti orang dewasa, Denganmu, Kau.
2023-07-06
2
Yani
Emangnya ibunya Emil ke mana? ataw sudah meninggal
2023-06-01
2